Balaputradewa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Andri.h (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Antapurwa (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Sri Maharaja Balaputradewa''' adalah anggota [[Wangsa Sailendra]] yang menjadi raja [[Kerajaan Sriwijaya]] sekitar tahun [[850]]-an.
'''Balaputradewa''', adalah putera [[Samaragrawira]], raja [[Mataram Kuno]] dari [[Wangsa Syailendra]], hasil perkawinan dengan [[Dewi Tara]], puteri raja [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]]. Balaputradewa yang seharusnya mendapat tahta sebagai suksesor Wangsa Syailendra gagal, karena didepak oleh saudara iparnya, [[Rakai Pikatan]], yang berasal dari Wangsa Sanjaya. Pada tahun [[850]], Pikatan mengalahkan kekuatan Balaputradewa, hingga akhirnya Balaputradewa melarikan diri ke Sriwijaya, negeri asal ibunya.
 
==Asal-Usul==
Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah cucu seorang raja [[Jawa]] yang dijuluki ''Wirawairimathana'' (penumpas musuh perwira). Julukan kakeknya ini mirip dengan ''Wairiwarawimardana'' alias [[Dharanindra]] dalam [[prasasti Kelurak]]. Dengan kata lain, Balaputradewa merupakan cucu [[Dharanindra]].
 
Ayah Balaputradewa bernama [[Samaragrawira]], sedangkan ibunya bernama [[Dewi Tara]] putri Sri Dharmasetu dari Wangsa Soma. Prasasti Nalanda sendiri menunjukkan adanya persahabatan antara Balaputradewa dengan Dewapaladewa raja Benggala di [[India]].
 
==Menyingkir dari Jawa==
Teori yang sangat populer, yang dikembangkan oleh De Casparis, menyebutkan bahwa [[Samaragrawira]] identik dengan [[Samaratungga]] raja [[Jawa]]. Sepeninggal [[Samaratungga]] terjadi perebutan takhta di antara kedua anaknya, yaitu Balaputradewa melawan [[Pramodawardhani]]. Pada tahun [[856]] Balaputradewa dikalahkan oleh [[Rakai Pikatan]] suami [[Pramodawardhani]] sehingga menyingkir ke [[pulau Sumatra]].
 
Teori ini dibantah oleh [[Slamet Muljana]] karena menurut prasasti Kayumwungan, [[Samaratungga]] hanya memiliki seorang anak perempuan bernama [[Pramodawardhani]]. Menurutnya, Balaputradewa lebih tepat disebut sebagai adik [[Samaratungga]]. Dengan kata lain, [[Samaratungga]] adalah putra sulung [[Samaragrawira]], sedangkan Balaputradewa adalah putra bungsunya.
 
Pengusiran Balaputradewa umumnya didasarkan pada prasasti Wantil bahwa telah terjadi perang antara Rakai Mamrati Sang Jatiningrat (alias [[Rakai Pikatan]]) melawan seorang musuh yang membangun benteng pertahanan berupa timbunan batu. Dalam prasasti itu ditemukan istilah ''Walaputra'' yang dianggap identik dengan Balaputradewa.
 
Teori populer ini dibantah oleh Pusponegoro dan Notosutanto bahwa, istilah ''Walaputra'' bukan identik dengan Balaputradewa. Justru istilah ''Walaputra'' bermakna “putra bungsu”, yaitu [[Rakai Kayuwangi]] yang dipuji berhasil mengalahkan musuh kerajaan. Adapun [[Rakai Kayuwangi]] adalah putra bungsu [[Rakai Pikatan]] yang berhasil mengalahkan musuh ayahnya.
 
Benteng timbunan batu yang diduga sebagai markas pemberontakan Balaputradewa identik dengan bukit Ratu Baka. Namun prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah itu ternyata tidak ada yang menyebut nama Balaputradewa, melainkan menyebut '''Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni'''. Jadi, musuh [[Rakai Pikatan]] yang berhasil dikalahkan oleh [[Rakai Kayuwangi]] sang ''Walaputra'' ternyata bernama Mpu Kumbhayoni, bukan Balaputradewa.
 
Menurut prasasti-prasasti itu, tokoh Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni mengaku sebagai keturunan pendiri [[Kerajaan Medang]] (yaitu [[Sanjaya]]). Jadi sangat mungkin apabila ia memberontak terhadap [[Rakai Pikatan]] sebagai sesama keturunan [[Sanjaya]].
 
Kiranya teori populer bahwa Balaputradewa menyingkir ke [[pulau Sumatra]] karena didesak oleh [[Rakai Pikatan]] adalah keliru. Mungkin ia meninggalkan [[pulau Jawa]] bukan karena kalah perang, melainkan karena sejak awal ia memang tidak memiliki hak atas takhta [[Jawa]], mengingat ia hanyalah adik [[Maharaja]] [[Samaratungga]], bukan putranya.
 
==Menjadi Raja Sriwijaya==
Dalam prasasti Nalanda Balaputradewa disebut sebagai raja Suwarnadwipa, yaitu nama kuno untuk [[pulau Sumatra]]. Karena pada zaman itu [[pulau Sumatra]] identik dengan [[Kerajaan Sriwijaya]], maka para sejarawan sepakat bahwa Balaputradewa adalah raja [[Sriwijaya]].
 
Pendapat yang paling populer menyebutkan bahwa Balaputradewa mewarisi takhta [[Sriwijaya]] dari kakeknya (pihak ibu) yaitu Sri Dharmasetu. Namun, ternyata nama Sri Dharmasetu terdapat dalam [[prasasti Kelurak]] sebagai bawahan [[Dharanindra]] yang ditugasi menjaga bangunan [[Candi Kelurak]].
 
Jadi, [[Dharanindra]] berbesan dengan bawahannya, yaitu Sri Dharmasetu dalam perkawinan antara [[Samaragrawira]] dengan [[Dewi Tara]]. Dharmasetu menurut [[prasasti Kelurak]] adalah orang [[Jawa]]. Jadi teori bahwa ia merupakan raja [[Kerajaan Sriwijaya]] adalah keliru.
 
Balaputradewa berhasil menjadi raja [[Sriwijaya]] bukan karena mewarisi takhta Sri Dharmasetu, tetapi karena saat itu [[pulau Sumatra]] telah menjadi daerah kekuasaan [[Wangsa Sailendra]].
 
Berdasarkan analisis prasasti Ligor, [[Kerajaan Sriwijaya]] dikuasai [[Wangsa Sailendra]] sejak zaman [[Maharaja Wisnu]]. Sebagai anggota [[Wangsa Sailendra]], Balaputradewa berhasil menjadi raja di sana, sedangkan kakaknya, yaitu [[Samaratungga]] menjadi raja di [[Jawa]]. Kedua pulau itu memang menjadi daerah kekuasaan [[Wangsa Sailendra]].
 
{{hindu-bio-stub}}
 
[[Kategori:Wangsa Syailendra]]