Abdoel Moeis Hassan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Mahakam Bahari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 21:
|parents = Mohammad Hassan (ayah){{br}} Asiah (ibu)
|relatives = Mohammad Saleh (kakek) [[Muhammad Syarkawie Hassan]] (adik)
|agama = [[Islam]]
|party = [[Partai Nasional Indonesia]] (1950-1970)
|footnotes =
Baris 32 ⟶ 31:
Tahun 1962, ia menjadi [[Gubernur Kalimantan Timur]] kedua. Pada tahun 1964, ia mencegah usaha pembakaran keraton Kutai oleh massa dan tentara suruhan Panglima [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam IX Mulawarman]]. Tahun 1966, ia berhenti sebagai Gubernur dan menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Tahun 1968 hingga 1970, ia kembali menjadi anggota DPR RI mewakili PNI.
 
<!--Tahun 1976, ia pensiun dari PNS dan berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku hingga 2004 dan meninggal dunia pada 2005 dalam usia 81 tahun. Tahun 2018, sebuah kelompok pemerhati sejarah yang independen mengajukan usulan calon Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan kepada Walikota Samarinda.-->
 
== Latar belakangKeluarga dan keluargapendidikan ==
Abdoel Moeis Hassan adalah seorang yang beretnis [[suku Banjar|Banjar]]. Ia merupakan putra kelima dari Mohammad Hassan, yakni seorang tokoh [[Syarikat Islam]] Samarinda pada masa pergerakan kebangsaan. Kakeknya, dari pihak ayah, bernama H. Mohammad Saleh yang berasal dari [[Amuntai]], [[Kalimantan Selatan]]. Sedang, kakek dan nenek dari pihak ibunya berasal dari [[Banjarmasin]].{{sfn|Hassan|1994|p=191}}
 
Pada usia 5 tahun, Abdoel Moeis Hassan bersekolah di ''Meisje School'' yang didirikan oleh [[Aminah Sjoekoer]] bersama suaminya, Mohammad Jacob. Ia memperoleh ijazah [[MULO]] dari ''Instituut Het Zonnig Land''. Di samping itu, ia juga memiliki ijazah ''Boekhouding'' A dan B serta menamatkan ''[[Hollandsch-Inlandsche School]]'' (HIS) di [[Sungai Pinang, Samarinda|Sungai Pinang]], Samarinda. Pendidikan politiknya diperoleh dari [[A.M. Sangadji]], seorang tokoh [[Pergerakan Penyadar]] eks PSII bersama H. [[Agus Salim]] pada masa [[Hindia Belanda|penjajahan Belanda]].{{sfn|Hassan|1994|p=192}}
Karena hidup sezaman dengan [[Inche Abdoel Moeis]] dan untuk membedakan keduanya, orang-orang memanggil Abdoel Moeis Hassan dengan julukan "Moeis Kecil" sedangkan I.A. Moeis dengan "Moeis Tinggi". Hal ini berdasarkan perbedaan postur antara keduanya.{{sfn|Sarip|2017|p=146}}
 
Pada tahun 1944, dalam usia 20 tahun, Abdoel Moeis Hassan menikah dengan Fatimah, yang lebih muda empat tahun darinya.{{sfn|Sarip|2018|p=19}} Ia dan Fatimah dikaruniai enam putra dan satu putri.{{sfn|Sarip|2018|p=91}} Abdoel Moeis HassanIa mempunyai adik kandung bernama [[Muhammad Syarkawie Hassan]] yang merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia periode 1982-1988 serta Ketua Majelis Kehormatan dan Penasihat Pengurus Besar PDGI periode 1988-2003.{{sfn|Hassan|2004|p=360}}
 
