Wikipedia:Daftar artikel hoaks di Wikipedia/Kerajaan Sindangkasih: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 7:
Sindangkasih adalah ke-Raja Mandala-an seperti tertulis dalam sejarah [[Tarumanagara|Kerajaan Tarumanagara]]. Bagi masyarakat awam seringkali menyamakan istilah ka-Mandala-an atau [[Kabuyutan]] dengan kerajaan. Serta pemimpin Mandala sering disebut Rajaresi, selain Rajamandala.
 
Para pemimpin Mandala atau dalam pandangan masyarakat umum sering disamakan dengan "Kabuyutan" adalah Guru Resi, Resi Guru atau Guruloka (dalam Kitab [[Sanghyang siksakanda ng karesian|Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian]]<ref>Atja dan Sakeh Danasasmita,Sanghyang Siksakanda ng Karesian: Naskah Sunda Kuno Tahun 1518 Masehi. 1981. Bandung: Proyek Permusieuman Jawa Barat.</ref>). Bedanya, Mandala atau Kemandalaan adalah Lemah Dewasasana yang merupakan tempat suci yang di dalam ajarannya terpengaruh Hindu-Buddha (Siwa-Buddha) sedangkan Kabuyutan termasuk Lemah Parahyangan, yaitu tempat suci ajaran [[Sunda Wiwitan|Jati Sunda]] atau [[Sunda Wiwitan]].<ref>Ayatrohaedi. "Sundakala, Cuplikan Sejarah Sunda Berdasar Naskah-naskah Panitia Wangsakerta Cirebon." Pustaka Jaya, 2005.</ref> Di tatar Pasundan terdapat 800 kabuyutan, dan 73 Mandala yang ada sering disamakan sebagai kabuyutan. Memang bisa dikatakan bahwa semua Mandala adalah kabuyutan, sedangkan tidak semua kabuyutan adalah kemandalaan.
 
Lemah Dewasasana adalah Mandala sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa, sedangkan Lemah Parahyangan adalah Mandala sebagai tempat pemujaan [[Hyang]] (Danasasmita & Anis Djatisunda, 1986:3 dalam Luthfiyani, 2017)<ref>Luthfiyani, Lulu (2017). Kamus Genggam Bahasa Sunda. Yogyakarta: Frasa Lingua. <nowiki>ISBN 978-602-6475-27-5</nowiki>.</ref>.
Baris 20:
Kisah legenda Kerajaan Sindangkasih dipimpin oleh seorang Ratu cantik bernama Nyi Rambut Kasih yang memimpin kerajaannya dengan bijaksana dan penuh dengan kemakmuran. Di Sindangkasih ini dikisahkan terdapat buah Maja.
 
Tersebutlah sebuah kisah Istri Sultan Cirebon, mengalami sakit dan setelah diterawang oleh seorang ahli keraton ternyata obatnya adalah buah maja. Utusan Cirebon datang menghadap Ratu Sindangkasih untuk meminta buah Maja sebagai obat, tetapi Sang Ratu tidak memberikannya. Sang Ratu tidak peduli dan menunjukkan rasa benci terhadap orang Cirebon.
 
Kisah ini menjadi kontroversi karena tidak menggambarkan suasana kebudayaan Sunda sama sekali. Banyak pihak menganggap ketidakmukinan adanya pengabaian dari seorang ratu Sindangkasih ketika dimintai sebutir buah Maja untuk mengobati seseorang. Suatu tindakan yang mustahil dilakukan oleh orang Sunda serta sikap yang tidak menunjukkan sikap orang Sunda. Menurut pupuhu Sunda Majalengka, hal tersebut ''"henteu Nyunda"'' tak menunjukkan layaknya perilaku Sunda. Jadi peristiwa itu ditenggarai sebagai dongeng semata.
Baris 41:
Mengutip pendapat Undang A Darsa, bahwa di Tatar Sunda terdapat 73 Mandala atau Kamandalaan. Mandala adalah kawasan perdikan (pusat pendidikan agama) di tatas Sunda. Salah satu diantaranya adalah Mandala Sindangkasih Majalengka.
 
