Pinisi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 2:
[[Berkas:Pinisi-10.JPG|thumb|Gambar Pinisi type Lamba]]
[[Berkas:Ship-IMG 3429.JPG|right|thumb|Pinisi Lamba bermesin]]
'''Pinisi''' adalah [[kapal layar]] tradisional khas asal [[Indonesia]], yang berasal dari [[Suku Bugis]] dan [[Suku Makassar]] di [[Sulawesi Selatan]] tepatnya di desa Bira kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba sebagai sentra pembuatan. Namun asal mula kapal Pinisi ini masih simpang siur. Pinisi sebenarnya merupakan nama layar. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang; umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau<ref>[[Kamus Besar Bahasa Indonesia]]. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.</ref>. Dua tiang layar utama tersebut berdasarkan 2 kalimat syahadat dan tujuah buah layar merupakan jumlah dari surah Al-Fatihah.{{cn}} Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang dan juga mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengharungi lima samudera besar di dunia.{{cn}} Pinisi adalah kapal layar tradisional Bugis terbesar sejak menghilangnya [[Djong (kapal)|jungjong]] raksasa.<ref>{{Cite book|title=Antropologi Dan Sejarah Dalam Kearifan Tempatan|last=Zainun|first=Nazarudin|publisher=Penerbit USM|year=2015|isbn=|location=|pages=}}</ref>
 
== Sejarah ==
 
=== Menurut legenda ===
Kapal [[kayu]] Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan<ref>[http://www.kastenmarine.com/phinisi_history.htm] The Indonesian Phinisi</ref> kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500-an. Menurut<ref>[http://wisatamelayu.com/id/object/216/205/pusat-kerajinan-perahu-pinisi/&nav=geo] Pusat Kerajinan Perahu Pinisi</ref> naskah Sure' I Lagaligo yang muncul pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Cina Pammana hendak meminang Putri yang bernama We Cudai.
 
Baris 11 ⟶ 13:
Konon, nama Pinisi ini diambil dari nama seseorang yang bernama ''Pinisi'' itu sendiri. Suatu ketika dia berlayar melewati pesisir pantai Bira. Dia melihat rentetan kapal sekitar laut sana, dia kemudian menegur salah seorang nakhoda kapal tersebut bahwasanya layar yang digunakannya masih perlu diperbaiki. Sejak saat itu orang Bira berfikir dan mendesain layar sedemikian rupa dan akhirnya berbentuk layar Pinisi yang seperti sekarang ini. Atas teguran orang tersebut maka orang-orang Bira memberi layar itu dengan nama Pinisi.
 
=== Menurut penelitian ===
Pada abad ke-19, para pelaut Sulawesi mulai menggabungkan layar-layar persegi panjang besar dari [[layar tanja]]q dengan jenis-jenis layar depan dan belakang yang mereka lihat di kapal-kapal Eropa yang berkeliaran ke Nusantara. Sejak awal abad ke-18, VOC mulai membangun kapal-kapal bergaya Eropa untuk perdagangan inter Asia di galangan-galangan Jawa, sehingga terus memperkenalkan metode konstruksi dan rig baru, termasuk versi Belanda dari layar depan dan belakang yang baru. Selama abad ke-19, angkatan laut kolonial dan perusahaan perdagangan Eropa, India, dan Cina mengoperasikan sekunar Barat yang jumlahnya terus meningkat; tetapi, meskipun laporan sejak awal tahun 1830 menyebutkan perahu, “sekunar dengan layar kain”, digunakan oleh 'bajak laut' yang beroperasi di Selat Malaka.
 
Baris 19 ⟶ 22:
Sejak tahun 1930-an, kapal layar ini mengadopsi jenis layar baru, yaitu layar nade, yang berasal dari ''cutter'' dan ''sloop'' yang digunakan oleh pencari mutiara Barat dan pedagang kecil di Indonesia Timur.
 
