Oerip Soemohardjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
→‎Kehidupan awal: selamat dalam bhs Jawa adl Slamet atau Sugeng
Baris 51:
Oerip Soemohardjo lahir dengan nama Muhammad Sidik ("[[Muhammad]] Kecil"{{sfn|Zoetmulder|Robson|Darusupapta|Supriyitna|2006|p=1085}}) di rumah keluarganya di [[Sindurjan, Purworejo, Purworejo|Sindurjan]], [[Purworejo]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 22 Februari 1893.{{sfn|Pemerintah Kota Jakarta, Oerip Soemohardjo}} Ia adalah putra pertama dari pasangan Soemohardjo, seorang kepala sekolah dan putra tokoh [[Muslim]] setempat, dan istrinya, {{efn|Namanya tidak disebutkan.{{sfn|Imran|1983|p=3}}}} putri dari Raden Tumenggung Widjojokoesoemo, [[bupati]] [[Trenggalek]];{{sfn|Imran|1983|p=2}} pasangan ini kemudian memiliki dua putra lagi, Iskandar dan Soekirno,{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=13–15}} serta tiga orang putri.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=30–36}} Putra-putranya sebagian dibesarkan oleh pembantu, dan pada usia muda Sidik mulai menunjukkan kualitas pemimpin, ia memimpin kelompok anak-anak di lingkungannya ketika memancing dan bermain [[sepak bola]]. Ketiga saudara ini bersekolah di sekolah untuk [[suku Jawa]] yang dikepalai oleh ayah mereka, oleh sebab itu mereka menerima perlakuan khusus. Hal ini menyebabkan mereka menjadi nakal dan berpuas diri.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=13–15}}
 
Pada tahun kedua sekolahnya, Sidik jatuh dari pohon [[kemiri]] dan kehilangan kesadaran.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=18–19}}{{sfn|Imran|1983|p=7}} Setelah sadar, ibunya mengirim surat kepada Widjojokoesoemo, mengungkapkan bahwa nama Sidik adalah penyebab perilaku buruknya.{{efn|Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa sebuah nama jika menunjukkan harapan yang terlalu tinggi bisa menimbulkan dampak negatif pada anak, secara umum dipercayai akan membuat anak sakit-sakitan.{{sfn|Andayani|2006|p=169}} Brigadir Jenderal [[Slamet Rijadi]] juga diubah namanya untuk alasan yang sama saat ia masih muda.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}}}} Sebagai balasan, Widjojokoesoemo menyarankan bahwa Sidik harus diganti dengan Oerip, yang berarti "selamathidup".{{sfn|Imran|1983|pp=6–7}} Saat ia sembuh, keluarganya memutuskan untuk menamainya kembali dengan nama Oerip, meskipun kelakuannya tetap saja buruk. Ia kemudian dikirim ke Sekolah Putri Belanda ({{lang|nl|''Europese Lagere Meisjesschool''}}); sekolah untuk putra sudah penuh dan orangtuanya berharap bahwa sekolah putri akan meningkatkan kemampuan Oerip dalam berbahasa Belanda, juga mengubah temperamennya.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=18–19}} Setelah belajar satu tahun di sekolah putri, Oerip menjadi lebih kalem, ia lalu dikirim ke sekolah Belanda untuk putra.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=20}} Meskipun demikian, nilai akedemiknya tetap buruk.{{sfn|Imran|1983|p=16}} Pada tahun terakhirnya di sekolah dasar, ia sering mengunjungi teman ayahnya, seorang mantan tentara yang pernah bertugas di [[Aceh]] selama dua puluh tahun, untuk mendengarkan cerita dari pria tua itu. Hal ini kemudian menginspirasi Oerip untuk bergabung dengan ''[[Koninklijk Nederlands-Indische Leger]]'' (KNIL).{{sfn|Imran|1983|pp=23–25}}
 
Setelah lulus ujian calon pegawai negeri{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=21}} dan persiapan selama beberapa bulan, Oerip pindah ke [[Magelang]] pada tahun 1908 untuk melanjutkan pendidikan ke [[OSVIA|Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi]] ({{lang|nl|''Opleidingsschool Voor Inlandse Ambtenaren''}}, atau OSVIA);{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=23–26}} orangtuanya ingin Oerip menjadi bupati seperti kakeknya.{{sfn|Imran|1983|p=14}} Setahun kemudian, adik-adiknya menyusulnya ke OSVIA.{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|p=27}} Setelah ibunya meninggal dunia pada tahun 1909, Oerip tenggelam dalam depresi selama berbulan-bulan{{sfn|Soemohardjo-Soebroto|1973|pp=30–36}} dan berubah menjadi penyendiri.{{sfn|Imran|1983|p=20}}