Suku Rejang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah sedikit di infobox/kotak informasi.
k Menambah gambar
Baris 1:
{{Infobox ethnic group
| group = Suku Rejang
| native_name = [[Bahasa Rejang]]: Tun Jang/Tun Hɕjang
| native_name_lang =
| population = '''{{Circa|940.000|lk=yes}}''' (2018)
Baris 62:
 
====Kepercayaan Asli====
[File:Bukit Kaba.jpg|thumb|left|250px|Bukit Kaba atau biasa dikenal oleh masyarakat Rejang sebagai Tɕbo Kabɕak, adalah salah satu tempat yang spesial dalam situasi kebatinan masyarakat Rejang]]
Tidak banyak yang diketahui mengenai agama atau kepercayaan yang dianut oleh nenek moyang Rejang. Peninggalan masa kini yang paling jelas dan penting untuk menjabarkan mengenai pengalaman spiritual atau keagamaan masyarakat Rejang lama adalah tradisi ''rɕjung'' dan ''kɕdurai agung''. Kedua tradisi ini tak dapat dipisahkan satu sama lain. ''Rɕjung'' merupakan gunungan berisi hasil bumi atau makanan dan kue yang ditata sedemikian rupa. Tingginya dapat mencapai dua meter. Diduga, ''rɕjung'' menyimbolkan bentuk gunung terutama sekali merujuk pada [[Gunung Kaba|Bukit Kaba]] yang menempati posisi penting dalam suasana kebatinan masyarakat Rejang. ''Rɕjung'' biasa diadakan saat prosesi atau ritual ''kɕdurai agung'' (Kenduri Besar). ''Rɕjung'' adalah persembahan bagi dewa-dewi yang dipuja melalui ''kɕdurai agung''.
 
Kepercayaan masyarakat Rejang terhadap kekuatan supranatural di sekitarnya telah melahirkan dikotomi antara ''diwo'' dan ''nyang'' dengan ''smat''. ''Diwo'' merujuk pada dewa dan ''nyang'' merujuk pada dewi. Hampir tidak diketahui nama-nama daripada dewa dan dewi dari kepercayaan asli suku Rejang. Tapi, yang paling dikenal ialah dewi padi, dewi kesuburan yang dikenal sebagai ''Nyang Sɕrai''. ''Nyang Sɕrai'' dapat dikatakan sebagai dewi padi versi Rejang. Untuk menghormati sang dewi, masyarakat dahulu sering mengadakan persembahan berupa pemotongan hewan kurban, membakar kemenyan atau mengantar apem. Salah satu tempat paling terkenal untuk melakukan persembahan yakni [[Bingin Kuning, Lebong|Bingin Kuning]] di Lebong.
 
Adapun istilah untuk menyebut pertapaan atau persembahyangan terhadap dewa-dewi dalam bahasa Rejang yaitu ''bɕtarak''. Salah satu tempat ''bɕtarak'' yang paling utama yaitu Bukit Kaba. Bukit Kaba sejatinya terbuka untuk umum. Daerah ini adalah kawasan konservasi dan meminta izin kepada petugas di pintu masuk serta melaporkan jumlah pendaki adalah suatu kewajiban. Namun, berdasarkan kisah ''muning ra-ib'', masyarakat Rejang dari [[Dusun Curup, Curup Utara, Rejang Lebong|Dusun Curup]] dilarang pergikepergi ke Bukit Kaba untuk menghindari ''bala''.
 
Berkebalikan dengan ''diwo'' atau ''nyang'' yang dipuja oleh masyarakat, golongan ''smat'' sebaliknya sangat ditakuti, baik karena memakan korban maupun menghuni lokasi-lokasi tertentu di Tanah Rejang. Agar terhindar dari ''smat'', berdoa dan meminta izin atau permisi sebelum memasuki suatu tempat dan atau mengambil sesuatu di alam adalah hal yang wajib dilakukan. Izin dilakukan dengan mengucapkan ''stabik nik, keme nupang mɕlitas'' (permisi nenek, kami numpang melintas atau berjalan). Jenis-jenis ''smat'' dalam kepercayaan Rejang antara lain ''sɕbɕi sɕbkɕu'', ''si'amang bi'oa'', ''sumɕi'', dan ''smat la'ut''. Beberapa jenis ''smat'' yang lain berkedudukan sebagai penunggu atau ''tunggau''suatu tempat. ''Tunggau'' yang paling dikenal oleh suku Rejang yaitu ''Dung Ulau Tujuak'' atau Ular Kepala Tujuh yang berdiam di ''srawung'' atau gua di bawah air [[Danau Tes]], Kabupaten Lebong.