Selama tahun 1970-an semakin banyak palari-pinisi yang dilengkapi dengan mesin, lambung dan layar kapal tradisional Indonesia dengan cepat berubah: Karena desain lambung pribumi tidak cocok untuk dipasangkan mesin, lambung tipe lambo menjadi alternatif. Pada tahun-tahun berikutnya, kapasitas muatan terus ditingkatkan, hingga hari ini rata-rata '''Perahu Layar Motor''' ('''PLM''') dapat memuat hingga 300 ton.
 
Karena layar mereka hanya digunakan untuk mendukung mesin, layar belakang dari hampir semua PLM dihilangkan. Pada kapal yang lebih besar dipasang sebuah ''rig'' pinisi, sementara kapal berukuran sedang dipasang dengan layar nade. Namun, karena tiang mereka terlalu pendek dan area layarnya terlalu kecil, kapal ini tidak dapat bergerak hanya dengan layar, sehingga mereka menggunakannya hanya pada angin yang menguntungkan.<ref>2004 Horst H. Liebner'', Malayologist, Expert Staff of the Agency for Marine and Fisheries Research, Department of Marine Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia''</ref>
Baris 37 ⟶ 40:
Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan ''a’panisi'', yaitu memasukkan majun pada sela papan. Untuk merekat sambungan papan supaya kuat, digunakan sejenis kulit pohon barruk. Selanjutnya, dilakukan allepa, yaitu mendempul. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa. Campuran tersebut diaduk Selama 12 jam, dikerjakan sedikitnya 6 orang. Untuk kapal 100 ton, diperlukan 20&nbsp;kg dempul badan kapal. Sentuhan terakhir adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya.
 
Proses terakhir kelahiran pinisi adalan peluncurannya. Upacara selamatan diadakan lagi. Peluncuran kapal diawali dengan upacara adat ''Appasili,'' yaitu ritual yang bertujuan untuk menolak bala. Kelengkapan upacara berupa seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, dan panno-panno yang diikat bersama pimping. Dedaunan dimasukkan ke dalam air dan kemudian dipercikkan dengan cara dikibas-kibaskan ke sekeliling perahu. Untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, biasanya dipotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton keatas, dipotong seekor sapi,setelah dipotong kaki depan kambing atau sapi dipotong bagian lutut kebawah digantung di anjungan sedangkan kaki belakang digantung di buritan phinisi<ref>[http://www.komodo.co.id] Phinisi tradisional asli Indonesia</ref> maknanya memudahkan saat peluncurannya seperti jalannya binatang secara normal. Selanjutnya ada upacara ''Ammossi,'' yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu dan setelah itu perahu ditarik ke laut. Pemberian pusat ini merupakan istilah yang didasarkan pada kepercayaan bahwa perahu ialah 'anak' punggawa atau ''Panrita Lopi'' sehingga dengan demikian berdasarkan kepercayaan maka upacara ''Ammossi'' merupakan simbol pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir. Ketika pinisi sudah mengapung di laut, barulah dipasang layar dan dua tiang. Layarnya berjumlah tujuh. Kapal yang diluncurkan biasanya sudah siap dengan awaknya. Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik. Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa, atau lebih tepatnya mantra, pun diucapkan.
Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik. Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa, atau lebih tepatnya mantra, pun diucapkan.
 
== Jenis kapal pinisi ==
Ada beberapa jenis kapal pinisi, namun yang pada umumnya pinisi ada 2 jenis :
#'''Palari''' adalah bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba. Biasanya dikemudikan dengan 2 kemudi (''rudder'') samping di buritan. Jenis yang sudah bermesin juga dilengkapi kemudi di belakang baling-baling, tetapi kebanyakan kapal pinisi bermesin menggunakan lambung jenis lambo.
# '''Lamba''' atau '''lambo'''. Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan sekarang dilengkapi dengan motor diesel (PLM). Menggunakan 1 kemudi tengah, namun beberapa ada yang memiliki 2 kemudi samping sebagai hiasan.
# Palari adalah bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.
 
== Pinisi Masa Kini ==