Gajah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 250:
Gajah telah digambarkan dalam seni semenjak zaman [[Paleolitikum]]. Di Afrika terdapat banyak lukisan batu dan ukiran gajah, terutama di [[Sahara]] dan Afrika bagian selatan.<ref>Wylie, hlm. 63–65.</ref> Di [[Timur Jauh]], gajah digambarkan dalam bentuk [[motif (seni visual)|motif]] di kuil-kuil [[Hindu]] dan [[Buddha]].<ref name=Shoshani158/> Orang-orang yang belum pernah bertemu langsung dengan gajah seringkali mengalami kesulitan dalam menggambar mereka.<ref>Kingdon, hlm. 31.</ref> Bangsa [[Romawi Kuno]], yang menyimpan gajah di penangkaran, mampu menggambar gajah secara akurat dalam bentuk [[mosaik]] di [[Tunisia]] dan [[Sisilia]]. Pada awal [[Abad Pertengahan]], ketika Bangsa Eropa tidak terlalu mengenal gajah, gajah digambarkan seperti makhluk fantasi. Mereka digambarkan dengan tubuh seperti kuda atau hewan-hewan ''[[Bovinae]]'', dengan belalai yang seperti terompet dan taring seperti yang dimiliki oleh [[babi hutan]]. Gajah umumnya digambarkan dalam motif yang dibuat oleh tukang batu di gereja-gereja [[arsitektur Gotik|Gotik]]. Setelah dikirim sebagai hadiah kepada raja-raja Eropa pada abad ke-15, penggambaran gajah menjadi lebih akurat, termasuk salah satu gambar yang dibuat oleh [[Leonardo da Vinci]]. Walaupun begitu, beberapa orang Eropa masih menggambarkan gajah dengan gaya tertentu.<ref>Wylie, hlm. 83–84.</ref> Lukisan [[surealisme|surealis]] [[Max Ernst]] pada tahun 1921 yang berjudul ''[[The Elephant Celebes]]'' menggambarkan seekor gajah sebagai sebuah [[silo]] dengan selang yang seperti belalai.<ref>{{cite book|author=Klinsöhr-Leroy, C.; Grosenick, U.|year=2004|title=Surrealism|publisher=Taschen|page=50|isbn=3-8228-2215-9}}</ref>
[[Berkas:Blind monks examining an elephant.jpg|jmpl|kiri|Perumpamaan seekor gajah dengan biksu-biksu buta; gambar oleh [[Hanabusa Itchō|Itchō Hanabusa]]. ( [[Ukiyo-e]] tahun 1888).]]
Gajah juga menjadi subjek kepercayaan religius. [[Suku Mbuti]] percaya bahwa roh leluhur mereka yang sudah meninggal berdiam di dalam tubuh gajah.<ref name=Shoshani158>McNeely, hlm. 158–60.</ref> Suku-suku Afrika lain juga percaya bahwa kepala suku mereka akan [[reinkarnasi|bereinkarnasi]] menjadi seekor gajah. Pada abad ke-10, suku [[Igbo-Ukwu]] mengubur pemimpin mereka bersama dengan taring gajah.<ref>Wylie, hlm. 79.</ref>
Dalam [[budaya populer]] Barat, gajah merupakan lambang eksotik, terutama karena tidak ada hewan sejenis yang akrab dikenal oleh penonton di Barat (sama seperti [[jerapah]], [[kuda nil]], dan [[badak]]).<ref name="Van Riper 73"/> Penggunaan gajah sebagai lambang [[Partai
Beberapa referensi budaya menekankan besar tubuh dan keunikan eksotik gajah. Contohnya, dalam bahasa Inggris, istilah "''white elephant''" (gajah putih) merupakan istilah untuk sesuatu yang mahal, tidak berguna, dan aneh.<ref name="Van Riper 73"/> Ungkapan "''elephant in the room''" (gajah di dalam ruangan) merujuk kepada kebenaran yang begitu jelas tetapi diabaikan.<ref>{{cite book|title=Cambridge Academic Content Dictionary Paperback with CD-ROM|publisher=Cambridge University Press|page=298|isbn=978-0-521-69196-3}}</ref> Dalam [[bahasa Indonesia]], peribahasa yang mirip dengan ungkapan tersebut adalah "gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat", yang berarti kesalahan sendiri tidak terlihat tetapi kesalahan orang lain terlihat jelas.<ref>{{cite book|title=Koleksi Peribahasa & Pantun Indonesia Terlengkap|publisher=Indonesia Cerdas|year=2009|page=76|isbn=9786028276184}}</ref> Sementara itu, kisah [[orang-orang buta dan seekor gajah]] dari [[anak benua India]] pada zaman kuno mengajarkan bahwa realita dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda.<ref>{{cite book|author=Nevid, J. S.|year=2008|title=Psychology: Concepts and Applications|publisher=Wadsworth Publishing|page=477|isbn=0-547-14814-3}}</ref>
== Catatan kaki ==
|