Para pemimpin Mandala atau dalam pandangan masyarakat umum sering disamakan dengan "Kabuyutan" adalah Guru Resi, Resi Guru atau Guruloka (dalam Kitab Siksa Kanda Ng Karesian). Bedanya, Mandala atau Kemandalaan adalah Lemah Dewasasana yang merupakan tempat suci yang di dalam ajarannya terpengaruh Hindu-Buddha ([[Ajaran Siwa-Buddha|Siwa-Buddha]]) sedangkan Kabuyutan termasuk Lemah Parahyangan, yaitu tempat suci ajaran Jati Sunda atau Sunda Wiwitan. Di tatar Pasundan terdapat 800 kabuyutan, dan 73 Mandala yang ada sering disamakan sebagai [[kabuyutan]]. Memang bisa dikatakan bahwa semua Mandala adalah kabuyutan, sedangkan tidak semua kabuyutan adalah kemandalaan.
 
Lemah Dewasasana adalah Mandala sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa, sedangkan Lemah Parahyangan adalah Mandala sebagai tempat pemujaan Hyang (Danasasmita & Anis Djatisunda, 1986:3 dalam Luthfiyani, 2017).
Baris 55:
''Panyca Pasagi'' ''(Sir Budi Cipta Rasa Adeg)'' adalah lima kekuatan dalam diri manusia ''(Raga Sukma Lelembutan)'' yang merupakan dasar kekuatan untuk menimbulkan serta menentukan Tekad Ucap Lampah Paripolah Diri manusia yang akan dan harus berinteraksi dengan Sang Pencipta, Bangsa dan Negara, Ibu Bapak Leluhur, Sesama makluk hidup, dan alam kehidupan jagar raya ''(Buana Pancer Sabuder Awun)''.
 
Lokasi [[Mandala Sindangkasih]] (maksudnya kota atau kecamatan Majalengka), bukan Kabupaten Majalengka. Alasannya Mandala Sindangkasih di sebelah Tenggara dibatasi Mandala Bitunggiri yang kelak berubah menjadi [[Kerajaan Talaga Manggung]]. dan di Timur Laut berbatasan dengan Kerajaan Rajagaluh. Sebagian Selatan dan Barat Mandala Sindangkasih berbatasan dengan Cilutung dan [[Mandala Tembong Agung]] ([[Kerajaan Tembong Agung]] lalu berubah menjadi [[Mandala Himbar Buana]]). Di bagian Utara [[Mandala Sindangkasih]] dibatasi [[Mandala Wanagiri]] (Palimanan) yang juga bermetamorfosis menjadi [[Kerajaan Wanagiri]] dan [[Kerajaan Sing hapura|Kerajaan Singhapura]] (Sing Apura) [[Cirebon City|Cirebon]].
 
Bila beberapa Mandala di sekitar Sindangkasih berubah menjadi Kerajaan, maka Sindangkasih tetap menjadi Mandala Sindangkasih dengan sebutan Raja-Mandala, buka kerajaan kedatuan. Ada banyak Mandala dan Kabuyutan yang tetap menjadi pusat keagaamaan. Tidak tercatat dalam sejarah bahwa 800 Kabuyutan (73 diantaranya adalah ke-Manndala-an) berubah menjadi 800 Kerajaan di Tatar Sunda. Bahkan terulis dalam Naskah kuno ada beberapa kerajaan yang di dalamnya terdapat dua atau lebih ke-Mandala-an.
Baris 86:
Purbasora menyusun pasukan dengan merekrut rakyat limbangan dan sumedang larang bergabung dengan pasukan Purbasora lalu menyerbu istana Galuh, sehingga terjadi perang saudara dan Purbasora berhasil merebut istana Galuh, namun Bratasenawa berhasil meloloskan diri ke gunung Merapu sehingga selamat dari gempuran Pasukan Purbasora. Diawal kekuasaanya Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa, Sementara Bratasenawa mendapa bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga utara.
 
Bratasenawa (Sang Sena) menjadi Pemangku kerajaan Kalingga utara kemudian menikah dengan Sanaha melahirkan Raden Sanjaya. Kehadiran Sanjaya di Kalingga utara membuat kekhawatiran Prabu Purbasora bahwa Sanjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Bratasenawa. Dugaan tersebut menjadi kenyataan Istana Galuh diserang oleh pasukan Sondjaya didalam pertempuran Prabu Purbasora diusia tuanya gugur ditangan [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]].
 