Karena hidup sezaman dengan [[Inche Abdoel Moeis]] dan untuk membedakan keduanya, orang-orang memanggil Abdoel Moeis Hassan dengan julukan "Moeis Kecil" sedangkan I.A. Moeis dengan "Moeis Tinggi". Hal ini berdasarkan perbedaan postur antara keduanya.{{sfn|Sarip|2017|p=146}}
== Pendidikan ==
Pada usia 5 tahun, Abdoel Moeis Hassan bersekolah di ''Meisje School'' yang didirikan oleh [[Aminah Sjoekoer]] bersama suaminya, Mohammad Jacob. Ia memperoleh ijazah [[MULO]] dari ''Instituut Het Zonnig Land''. Di samping itu, ia juga memiliki ijazah ''Boekhouding'' A dan B serta menamatkan ''[[Hollandsch-Inlandsche School]]'' (HIS) di [[Sungai Pinang, Samarinda|Sungai Pinang]], Samarinda. Pendidikan politiknya diperoleh dari [[A.M. Sangadji]], seorang tokoh [[Pergerakan Penyadar]] eks PSII bersama H. [[Agus Salim]] pada masa [[Hindia Belanda|penjajahan Belanda]].{{sfn|Hassan|1994|p=192}}
 
== Kiprah ==
Baris 48 ⟶ 46:
Pada Mei 1940, Abdoel Moeis Hassan menggagas pembentukan organisasi kepemudaan yang berhaluan kebangsaan bernama Roepindo (Roekoen Pemuda Indonesia).{{sfn|Hassan|1994|p=14}} Ketika berusia 18 tahun, ia bersama A.M. Sangadji mengaktifkan ''Neutrale School'' menjadi Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rajat (BPPR) pada 1942.{{sfn|Hassan|1994|p=51}}
 
Setelah Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, sementara [[Kota Samarinda|Samarinda]] dan Kalimantan Timur belum bergabung dengan Republik Indonesia, Abdoel Moeis Hassania bergabung dalam Gerakan Dr. Soewadji yang merencanakan proklamasi kemerdekaan di Samarinda.{{sfn|Sanusie|1984|p=44}}
 
Kemudian, ia berjuang melalui jalur pergerakan diplomasi dalam wadah partai politik lokal bernama [[Ikatan Nasional Indonesia]] (INI) dan koalisi organisasi bernama [[Front Nasional (Orde Lama)|Front Nasional]]. Tahun 1946 ia mendirikan INI cabang Samarinda.{{sfn|Hassan|1994|p=221}} TahunPada tahun 1947, ia ditunjuk INI menjadi ketua Front Nasional. Kedua organisasi yang bermarkas di Gedung Nasional Samarinda tersebut menyatakan sikap mendukung Negara Republik Indonesia dan menentang pendudukan Belanda di Indonesia.{{sfn|Hassan|1994|p=222}} Sikap ini bertolak belakang dengan empat kesultanan yang ada di [[Negara Kalimantan Timur|Keresidenan Kalimantan Timur]], yang lebih memilih bergabung dalam Pemerintah Federasi Kalimantan Timur bentukan [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]], [[Hubertus Johannes van Mook]].{{sfn|Penyusun|1992|p=114}}
 
Federasi Kalimantan Timur pernah menawarkan kedudukan sebagai delegasi dalam Bandung Federale Conferentie (BFC), yakni [[Majelis Permusyawaratan Federal|Konferensi Federal Bandung]] yang digagas Van Mook. Namun, ia menolaknya karena konsekuen dengan sikap politik organisasi perjuangannya yang nonkooperatif atau tidak mau bekerja sama dengan Belanda dan pengikutnya.{{Sfn|Tribun Kaltim 2018, AM Hassan Diusulkan}}
 
Hasil [[Konferensi Meja Bundar]] 1949 yang membentuk [[Republik Indonesia Serikat]] membuat Kalimantan Timur tergabung dalam [[Republik Indonesia Serikat]]. Keadaan ini tidak memuaskan Front Nasional dan kaum Republiken. Maka, Abdoel Moeis Hassania memelopori tuntutan agar Kalimantan Timur keluar dari RIS dan berintegrasi ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tuntutan dipenuhi oleh pemerintah Federasi Kalimantan Timur dan pemerintah pusat sehingga pada 10 April 1950 Kalimantan Timur resmi bergabung ke Republik Indonesia.{{sfn|Penyusun|1992|p=123}}
 
