Sunda Kelapa: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k clean up
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
:''Sunda Kelapa juga merupakan nama dari '''[[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]''' sebelum tahun 1527.''
[[Berkas:Pelabuhan_Haven_Batavia_Tempo_Doeloe.jpg|right|thumb|Sunda Kelapa sekitar pertengahan abad ke-20.]]
'''Sunda Kelapa''' ([[Bahasa Sunda|Sd.]] ''Sunda Kalapa'', ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ) adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di [[Jakarta]], [[Indonesia]]. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, [[Penjaringan, Jakarta Utara|kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara]].
 
Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]]. Kala itu Kalapa, nama aslinya, merupakan pelabuhan sunda kalapa [[Kerajaan Sunda]] atau yang lebih dikenal saat itu sebagai Kerajaan Pajajaran yang beribukota di [[Pakuan Pajajaran]] (sekarang kota [[Bogor]]) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada [[abad ke-16]], sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Pajajaran, yaitu kerajaan [[Tarumanagara]]. Kerajaan [[Tarumanagara]] pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan [[Sriwijaya]] dari Sumatera.{{fact}}
 
== Sejarah ==
Baris 9:
 
=== Masa Hindu-Buddha ===
Menurut penulis Portugis [[Tomé Pires]], Kalapa adalah pelabuhan terbesar di Jawa Barat, selain [[Kerajaan Sunda|Sunda]] (Banten), [[Pontang]], [[Cigede]], [[Tamgara]] dan [[Cimanuk]] yang juga dimiliki Pajajaran.<ref>Supratikno Rahardjo et al (1996:21) </ref> Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut ''Kalapa'' dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama ''Dayo'' (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti kota) dalam tempo dua hari.<ref>(ibidem 1996:23)</ref>
 
Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak [[abad ke-5]] dan saat itu disebut Sundapura. Pada [[abad ke-12]], pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan [[lada]] yang sibuk milik [[Kerajaan Sunda]], yang memiliki ibukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi [[Kota Bogor]]. Kapal-kapal asing yang berasal dari [[Tiongkok]], [[Jepang]], [[India]] Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti [[porselen]], [[kopi]], [[sutra]], [[kain]], wangi-wangian, [[kuda]], [[anggur]], dan zat warna untuk ditukar dengan [[rempah-rempah]] yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Baris 16:
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di [[Semenanjung Malaka]]. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.
 
[[Tome Pires]], salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari [[Sumatra]], [[Kesultanan Malaka| Malaka]], Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
 
Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan ''lanchara'', yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.<ref>Supratikno Rahardjo (1996:26).</ref>
Baris 34:
Sekitar tahun [[1859]], Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota [[Batavia]] saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), apalagi sejak dibukanya [[terusan Suez|Terusan]] [[Suez]] pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu [[Batavia]] juga bersaing dengan [[Singapura]] yang dibangun [[Raffles]] sekitar tahun [[1819]].
 
Maka dibangunlah pelabuhan samudera [[Tanjung Priok]], yang jaraknya sekitar 15&nbsp; km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan [[kereta api]] pertama ([[1873]]) antara [[Batavia]] - Buitenzorg ([[Bogor]]). Empat tahun sebelumnya ([[1869]]) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.
 
Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar [[Menara Syahbandar]] yang ditinggali para elit [[Belanda]] dan [[Eropa]] menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling [[Batavia]] bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.
Baris 42:
 
== Sunda Kelapa dewasa ini ==
[[Berkas:Old harbour of Jakarta, 2005harbour2.jpgJPG|right|thumb|250px|Sunda Kelapa masa kini]]
[[Berkas:Watchtower Sunda Kelapa.jpg|right|thumb|250px|Menara pengawas Sunda Kelapa]]
 
Baris 59:
 
== Rujukan ==
* {{en}} Jan Gonda, 1951, ''Sanskrit in Indonesia''.
* {{id}} Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas, 2000, ''Galangan Kapal Batavia selama tiga ratus tahun''. Jakarta:Cipta Loka Caraka/Sunda Kelapa Lestari
* {{id}} Supratikno Rahardjo et al., 1996, ''Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan Penelitian''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
Baris 66:
== Pranala luar ==
{{commons cat|Sunda Kelapa}}
* {{id}} [https://www.makintahu.com/pelabuhan-sunda-kelapa-spot-wisata-instagramable/ Pelabuhan Sunda Kelapa Spot Wisata Instagramable]
* {{id}} [http://www.jakartautara.com/ Portal Berita dan Informasi Jakarta Utara]
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/25/0903.htm Menyusuri Kota Tua Jakarta, Pikiran Rakyat]
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/18/metro/754153.htm Pelabuhan Sunda Kelapa yang Terabaikan]