Serat Kalatidha: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
RXerself (bicara | kontrib)
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Baris 45:
|}
</center>
 
== Serat Kalatidha ==
PUPUH
 
SINOM
 
1
 
.Mangkya darajating praja, Kawuryan wus sunyaturi, Rurah pangrehing ukara, Karana tanpa palupi, Atilar silastuti, Sujana sarjana kelu, Kalulun kala tida, Tidhem tandhaning dumadi, Ardayengrat dene karo ban rubeda.
 
Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin merosot. Situasi (keadaan tata  negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi. Sudah banyak yang meninggalkan petuah - petuah/aturan -aturan lama. Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu - raguan). Suasananya mencekam. Karena dunia  penuh dengan kerepotan.
 
2.
 
Ratune ratu utama, Patihe patih linuwih, Pra nayaka tyas raharja, Panekare becik-becik,  Paranedene tan dadi, Paliyasing Kala Bendu, Mandar mangkin andadra, Rubeda angrebedi, Beda-beda ardaning wong saknegara.
 
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka pemuka masyarakat baik, namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan. Oleh karena daya  jaman Kala Bendu. Bahkan kerepotan-repotan makin  menjadi-jadi. Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
 
3.
 
Katetangi tangisira, Sira sang paramengkawi, Kawileting tyas duhkita, atamen ing ren wirangi, Dening upaya sandi, Sumaruna angrawung, Mangimur manuhara, Met pamrih melik pakolih, Temah suka ing karsa tanpa wiweka.
 
Waktu itulah perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan, mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang. Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
 
4.
 
Dasar karoban pawarta, Bebaratun ujar lamis, Pinudya dadya pangarsa, Wekasan malah kawuri, Yan pinikir sayekti, Mundhak apa aneng ngayun, Andhedher aluputan,
 
Siniraman banyu lali, Lamun tuwuh dadi kekembanging beka.
 
Persoalannya hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu. Akan ditempatkansebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar, bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali. Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ? Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja. Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
 
5.
 
Ujaring panitisastra, Awewarah asung peling, Ing jaman keneng musibat, Wong ambeg  jatmika kontit, Mengkono yen ni teni, Pedah apa amituhu, Pawarta lolawara, Mundhuk  angreranta ati, Angurbaya angiket cariteng kuna.
 
Menurut buku Panitisastra (ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan. Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai. Demikianlah  jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
 
6.
 
Keni kinarta darsana, Panglimbang ala lan becik, Sayekti akeh kewala, Lelakon kangdadi tamsil, Masalahing ngaurip, Wahaninira tinemu, Temahan anarima, Mupus pepesthening takdir Puluh-Puluh anglakoni kaelokan.
 
Membuat kisah lama ini dapat dipakai kaca benggala, guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul. Sebenarnya banyak sekali contoh-contoh dalam kisah-kisah  lama, mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya "nrima" dan  menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan. Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
 
7.
 
Amenangi jaman edan,  Ewuh aya ing pambudi, Milu edan nora tahan, Yen tan milu anglakoni, Boya kaduman melik, Kaliren wekasanipun, Ndilalah karsa Allah, Begja-begjane kang lali, Luwih begja kang eling lawan waspada.
 
Hidup didalam jaman edan, memang repot. Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat
 
menderita kelaparan. Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun jugawalaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang
 
senantiasa ingat dan waspada.
 
8.
 
Semono iku bebasan, Padu-padune kepengin, Enggih mekoten man Doblang, Bener ingkang angarani, Nanging sajroning batin, Sejatine nyamut-nyamut, Wis tuwa arep apa, Muhung mahas ing asepi, Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma.
 
Yah segalanya itu sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ? Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian. Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua, apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
 
9.
 
Beda lan kang wus santosa, Kinarilah ing Hyang Widhi, Satiba malanganeya, Tan susah ngupaya kasil, Saking mangunah prapti, Pangeran paring pitulung, Marga samaning titah, Rupa sabarang pakolih, Parandene maksih taberi ikhtiyar
 
Lain lagi bagi yang sudah kuat. Mendapat rakhmat Tuhan. Bagaimanapun nasibnyaselalu baik. Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah. Namun demikian masih juga berikhtiar.
 
10.
 
Sakadare linakonan, Mung tumindak mara ati, Angger tan dadi prakara, Karana riwayat muni, Ikhtiyar iku yekti, Pamilihing reh rahayu, Sinambi budidaya, Kanthi awas lawan eling, Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma.
 
Apapun dilaksanakan. Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak menimbulkan persoalan. Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib  ikhtiar, hanya harus memilih jalan yang baik. Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
 
11.
 
Ya Allah ya Rasulullah, Kang sipat murah lan asih, Mugi-mugi aparinga, Pitulung ingkang martaniIng alam awal akhir, Dumununging gesang ulun, Mangkya sampun awredha, Ing wekasan kadi pundiMula mugi wontena pitulung Tuwan.
 
Ya Allah ya Rasulullah, yang bersifat murah dan asih, mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini. Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana. Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
 
12.
 
Sageda sabar santosa, Mati sajroning ngaurip, Kalis ing reh aruraha, Murka angkara sumingkir, Tarlen meleng malat sih, Sanityaseng tyas mematuh, Badharing sapudhendha, Antuk mayar sawetawis, borong angga sawarga mesi martaya.
 
Mudah-mudahan kami dapat sabar dan sentosa, seolah-olah dapat mati didalam hidup. Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan. Biarkanlah kami hanya
 
memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya. Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
 
== ''Serat Kalatidha'' di Leiden ==