Bersamaan dengan tuntutan integrasi Kalimantan Timur ke RI, Abdoel Moeis Hassan sebagai Ketua Front Nasional gencar mempropagandakan gagasan penghapusan [[swapraja]] (kesultanan) karena menurutnya sistem [[feodalisme]] tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman yang demokratis. Abdoel Moeis HassanIa pernah menyampaikan hal ini secara langsung kepada Sultan Kutai Kertanegara yang juga disaksikan oleh rakyat ketika Sultan [[Aji Muhammad Parikesit]] menyatakan proklamasi persetujuan Kerajaan Kutai Kertanegara bergabung ke NKRI pada 23 Januari 1950.{{Sfn|Pro 2018, Mengubur Lokasi}} Gagasan ini bertujuan agar setiap rakyat mempunyai persamaan hak dalam menempati posisi di birokrasi sesuai kapabilitasnya tanpa diskriminasi berdasarkan status kebangsawanan. {{sfn|Hassan|1994|p=226}} Ide ini terwujud dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 27 tahun 1959 yang menghapuskan status Daerah Istimewa bagi [[Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura|Kesultanan Kutai Kertanegara]], [[Kesultanan Berau]], dan [[Kesultanan Bulungan]].{{sfn|Penyusun|1992|p=134}}
 
Pada awal 1950, INI Kalimantan Timur melebur ke dalam [[Partai Nasional Indonesia]] (PNI). Abdoel Moeis Hassan terpilih menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Indonesia Cabang Kalimantan Timur pada Februari 1950. PNI sendiri merupakan partai politik berhaluan nasionalis yang terbesar pada [[Orde Lama]]. Abdoel Moeis HassanIa menempati pucuk pimpinan PNI Kaltim selama sembilan tahun sejak 1950 hingga 1959. Setelah itu, Dewan Pimpinan Pusat PNI mengangkat Moeis Hassanmengangkatnya sebagai anggota Dewan Partai PNI.{{sfn|Hassan|2004|p=424}}
 
Pada tahun 1954 ia memobilisasi massa PNI dan rakyat untuk mengadakan Kongres Rakyat Kalimantan Timur. Kongres ini menyuarakan tuntutan pemberian status provinsi bagi Kalimantan Timur yang kala itu masih berstatus keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan yang beribukota di [[Banjarmasin]].{{sfn|Hassan|1994|p=229}} Perjuangannya berhasil dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 25 tahun 1956 yang membagi Kalimantan menjadi tiga provinsi, di antaranya Provinsi Kalimantan Timur. [[Kalimantan Timur]] diresmikan sebagai provinsi baru pada 9 Januari 1957.{{sfn|Wirakusumah|1986|p=80}}
Baris 65 ⟶ 63:
Usai bergabung dengan RI pada 10 April 1950, wilayah Kalimantan Timur tetap berstatus keresidenan di bawah Provinsi Kalimantan. Pada 2 Mei 1950 Pemerintah RI menugaskan Moeis Hassan untuk mengurusi bidang sosial. Jabatan pertama yang diembannya adalah Kepala Kantor Sosial RI Keresidenan Kaltim mulai tahun 1950 hingga 1955. Lalu, pada tahun 1955 hingga 1957 ia menjabat Koordinator Sosial{{sfn|Sarip|2018|p=50}} dan pada tahun 1957 hingga 1960, ia menjabat sebagai Kepala Kantor Inspeksi Sosial Provinsi Kalimantan Timur.{{sfn|Sarip|2018|p=52}}
 
Pada 1960, Moeis Hassania ditugaskan oleh pemerintah pusat ke ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Ia diberi amanat untuk menjabat Kepala Perwakilan Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Selatan. Jabatan ini diembannya selama setahun mulai Februari 1960 hingga 1961.{{sfn|Sarip|2018|p=53}}
 
