Ibnu Batutah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 108:
Sang Sultan adalah orang yang tidak tetap pendiriannya, bahkan untuk ukuran masa itu. Akibatnya, nasib Ibnu Batutah terombang-ambing tak menentu selama enam tahun. Kadang-kadang ia dianggap sebagai abdi tepercaya, namun tidak jarang pula dicurigai sebagai seorang musuh dalam selimut. Niatnya untuk angkat kaki dari negeri itu dengan alasan menunaikan ibadah haji pun digagalkan oleh sultan. Kesempatan untuk meninggalkan Delhi akhirnya tiba pada 1341, manakala serombongan utusan [[Dinasti Yuan|wangsa Yuan]] dari Tiongkok datang menghadap sultan untuk meminta izin membangun kembali sebuah wihara di Himalaya yang ramai dikunjungi para peziarah Tionghoa.{{efn|Menurut ''Ar-Rihlah'', Ibnu Batutah meninggalkan Delhi pada 17 Safar 743 H atau 22 Juli 1342 M.{{sfn|Gibb|Beckingham|1994|p=775 Jld. 4}}{{sfn|Defrémery|Sanguinetti|1858|p=[https://books.google.com/books?id=AdUOAAAAQAAJ&pg=PA4 4 Jld. 4]}} Menurut Dunn, tarikh ini agaknya keliru, dan agar selaras dengan riwayat perjalanan ke Maladewa, ia memperkirakan bahwa Ibnu Batutah meninggalkan Delhi pada 1341.{{sfn|Dunn|2005|p=238 Keterangan 4}}}}<ref name="berkeley">{{cite web|url=http://orias.berkeley.edu/resources-teachers/travels-ibn-battuta/journey/escape-delhi-maldive-islands-and-sri-lanka-1341-1344|title=The Travels of Ibn Battuta: Escape from Delhi to the Maldive Islands and Sri Lanka: 1341 - 1344|publisher=orias.berkeley.edu|accessdate=12 Januari 2017|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20170116143959/http://orias.berkeley.edu/resources-teachers/travels-ibn-battuta/journey/escape-delhi-maldive-islands-and-sri-lanka-1341-1344|archivedate=16 Januari 2017|df=dmy-all}}</ref>
 
Ibnu Batutah diutus sebagai duta besar Kesultanan Delhi ke Negeri Tiongkok, namun dalam perjalanperjalanan menuju daerah pesisir untuk berlayar ke Tiongkok, rombongan besar perutusan Delhi yang dipimpinnya diserang oleh segerombolan penjahat.<ref>{{harvnb|Dunn|2005|p=215}}; {{harvnb|Gibb|Beckingham|1994|p=777 Jld. 4}}</ref> Ibnu Batutah terpisah dari rombongan perutusan dan dirampok habis-habisan sampai nyaris kehilangan nyawa.<ref>{{harvnb|Gibb|Beckingham|1994|pp=773–782 Jld. 4}}; {{harvnb|Dunn|2005|pp=213–217}}</ref> Sepuluh hari kemudian, ia bertemu kembali dengan rombongan perutusan, dan melanjutkan perjalanan menuju [[Khambhat|Bandar Khambat]] yang kini berada dalam wilayah Negara Bagian [[Gujarat]] di India. Dari Khambat, rombongan perutusan berlayar menuju [[Kozhikode|Bandar Kalikut]] (sekarang Kozikod), bandar yang kelak disinggahi penjelajah Portugis, [[Vasco da Gama]], dua abad kemudian. Di Kalikut, Ibnu Batutah dijamu sebagai tamu [[Zamorin dari Calicut|Zamorin]] (Raja Kalikut).{{sfn|Aiya|1906|p=328}} Ketika berkunjung ke sebuah mesjid di tepi pantai, tiba-tiba turun badai besar yang menenggelamkan salah satu dari kapal-kapal rombongan perutusan.<ref>{{harvnb|Gibb|Beckingham|1994|pp=814–815 Jld. 4}}</ref> Kapal perutusan lainnya, yang melanjutkan pelayaran tanpa Ibnu Batutah, dirampas oleh seorang raja pribumi [[Sumatra]] beberapa bulan kemudian.
 
Karena takut dinilai gagal menunaikan tugas, Ibnu Batutah tidak kembali ke Delhi, tetapi tinggal selama beberapa waktu di kawasan selatan India di bawah perlindungan Sultan Jamaludin, penguasa Kesultanan [[Nawayat]] yang kecil namun kuat di tepi [[Sungai Syarawati]] yang bermuara ke [[Laut Arab]]. Daerah ini sekarang bernama Hosapattana, di Bandar [[Honnavar]], [[tehsil|distrik administratif]] [[Uttara Kannada]]. Ketika Kesultanan Nawayat tumbang, Ibnu Batutah tidak punya pilihan lain kecuali angkat kaki dari India. Meskipun sangat ingin berkelana ke Negeri Tiongkok, Ibnu Batutah justru berlayar ke [[Kepulauan Maladewa]] dan bekerja sebagai kadi.<ref>{{Cite news|url=https://www.theguardian.com/books/2002/dec/21/featuresreviews.guardianreview2|title=Review: The Travels of Ibn Battutah edited by Tim Mackintosh-Smith|last=Buchan|first=James|date=2002-12-21|work=The Guardian|access-date=12 Juni 2017|language=en-GB|issn=0261-3077|deadurl=no|archiveurl=https://web.archive.org/web/20171207085518/https://www.theguardian.com/books/2002/dec/21/featuresreviews.guardianreview2|archivedate=7 Desember 2017|df=dmy-all}}</ref>