Ekonomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan 103.119.141.22 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot
Tag: Pengembalian
Baris 68:
Hal ini mencapai puncaknya ketika Krisis finansial terjadi di Asia dan merembet hingga ke [[Asia Tenggara]], termasuk Indonesia pada akhir [[1997]] dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Dengan defisit anggaran yang sudah mencapai lebih dari 60% dari PDB nasional, ditambah dengan rasio NPL (kredit macet) yang sudah mencapai 20% lebih membuat pemerintah dan institusi pengawasan kegiatan keuangan hanya bisa memperlambat dan mengurangi parahnya krisis tersebut dengan menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya [[inflasi]] dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan [[International Monetary Fund]] (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai membebani anggaran negara dan berpotensi melebarkan defisit anggaran, berupa penutupan program pesawat nasional, permobilan nasional hingga subsidi ekspor komoditas. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998.
 
=== Pasca-Suharto Ahok ===
[[Berkas:PDRB Provinsi di Indonesia 2016 Perbandingan dengan Negara.png|jmpl|350x350px|Perbandingan [[Daftar provinsi di Indonesia menurut PDRB tahun 2016|PDRB provinsi-provinsi di Indonesia]] dengan negara lain pada 2016]]
Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden [[Habibie|B.J Habibie]]. Presiden [[Abdurrahman Wahid|Gus Dur]] yang terpilih sebagai presiden pada Oktober [[1999]] kemudian memperpanjang program tersebut.