=== Menjadi anggota DPR ===
Dalam waktu bersamaan dengan jabatannya sebagai Kepala Perwakilan Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Selatan, pada Maret 1960 Moeis Hassan diutus oleh PNI untuk mewakili Kaltim di gedung parlemen pusat. Kala itu memang tidak ada aturan yang melarang [[pegawai negeri]] menjadi anggota atau terlibat dalam [[partai politik]]. Dalam masa Demokrasi Terpimpin itu ia dipilih sebagai anggota [[Dewan_Perwakilan_Rakyat_Republik_IndonesiaDewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia#Masa_DPR_hasil_Dekret_Presiden_1959_berdasarkan_UUD_1945_Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945_(1959–1965)|DPR Gotong Royong]] periode 1960–1963. Jabatannya adalah Ketua Komisi D yang membidangi Departemen Pertanian dan Agraria, PU, Perindustrian Dasar dan Pertambangan (Perdatam), Perindustrian Ringan dan Distribusi. Kapasitas kepemimpinan Moeis Hassan di parlemen pusat juga teruji dengan dipercayakannya jabatan Ketua Gabungan Komisi kepadanya. Komisi Gabungan tersebut bertugas menyelesaikan RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan RUU Pokok Agraria sampai disahkan menjadi UU. Kiprah Moeis HassanKiprahnya sebagai anggota DPR RI Orde Lama hanya berlangsung dua tahun karena pada pertengahan 1962 Pemerintah Pusat menugaskannya sebagai Gubernur Kaltim.{{sfn|Sarip|2018|p=53-54}}
 
=== Menjadi Gubernur Kaltim ===
Pada tanggal 30 Juni 1962 Presiden [[Soekarno|Sukarno]] menetapkan Abdoel Moeis Hassan sebagai [[Daftar Gubernur Kalimantan Timur|Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur]] dengan Keputusan Presiden Nomor 260/M tahun 1962. Kemudian Menteri Dalam Negeri [[Ipik Gandamana]] melantiknya pada 10 Agustus 1962 dalam Sidang Istimewa DPRD Kalimantan Timur. Program pertama yang dihasilkannya adalah pendirian Universitas Kalimantan Timur pada 27 September 1962 yang berubah menjadi [[Universitas Mulawarman]] di Samarinda.{{sfn|Hassan|1994|p=234}}
 
Pada tahun 1965, walaupun Abdoel Moeis Hassania yang menggagas penghapusan sistem kesultanan, namun ia tidak membiarkan adanya gerakan radikal yang hendak menghancurkan keraton peninggalan [[Kesultanan Kutai]] di Tenggarong. Ia memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda untuk mengamankan bangunan keraton tersebut.{{sfn|Hassan|1994|p=231}} Ia juga mengirimkan polisi Banjar ke [[Tenggarong, Kutai Kartanegara|Tenggarong]] untuk mencegah massa dan tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman Mayjen [[Soehario Padmodiwirio]] yang hendak membakar keraton Kutai.{{sfn|Magenda|1991|p=62}}
 
Pada tahun 1966 sekelompok massa berunjuk rasa menuntut Abdoel Moeis Hassan mundur dari jabatan Gubernur Kalimantan Timur. Massa menuduh Abdoel Moeis Hassanmenuduhnya sebagai pengurus Partai Nasional Indonesia yang pro-[[Partai Komunis Indonesia]] (PKI), yang dituding sebagai pelaku [[Gerakan 30 September]]. Tuduhan ini tidak terbukti dan [[Daftar Menteri Dalam Negeri Indonesia|Menteri Dalam Negeri]] [[Basuki Rahmat]] meminta Abdoel Moeis Hassanmemintanya tetap menjabat Gubernur hingga selesai periodenya pada tahun depan, yakni 1967. Namun, Abdoel Moeis Hassania tetap menyatakan berhenti sebagai Gubernur dalam Sidang Istimewa DPRD [[Kalimantan Timur]] pada 14 September 1966.{{sfn|Arifin|2011|p=43}} Moeis HassanIa menyerahkan jabatan gubernur Kaltim kepada Mendagri. Usai pengunduran diri, Mendagri menugaskan Moeis Hassanmenugaskannya sebagai pegawai Departemen Dalam Negeri di ibu kota negara, namun nonjob atau tanpa jabatan.{{sfn|Sarip|2018|p=83}}
 
