Parahyangan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
k cleanup using AWB using AWB
Baris 3:
{{redirect3|Priangan|'''Priangan''' juga merupakan singkatan dari [[Portal Informasi Harga Pangan]]}}
 
'''Parahyangan''' atau '''Priangan''' ([[Bahasa Belanda]]: '''Preanger''') adalah wilayah bergunung-gunung di [[Jawa Barat]] di mana kebudayaan Sunda merupakan kebudayaan yang dominan di wilayah tersebut. Wilayah Priangan secara tradisional mencakup Kabupaten [[Ciamis]], [[Tasikmalaya]], [[Garut]], [[Sumedang]], [[Cimahi]], [[Bandung]], [[Cianjur]], [[Sukabumi]] dan [[Bogor]].
 
== Etimologi ==
'''Priangan''' atau '''Parahyangan''' sering diartikan sebagai tempat para ''rahyang'' atau ''[[hyang]]''. Masyarakat [[Orang Sunda|Sunda]] kuno percaya bahwa [[roh]] [[leluhur]] atau para [[dewa]] menghuni tempat-tempat yang luhur dan tinggi, maka wilayah pegunungan dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Berasal dari gabungan kata ''pa-rahyang-an''; ''pa'' menunjukkan bentuk awalan pa dalam basa Sunda yang bermakna tempat, ''Rahyang'' atau ''hyang'' atau ''yang'' adalah sebutan untuk raja agung atau dewa, sedangkan akhiran ''-an'' menunjukkan bentuk kata benda dari kata 'Parahyangan' yang berarti 'tempat dewa-dewa'. Awalan Pa juga diserap oleh Bahasa Indonesia menjadi Pe. Contoh lain dalam Basa Sunda nama tempat Palimanan (berarti tempat gajah, liman=gajah) karena dilokasi itu ada tempat perawatan gajah untuk pasukan kerajaan. Padurenan sebuah tempat di Bekasi juga punya makna yang sama. Lidah Jakarta melafalkannya menjadi Pedurenan, Patukangan jadi Petukangan, Patagogan jadi Petogogan, dan lain-lain.{{Citation needed|date=June 2010}}, jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Sejak zaman [[Kerajaan Sunda]], wilayah jajaran pengunungan di tengah [[Jawa Barat]] dianggap sebagai kawasan suci tempat hyang bersemayam. Menurut legenda Sunda, tanah Priangan tercipta ketika para dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya. Kisah ini bermaksud untuk menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur.
 
== Geografi ==
Wilayah Priangan di Jawa Barat saat ini mencakup Kabupaten [[Sukabumi]], [[Cianjur]], [[Bandung]], [[Bandung Barat]], [[Majalengka]], [[Sumedang]], [[Garut]], [[Tasikmalaya]], [[Pangandaran]], dan [[Ciamis]], yang luasnya mencapai sekitar seperenam [[pulau Jawa]] (kurang lebih 21.524 km persegi). Bagian utara Priangan berbatasan dengan [[Bogor]], [[Karawang]], [[Purwakarta]], [[Subang]] dan [[Indramayu]]; sebelah selatan dengan [[Samudera Hindia]]; dengan [[Jawa Tengah]] di sebelah timur dibatasi oleh sungai [[Ci Sanggarung]] dan [[Ci Tanduy]]; di barat berbatasan dengan [[Kabupaten Lebak]] ([[Banten]]).
 
Sebagian besar relief tanah daerah Priangan merupakan dataran tinggi, perbukitan dan rangkaian gunung: [[Gunung Gede]], [[Gunung Pangrango]], [[Gunung Ciremai]] (berbatasan dengan [[Kabupaten Kuningan]]), [[Gunung Kancana]], [[Masigit|Gunung Masigit]] (Cianjur), [[Gunung Salak]], [[Gunung Halimun]] (berbatasan dengan Banten); [[Gunung Tangkuban Perahu]], [[Gunung Burangrang]], [[Malabar|Gunung Malabar]], [[Gunung Bukit Tunggul]] (Bandung); [[Gunung Tampomas]], [[Gunung Calancang]], [[Gunung Cakra Buana]] (Sumedang); [[Gunung Guntur]], [[Gunung Haruman]], [[Gunung Talagabodas]], [[Gunung Karacak]], [[Gunung Galunggung]] (Garut); [[Gunung Cupu]], [[Gunung Cula Badak]], [[Gunung Bongkok]] (Tasikmalaya); [[Gunung Syawal]] (Ciamis). Dikarenakan bentang alamnya yang kaya akan rangkaian gunung berapi dan banyak dialiri sungai, wilayah Priangan adalah wilayah yang sangat subur.
 
