Ismail dari Siak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Palladin911 (bicara | kontrib)
pemeriksaan + update transklusi templat
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 11:
|native_lang1 =
|native_lang1_name1=
|predecessor 1= [[MahmudMuhammad dari Siak|RajaSultan MahmudMuhammad]]
|successor 1= [[Muhammad AliAlamuddin dari Siak|RajaSultan MuhammadAlamuddin AliSyah]]
|predecessor 2 = [[Muhammad Ali dari Siak|RajaSultan Muhammad Ali]]
|successor 2 = [[Yahya dari Siak|RajaSultan Yahya]]
|suc-type =
|spouse 1 =
Baris 30:
|dynasty =[[Mauli]]
|royal anthem =
|father = [[Muhammad dari Siak|Sultan Muhammad]]
|father =
|mother =
|date of birth =
Baris 37:
|place of death =[[Berkas:Id-siak1.GIF|23px]] [[Siak]]
|date of burial =
|place of burial =
|}}
'''Yang Dipertuan Besar Ismail Syah''' atau '''Sultan Ismail Abdul Jalil Syah''' dari [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Siak Sri Inderapura]], merupakan putra dari [[MahmudMuhammad dari Siak|RajaSultan MahmudMuhammad]], [[Yang Dipertuan Besar Siak]].
 
== Naik Tahta ==
Sepeninggal Raja Mahmud, [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]] diperebutkan oleh Raja Ismail dan Raja Muhammad Ali. Karena dukungan Belanda, suksesi ini dimenangi oleh Raja Muhammad Ali. Kemudian Raja Ismail memilih untuk berkelana di lautan.<ref>Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', MBRAS. A. Flicher, Les Etats princiers des Indes néerlandaises, Dreux 2009</ref> Pada tahun 1761, Raja Ismail pergi ke Siantan dan disini ia memperoleh dukungan dari [[Orang Laut]]. Setelah memiliki kekuatan serta dukungan Orang Laut, ia mengontrol perdagangan timah di [[Pulau Bangka]] dan menyerang [[Kesultanan Mempawah]] di [[Kalimantan Barat]].
[[Muhammad dari Siak|Sultan Muhammad]] mangkat pada tahun 1760 dan diangkatlah putranya, Tengku Ismail sebagai pengganti dengan gelar ''Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah''. Sultan Ismail mempertahankan sepupunya [[Muhammad Ali dari Siak|Tengku Muhammad Ali]] pada posisi panglima besar yang telah dijabatnya semenjak ayahanda sultan masih hidup.<ref>Muchtar Lutfi, Suwardi MS, dkk (1998/ 1999), ''Sejarah Riau'', Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau.</ref> Berita kemangkatan sultan Muhammad membuat Belanda girang, karena pada masa transisi itulah mereka dapat mencari celah untuk memasukkan pengaruh mereka atas Siak. Walaupun telah berkali-kali gagal, Belanda akhirnya dapat membujuk [[Alamuddin dari Siak|Tengku Alam]] untuk mendapatkan tahta dengan jaminan bahwa Belanda tidak akan mencampuri urusan keluarga kerajaan kelak.<ref>Amir Lutfi (1991), ''Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan: Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901 - 1942'', Susqa Press Pekanbaru.</ref>
 
Ketika armada Belanda menyerang Mempura tahun 1761, armada perang [[Kesultanan Siak Sri Inderapura|Siak]] yang gagah berani dipimpin oleh panglima besar Muhammad Ali. Belanda telah melakukan persiapan dengan kapal-kapal perang besar. Pasukan Siak berhasil didesak hingga ke pinggir kota [[Mempura, Siak|Mempura]]. Di sinilah terjadi pertempuran habis-habisan dari pahlawan-pahlawan Siak. Armada Siak hanya menggunakan rakit berapi-api dan kapal-kapal berisi mesiu dalam menghadapi Belanda. Namun, semangat ''jihad fi sabilillah'' mereka tidak surut. Dengan persenjataan terbatas tersebut, mereka berhasil menenggelamkan beberapa kapal Belanda. Belanda kewalahan dan mengeluarkan senjata terakhir mereka, Tengku Alamuddin yang mengirimkan surat kepada [[Ismail dari Siak|Sultan Ismail]] dan putranya, panglima besar Muhammad Ali. Maka, demi mendengar bahwa Tengku Alam berada di pihak Belanda, pertempuran pun dihentikan dan Tengku Alam didampingi Belanda berhasil masuk ke ibukota<ref>Muchtar Lutfi, Suwardi MS, dkk (1998/ 1999), ''Sejarah Riau'', Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau.</ref>
Pada tahun 1779 Raja Ismail mengambil alih kedudukan [[Yang Dipertuan Besar Siak]] dari sepupunya Raja Muhammad Ali.<ref>Timothy P. Barnard, Texts, Raja Ismail and Violence: Siak and the Transformation of Malay Identity in theEighteenth Century, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 3 (Oct., 2001), pp. 331-342.</ref> Ia berkuasa hingga tahun 1781 sebelum akhirnya digantikan oleh [[Yahya dari Siak|Sultan Yahya]].
 
