Abdurrahman Wahid: Perbedaan antara revisi

[revisi terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 3 perubahan teks terakhir dan mengembalikan revisi 14001358 oleh Bagas Chrisara: Kontributor terlibat konflik kepentingan.
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pembatalan menghilangkan referensi [ * ]
Baris 13:
|predecessor = [[Bacharuddin Jusuf Habibie]]
|successor = [[Megawati Soekarnoputri]]
|birth_date = {{birth date|1940|98|74}}
|birth_place = [[Berkas:Flag of the Netherlands.svg|tepi|link=Hindia Belanda|22px]] [[Jombang]], [[Jawa Timur]], [[Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|2009|12|30|1940|9|7}}
Baris 186:
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.<ref>Barton (2002), halaman 320</ref> Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.
 
Pada September, Gus Dur menyatakan [[darurat militer]] di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia.<ref>Barton (2002), halaman 340</ref> Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi [[Bom malam Natal 2000|serangan bom terhadap gereja-gereja]] di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.d
 
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 anggota DPR menandatangani petisi yang meminta [[pemakzulan]] Gus Dur.<ref>Barton (2002), halaman 345</ref>
 
=== 2001 dan akhir kekuasaan ===