Kartini: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Nurhasan16 (bicara) ke revisi terakhir oleh ArdiPras95. (Twinkle (つ◕౪◕)つ━☆゚.*・。゚✨)
Tag: Pembatalan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 19:
 
== Biografi ==
[[Berkas:RM Sosroningrat.jpg|thumbjmpl|100px|leftkiri|Ayah Kartini, R.M. Sosroningrat.]]
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan ''[[priyayi]]'' atau kelas bangsawan Jawa.<ref name="jote p2"/> Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati [[Jepara]] segera setelah Kartini lahir.<ref name="jote p2"/> Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama.<ref name="jote p2"/> Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari [[Nyai]] Haji Siti Aminah dan [[Kyai]] Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.<ref name="jote p2"/> Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga [[Hamengkubuwana VI]]. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana [[Kerajaan Majapahit]].<ref name="jote p2"/> Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati [[Surabaya]] pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.<ref name="jote p2">{{cite book|title= On feminism and nationalism: Kartini's letters to Stella Zeehandelaar 1899-1903|year=2005|page=2|publisher=Monash University Press|isbn=1876924357}}</ref>
 
Baris 26:
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.<ref name="jote p2"/> Kakak Kartini, [[Sosrokartono]], adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di [[ELS]] (''Europese Lagere School''). Di sini antara lain Kartini belajar [[bahasa Belanda]]. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
 
[[Berkas:Kartini1900s.jpg|thumbjmpl|Surat Kartini - Rosa Abendanon (fragmen)]]
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman [[korespondensi]] yang berasal dari [[Belanda]]. Salah satunya adalah [[Rosa Abendanon]] yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
 
Baris 32:
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang ''[[De Locomotief]]'' yang diasuh [[Pieter Brooshooft]], ia juga menerima ''leestrommel'' (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda ''De Hollandsche Lelie''. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di ''De Hollandsche Lelie''. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal [[emansipasi]] wanita, tetapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul ''[[Max Havelaar]]'' dan ''Surat-Surat Cinta'' karya [[Multatuli]], yang pada November [[1901]] sudah dibacanya dua kali. Lalu ''De Stille Kraacht'' (''Kekuatan Gaib'') karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, ''Die Waffen Nieder'' (''Letakkan Senjata''). Semuanya berbahasa Belanda.
 
Oleh orangtuanya, Kartini dijodohkan dengan bupati [[Rembang]], K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal [[12 November]] [[1903]]. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai [[Gedung Pramuka]]. [[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het gebouw van de Kartinischool geopend op 22 juli 1918 aan de Feitweg in Buitenzorg TMnr 60002657.jpg|thumbjmpl|250px|leftkiri|Sekolah Kartini (''Kartinischool''), 1918.]] Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, [[Soesalit Djojoadhiningrat]], lahir pada tanggal [[13 September]] [[1904]]. Beberapa hari kemudian, [[17 September]] [[1904]], Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, [[Kecamatan Bulu]], [[Rembang]].
 
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh [[Van Deventer#Yayasan Kartini|Yayasan Kartini]] di [[Semarang]] pada [[1912]], dan kemudian di [[Surabaya]], [[Yogyakarta]], [[Malang]], [[Madiun]], [[Cirebon]] dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "[[Sekolah Kartini]]". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga [[Van Deventer]], seorang tokoh [[Politik Etis]].
Baris 45:
 
== Pemikiran ==
[[Berkas:Indonesia 1952 5r o.jpg|thumbjmpl|Uang kertas pecahan [[IDR]] 5 cetakan tahun 1952 dengan gambar Kartini.]]
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: ''Zelf-ontwikkeling'' dan ''Zelf-onderricht'', ''Zelf- vertrouwen'' dan ''Zelf-werkzaamheid'' dan juga ''Solidariteit''. Semua itu atas dasar ''Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid'' (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan ''[[Humanitarianisme]]'' (peri kemanusiaan) dan ''[[Nasionalisme]]'' (cinta tanah air).
 
Baris 83:
== Buku ==
* '''Habis Gelap Terbitlah Terang'''
[[Berkas:Habis gelap terbitlah terang.jpg|thumbjmpl|180px|Sampul buku versi Armijn Pane.]]
:Pada [[1922]], oleh [[Empat Saudara]], ''Door Duisternis Tot Licht'' disajikan dalam [[bahasa Melayu]] dengan judul ''Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran''. Buku ini diterbitkan oleh [[Balai Pustaka]]. [[Armijn Pane]], salah seorang sastrawan pelopor [[Pujangga Baru]], tercatat sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam ''Habis Gelap Terbitlah Terang''. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
 
Baris 101:
 
* '''Panggil Aku Kartini Saja'''
[[Berkas:Samak Pangil Aku Kartini Saja.jpg|thumbjmpl|180px|Sampul ''Panggil Aku Kartini Saja'', dikompilasi oleh [[Pramoedya Ananta Toer]].]]
:Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah ''[[Panggil Aku Kartini Saja]]'' karya [[Pramoedya Ananta Toer]]. Buku ''Panggil Aku Kartini Saja'' terlihat merupakan hasil dari pengumpulan data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
 
Baris 115:
 
== Kontroversi ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Hari Kartini TMnr 60033701.jpg|leftkiri|200px|thumbjmpl|Peringatan Hari Kartini pada tahun 1953.]]
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan [[politik etis]] di [[Hindia Belanda]], dan Abendanon termasuk yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno, jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
 
Baris 126:
== Peringatan ==
=== Hari Kartini ===
[[Berkas:Makam Kartini.jpg|rightka|180px|thumbjmpl|Makam R.A. Kartini di [[Bulu, Rembang]].]]
Presiden [[Soekarno]] mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal [[2 Mei]] [[1964]], yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai '''Hari Kartini'''.