== Sejarah ==
Sebelum jatuh ke dalam kekuasaan [[Mataram]], wilayah Priangan mencakup wilayah antara sungai [[Cipamali]] di sebelah timur dan sungai [[Cisadane]] di sebelah barat, kecuali wilayah [[Pakuan Pajajaran]] dan [[Cirebon]]. Setelah kekuasaan [[Kerajaan Sunda]] di [[Pakuan]] diruntuhkan oleh [[Kesultanan Banten]] ([[1579]]/[[1580]]), wilayah peninggalannya terbagi ke dalam dua kekuasaan: [[Kerajaan Sumedang Larang]] dan [[Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh|Kerajaan Galuh]]. Sumedang Larang yang pusat pemerintahannya di Kutamaya (wilayah barat Kota Sumedang saat ini) dipimpin oleh [[Prabu Geusan Ulun]] ([[1580]]-[[1608]]).
 
=== Takluk ke Mataram ===
Sepeninggal [[Prabu Geusan Ulun]], kekuasaan Sumedang Larang diwariskan kepada anak tirinya, Raden [[Aria Suriadiwangsa]] ([[1608]]-[[1624]]). Tahun [[1620]], karena terjepit oleh tiga kekuasaan (Mataram di timur, Banten dan [[VOC|Kompeni]] di barat), Aria Suriadiwangsa memilih menyerahkan diri ke Mataram (ibunya, [[Ratu Harisbaya]], adalah saudara Sutawijaya). sejak saat itu, Sumedang Larang diubah menjadi Kabupaten Sumedang di bawah kekuasaan [[Mataram]], demikian pula wilayah lainnya yang kemudian menjadi bawahan Mataram yang diawasi oleh Wedana Bupati Priangan. Untuk jabatan Wedana Bupati Priangan, [[Sultan Agung]] memilih Aria Suriadiwangsa dengan gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata ([[Rangga Gempol I]], [[1620]]-[[1624]]).
 
Ketika kekuasaan Priangan dipegang oleh Pangeran Rangga Gede (mewakili Rangga Gempol yang ditugaskan untuk menaklukkan daerah Sampang, Madura), Sumedang diserang Banten. Karena tidak mampu mengatasi serangan Banten, Rangga Gede kemudian ditahan di Mataram, sedangkan Priangan diserahkan kepada [[Dipati Ukur]], dengan syarat harus merebut Batavia dari VOC. Dipati Ukur saat itu menjabat Wedana Bupati Priangan di wilayah Bandung saat ini, yang membawahi wilayah Sumedang, [[Sukapura]], Bandung, [[Limbangan]], serta sebagian Cianjur, Karawang, [[Pamanukan, Subang|Pamanukan]], dan Ciasem. namun, karena gagal memenuhi syarat merebut Batavia ([[1628]]), dan sadar bahwa dirinya akan dihukum oleh Sultan Agung, Dipati Ukur berontak. Pemberontakan Dipati Ukur baru bisa dilumpuhkan pada tahun [[1632]], setelah Mataram dibantu oleh beberapa pemimpin Priangan. Jabatan Wedana Bupati Priangan selanjutnya diserahkan kembali kepada Rangga Gede.
 
Akibat pemberontakan Dipati Ukur, dalam Piagam Sultan Agung bertanggal 9 Muharam tahun Alip (menurut [[F. de Haan]], tahun Alip sama dengan tahun [[1641]] Masehi, tetapi ada beberapa keterangan lain yang menyebutkan bahwa tahun Alip identik dengan tahun [[1633]]), daerah Priangan di luar Galuh dibagi lagi menjadi empat kabupaten:
Baris 29:
Wilayah Priangan kemudian dimekarkan dengan diubahnya Karawang menjadi kabupaten mandiri, sedangkan wilayah Galuh (Priangan Timur) dibagi empat kabupaten: Utama, Bojonglopang (Kertabumi), Imbanagara, dan Kawasen.
 
Sepeninggal Sultan Agung ([[1645]]), Mataram dipimpin oleh anaknya, Sunan Amangkurat I (Sunan Tegalwangi, [[1645]]-[[1677]]). Antara tahun [[1656]]-[[1657]], wilayah '''Mataram Barat''' (Mancanegara Kilen) dibagi menjadi dua belas ''ajeg'' sekaligus menghapus wedana bupati di Priangan: Sumedang, Parakan Muncang, Bandung, Sukapura, Karawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaja ([[Kerajaan Sunda|Galuh]]), Sekacé ([[Sindangkasih, Majalengka, Majalengka|Sindangkasih]]), Banyumas, Ayah (Dayeuhluhur), jeung Banjar (Panjer).
 
'''Referensi Lain Mengenai dipati Ukur'''
Baris 57:
 
== Karesidenan Priangan ==
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1808-[[1942]]), status Priangan adalah [[karesidenan]] yang awalnya beribukota [[Cianjur]] dengan nama Belanda '''Preanger Regentschappen'''. Dikarenakan letusan [[Gunung Gede]], ibukota Karesidenan ini mulai tahun [[1864]] dipindahkan ke Bandung. Dengan masuknya Galuh (awal [[abad ke-19]]), wilayah Karesidenan Priangan bertambah: Priangan menjadi 6 kabupaten; [[Cianjur]], [[Bandung]], [[Sumedang]], [[Limbangan]], [[Sukapura]], dan [[Galuh]].
 
== Baca pula ==