Lamin Telihan, Kenohan, Kutai Kartanegara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Uraian
k Uraian
Baris 13:
Lamin Telihan adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kenohan, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
 
Etimologi.
Mata pencaharian penduduk di daerah ini adalah bertani (padi/ubi kayu/nanas), berkebun(Kelapa Sawit), Beternak (Sarang Burung Walet), beberapa penduduk sebagai PNS dan di Perusahan Swasta sekitarnya.
 
Lamin Telihan berasal dari dua kata "Lamin" dan "Telihan". Lamin sendiri berarti Rumah Panjang khas Dayak. Sebenarnya Lamin sendiri dalam bahasa setempat adalah (Lu'ud). Sedangkan Telihan berasal dari nama Sungai yang mengairi tengah desa yaitu Sungai Telian't. Telihan (Telian't) juga dalam bahasa penduduk setempat adalah Kayu Ulin. Jadi Lamin Telihan bisa mengacu kepada Lamin (Lu'ud) yang terbuat dari Telihan (Telian't)/Kayu Ulin. Konon ceritanya, ada Lamin Telihan (Lu'ud) sebagai tempat menginapnya seluruh keluarga. Tetapi kini Lamin (Lu'ud) itu telah tiada oleh karena pada waktu itu adanya peristiwa pembakaran dan pembunuhan yang menyebabkan musnahnya Lamin tersebut. Hal yang unik lagi, nama desa ini ini terdiri atas dua sebutan sebenarnya, yaitu Lamin Telihan dan Berambai. Jadi tidak heran beberapa nama tempat lahir mereka yang berasal dari tempat ini berbeda, padahal satu desa. Nama Berambai sendiri berasal dari dua kata. Pertama, Berambai berasal dari nama Sungai yang mengairi, wilayah seberang desa Lamin Telihan. Jadi Sungai Berambai dan Sungai Telihan dipertemukan pada sebuah Muara pada awal masuk Desa Lamin Telihan.
Hampir 100% penduduk yang mendiami desa ini adalah Suku Dayak Tunjung (Tonyoi). Ada beberapa dari Suku Dayak lainnya, Suku Kutai, Suku Jawa, Suku Batak, Suku Timor, karena kawin campur dengan suku asli setempat.
 
Kedua, nama Berambai bisa berasal dari kata setempat, "brambai", jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia memiliki arti "berhantu". Kadang juga disebut "Lu'ud Mahara" yang bisa berarti "Lamin di Muara".
 
Mata pencaharian penduduk di daerah ini adalah berladang padi, tetapi terbilang sangat sedikit karena kondisi tanah yang banyak mengandung pasir. Selain itu berkebun ubi kayu dan nanas. Pada masa awalnya, sebenarnya mata pencaharian penduduk setempat berkebun ubi kayu dan nanas. Tetapi kini, setelah ada produk perkebunan masuk, ada beberapa penduduk berkebun Kelapa sawit. Selain itu juga banyak penduduk beternak (Walet), beberapa penduduk sebagai PNS dan bekerja di Perusahan Swasta sekitarnya.
 
Hampir 100% penduduk yang mendiami desa ini adalah Suku Dayak Tunjung (Tonyoi). Ada beberapa dari Suku Dayak lainnya, Suku Kutai, Suku Jawa, Suku Batak, Suku Timor, karena kawin campur dengan suku asli setempat. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Tunjung. Bahasa lain kadang yang juga dipakai bahasa Kutai dan bahasa Indonesia
 
Pemerintahan :