Para pembesar Kerajaan Galuh termasuk para resi menyingkir atau mengungsi. Banyak yang menyingkir akibat terbununhya Purbasora oleh Sanjaya yang menganut [[Bhairawa]]. Pelarian ini terjadi karena [[Sanjaya, Rakai Mataram|Sanjaya]] yang memeluk agama Syiwa Bhairawa cenderung agresif dan berusaha menaklukan raja-raja. Sementara para raja Kerajaan Galuh menganut Hindu [[Waisnawa]] (menyembah Wisnu) dan adanya sinkretisme Hindu Buddha. Sanjaya di Jawa Barat juga dikenal dengan sebutan Prabu Harisdarma. Ia meninggal dunia karena jatuh sakit akibat terlalu patuh dalam menjalankan perintah guru agamanya. Dikisahkan pula bahwa putranya yang bernama Rahyang Panaraban dimintanya untuk pindah ke agama lain, karena agama Sanjaya dinilai terlalu menakutkan.
Baris 133:
Sebelum [[Sri Baduga Maharaja|Prabu Siliwangi]] meninggalkan Pajajaran mengutus empat Kandaga Lante untuk menyerahkan Mahkota serta menyampaikan amanat untuk Prabu Geusan Ulun yang pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya melanjutkan kekuasaan Pajajaran. Geusan Ulun harus menjadi penerus Pajajaran.
 
Dalam surat Rangga Gempol II menyebutkan Sindangkasih dengan kalimat "ditambah Sindangkasih" daerah muara Cideres ke Cilutung. Jadi wilayah ini berada di seberang Cilutung bila dilihat dari Sumedang. Sungai biasanya menjadi batas wilayah di tatar pasundan.
 
Sewaktu Kerajaan Sumedanglarang di bawah Mataram, terdapat Umbul Sindangkasih (bagian dari kabupaten[?] Parakanmuncang. [[Umbul Sindangkasih]] dipimpin Somahita. Saat itu, Kerajaan Sumedang Larang diperintah oleh Raden Aria Suriadiwangsa, anak tiri Geusan Ulun dari Ratu Harisbaya, Sumedang Larang menjadi daerah kekuasaan Kesultanan Mataram sejak tahun 1620. Sejak itu status Sumedang Larang berubah dari kerajaan menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Sumedang. Mataram menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanannya di bagian barat terhadap kemungkinan serangan pasukan Banten atau VOC yang berkedudukan di Batavia, karena Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) bermusuhan dengan VOC dan konflik dengan Kesultanan Banten.
 
Gambaran bahwa Kerajaan Sindangkasih tak jauh dari Cideres dan Cilutung. Daerah yang termasuk Kerajaan Sindang dengan wilayah kekuasaanya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakan Jawa, Munjul, dan Cijati. Bila dilihat kondisinya sekarang ini, menunjukkan Kecamatan Majalengka Sekarang. karena perkembangan zaman wilayahnya bertambah Tarikolot (mungkin dulu dimasukan ke Cijati), Cicurug, Sidamukti (mungkin dulu dimasukan ke Munjul), Cibodas (Mungkin dulu sudah dimasukan ke Sindangkasih), Cikasarung, Kawunggirang (mungkin dulunya perbatasan, dan yang masuk ke Sindangkasih hanya Kawunghilir? karena dahulu kawunghilir dan kawunggirang adalah satu desa yakni: Kawungluwuk).
 
Majalengka.
 
== Sindangkasih Diserahkan ke Cirebon ==
Sindang kasih adalah bagian [[Kerajaan Sumedang Larang]], hingga diserahkannya Sindangkasih ke Cirebon dalam kasus Putri Harisbaya dan Prabu Geusan Ulun. Drama dimulai ketika Raja Sumedang era 1578-1610, Prabu Geusan Ulun, berkunjung ke Cirebon dalam perjalanan pulang dari Kesultanan Pajang yang berpusat di Kartasura, dekat Solo. Pusat pemerintahan dan pendidikan Islam di Jawa kala itu telah dipindahkan dari Demak yang sudah runtuh tahun 1548 ke Pajang –tidak jauh dari Surakarta. Demak dan Pajang adalah penerus Majapahit dari wangsa Mataram.
 
Di Kraton Cirebon, Geusan Ulun bertemu dengan Ratu Harisbaya yang konon pernah menjadi kekasihnya. Dari situlah cinta lama bersemi kembali walau terlarang. Harisbaya secara diam-diam meminta kepada Geusan Ulun agar membawanya kabur meskipun ia masih istri sah Panembahan Ratu.
Baris 160:
 
{{Topik Sunda |state=collapsed}}
 
[[Kategori:Sejarah Jawa Barat]]
[[Kategori:Sejarah Jawa Tengah]]