=== Menjadi anggota MPR dan pensiun ===
Pada tahun pertama Soeharto resmi menjabat Presiden RI menggantikan Sukarno tahun 1968, Moeis Hassan diangkat sebagai anggota [[MPR]] mewakili PNI. Keanggotaan Moeis HassanKeanggotaannya di MPR Orde Baru seolah menegaskan bahwa selama menjadi Gubernur Kaltim ia memang tidak terlibat dalam kegiatan politik pro-PKI. Dalam hal ini, rezim Orde Baru sangat ketat dalam mengeliminasi orang-orang yang tertuduh PKI dengan hukuman pidana penjara atau eksekusi mati. Ia bekerja di Gedung Senayan itu selama dua tahun hingga 1970. Selanjutnya, Moeis Hassania ditempatkan sebagai Pegawai Tinggi diperbantukan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Pegawai Republik Indonesia 1971–1976 untuk kemudian masuk masa persiapan pensiun.{{sfn|Sarip|2018|p=85}}
 
Abdoel Moeis Hassan pernah mendapat tawaran untuk jabatan [[duta besar]] di salah satu negara di [[Amerika Selatan|Amerika Latin]] tetapi ditolaknya.{{Sfn|Pro 2018, Lepas Jabatan}}
 
== Kegiatan lain ==
Baris 86 ⟶ 84:
Setelah pensiun sebagai pegawai negeri pada 1977, Abdoel Moeis Hassan aktif dalam bidang sosial dengan mendirikan Yayasan Bina Ruhui Rahayu. Yayasan ini mengadakan pendidikan dan pelatihan serta memberikan beasiswa bagi pelajar. Ia juga menjadi Ketua Kerukunan Keluarga Kalimantan di Jakarta. Paguyuban warga Kalimantan di ibu kota negara ini para pengurus intinya antara lain mantan Ketua [[PBNU]] [[Idham Chalid]] dan mantan Ketua [[MUI]] [[Hasan Basri (MUI)|Hasan Basri]].{{sfn|Sarip|2018|p=86–88}}
 
Abdoel Moeis HassanIa juga menjadi penasihat bagi pengusaha Gozali Katianda dalam mendirikan perusahaan penyelenggara umrah dan haji ONH Plus pertama di Indonesia.{{sfn|Katianda|2012|p=83 & 88}}
 
== Wafat ==
Pada 19 November 2005, Moeis Hassan bersama istrinya menghadiri halalbihalal masyarakat Kaltim yang berdomisili di Jakarta yang diadakan di Gedung Serbaguna Deplu. Ia sempat mengeluh kesulitan [[buang air kecil]] dan meminta putranya, Taufik Siradjuddin, untuk segera membawanya pulang. Taufik berinisiatif membawa ayahnya ke [[Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan]] di [[Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta Timur]] tempat ia bekerja. Di instalasi gawat darurat, Taufik melakukan tindakan medis sehingga Moeis Hassan kembali bisa BAK. Pada 21 November 2005, gangguan buang air kecil Moeis Hassankecilnya kambuh. Taufik melakukan tindakan kecil dan Moeis Hassan merasa enak kembali. Taufik pun pulang ke rumahnya. Tengah malam, Taufik ditelepon adik perempuannya yang tinggal di rumah Gudang Peluru. Kabarnya, sang ayah tidak sadarkan diri setelah jatuh di kamar mandi. Taufik segera tiba. Tetapi, Moeis Hassan sudah tidak bernapas lagi. Moeis Hassandan wafat dalam usia 81 tahun.{{sfn|Sarip|2018|p=88–89}}
 
== Diusulkan sebagai Pahlawan Nasional ==
Baris 129 ⟶ 127:
|first1=Burhan Djabier
|title=East Kalimantan: The Decline of a Commercial Aristocracy
|url=
|url=https://www.amazon.com/East-Kalimantan-Decline-Commercial-Aristocracy/dp/6028397210
|isbn=0-87763-036-4
|publisher=Cornell Modern Indonesia Project
Baris 215 ⟶ 213:
|first1=Muhammad
|title=Samarinda Tempo Doeloe Sejarah Lokal 1200–1999
|url=
|url=http://samarindamart.id/index.php?route=product/product&product_id=153
|isbn=978-602-60453-4-8
|publisher=RV Pustaka Horizon
Baris 226 ⟶ 224:
|first1=Muhammad
|title=Moeis Hassan dalam Sejarah Perjuangan dan Revolusi di Kalimantan Timur
|url=
|url=http://samarindamart.id/index.php?route=product/product&product_id=193
|isbn=978-602-5431-22-7
|publisher=RV Pustaka Horizon