== Turun Tahta dan Berkelana ==
SepeninggalSultan RajaIsmail menyerahkan tahta kepada pamannya Tengku MahmudAlam, [[Kesultanankarena Siakwasiat Sriayahandanya Inderapura]]sebelum diperebutkanwafat olehyang Rajaberbunyi: Ismail''Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan Rajapenjajah Muhammaditu. Dan janganlah melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga Alisendiri. KarenaSerta dukunganapabila Belandapamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, suksesiserahkanlah tahta kerajaan Siak ini dimenangikepada olehpamanmu Raja MuhammadAlamuddin''<ref>OK. Nizami Jamil dkk (2001), ''Sejarah Kerajaan Siak'', AliCV. Sukabina Pekanbaru terbitan LAM Kab. Siak.</ref>. Kemudian RajaSultan Ismail memilih untuk berkelana di lautan.<ref>Cave, J., Nicholl, R., Thomas, P. L., Effendy, T., (1989), ''Syair Perang Siak: a court poem presenting the state policy of a Minangkabau Malay royal family in exile'', MBRAS. A. Flicher, Les Etats princiers des Indes néerlandaises, Dreux 2009</ref> Pada tahun 1761, RajaSultan Ismail pergi ke Siantan dan disini ia memperoleh dukungan dari [[Orang Laut]]. Setelah memiliki kekuatan serta dukungan Orang Laut, ia mengontrol perdagangan timah di [[Pulau Bangka]] dan menyerang [[Kesultanan Mempawah]] di [[Kalimantan Barat]]. Tindak-tanduknya di lautan tersebut membuat perdagangan Belanda menjadi kacau dan merugi. Makanya, Belanda tidak mengabulkan permintaan Sultan Ismail yang hendak merebut tahta Siak tahun 1768<ref>Muchtar Lutfi, Suwardi MS, dkk (1998/ 1999), ''Sejarah Riau'', Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau.</ref>.
 
== Mengklaim Tahta Kembali ==
Setelah dukungan yang dimilikinya menjadi kuat, Sultan Ismail mulai menyerang pusat kekuasaan Siak. Serangannya dapat dipukul mundur pada tahun 1773. Tiga tahun setelahnya, secara terang-terangan ia mengklaim diri sebagai pewaris mahkota Siak yang sah dengan memakai gelar lamanya ''Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah''. Pada tahun 1778 ia menetap di [[sungai Rokan]] dan berusaha melobi penguasa [[Panai]], [[Kesultanan Asahan|Asahan]] dan [[Batubara]] namun tidak membuahkan hasil. Meski demikin, pengikutnya di Siak bertambah banyak. Serangan habis-habisan kembali dilakukan pada tahun 1779 dan kali ini berhasil merebut ibukota Siak. Sultan Muhammad Ali terpaksa berundur ke Petapahan mencari perlindungan dari Syarif Bendahara, namun tidak dikabulkan. Akhirnya, ia kembali ke ibukota dan menyerahkan diri kepada sepupunya itu. Sultan Ismail lalu mengampuninya dan melantiknya menjadi Raja Muda.<ref>Muchtar Lutfi, Suwardi MS, dkk (1998/ 1999), ''Sejarah Riau'', Biro Bina Sosial Setwilda Tk. I Riau.</ref> <ref>Timothy P. Barnard, Texts, Raja Ismail and Violence: Siak and the Transformation of Malay Identity in theEighteenth Century, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 32, No. 3 (Oct., 2001), pp. 331-342.</ref> Ia berkuasa hingga tahun 1781 sebelum akhirnya digantikan oleh [[Yahya dari Siak|Sultan Yahya]].
 
== Rujukan ==
Baris 56 ⟶ 63:
{{S-start}}
{{Succession box
|before = [[MahmudMuhammad dari Siak|RajaSultan MahmudMuhammad]]
|title = [[Sultan Siak Sri Inderapura]]
|years = 1761
|after = [[Muhammad AliAlamuddin dari Siak|RajaSultan MuhammadAlamuddin AliSyah]]
}}
{{S-end}}
{{S-start}}
{{Succession box
|before = [[Muhammad Ali dari Siak|RajaSultan Muhammad Ali]]
|title = [[Sultan Siak Sri Inderapura]]
|years = 1779 - 1781
|after = [[Yahya dari Siak|RajaSultan Yahya]]
}}
{{S-end}}