Gereja-Gereja Ortodoks Oriental: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 43:
Ciri khas Gereja-Gereja Ortodoks Oriental adalah hanya mengakui tiga [[Konsili Ekumenis|konsili oikumene]] terdahulu yang diselenggarakan semasa agama Kristen masih menjadi [[Gereja negara Kekaisaran Romawi|agama resmi Kekaisaran Romawi]], yaitu [[Konsili Nicea |Konsili Nikea yang pertama]] pada 325, [[Konsili Konstantinopel I|Konsili Konstantinopel yang pertama]] pada 381, dan [[Konsili Efesus]] pada 431. Kristen Ortodoks Oriental memiliki banyak kesamaan di bidang teologi dan tradisi gerejawi dengan [[Gereja Ortodoks Timur]]; antara lain, kemiripan dalam [[Teosis (teologi Kristen Timur)|ajaran tentang keselamatan]],<ref>[http://lacopts.org/story/the-transfiguration-our-past-and-our-future/ The Transfiguration: Our Past and Our Future | Keuskupan Ortodoks Koptik Los Angeles]</ref> tradisi kesejawatan antaruskup, penghormatan terhadap [[Theotokos|Teotokos]], dan penggunaan [[Doa Syahadat Nicea|syahadat Nikea]].<ref>[https://www.youtube.com/watch?v=KrIh9S8l7tw&t=78m28s Syahadat Nikea dalam Gereja Koptik]</ref>
 
Perbedaan utama di bidang teologi antara persekutuan Ortodoks Oriental dan persekutuan Ortodoks Ortodoks Timur adalah perbedaan [[Kristologi]]. Kristen Ortodoks Oriental menolak [[Pengakuan Iman Kalsedon|rumusan iman Kalsedoni]], dan sebagai gantinya mengadopsi rumusan iman [[Miafisitisme|Miafisit]], yakni percaya akan kemanunggalan kodrat insani dan kodrat ilahi Kristus. Menurut sejarahnya, para waligereja Ortodoks Oriental yang terdahulu beranggapan bahwa rumusan iman Kalsedoni menyiratkan penyangkalan terhadap konsep [[Tritunggal]], atau pembenaran terhadap paham [[Nestorianisme]].
 
Perbedaan-perbedaan lain meliputi perbedaan-perbedaan kecil dalam ajaran sosial dan perbedaan pandangan mengenai gerakan oikumene. Gereja-Gereja Ortodoks Oriental pada umumnya dianggap lebih konservatif sehubungan dengan isu-isu sosial dan lebih antusias sehubungan dengan hubungan oikumene dengan Gereja-Gereja non-Ortodoks. Paham [[kreasionisme]] populer di kalangan rohaniwan Ortodoks Oriental, namun hanya sekadar suatu opini yang terbatas dalam sekalangan kecil rohaniwan Ortodoks Timur.
Baris 66:
[[Berkas:StAnthony.jpg|jmpl|ka|[[Antonius|St. Antonius Agung]] dalam [[ikon]] Gereja Koptik]]
[[Skisma]] antara Gereja Ortodoks Oriental dan Gereja-Gereja Kristen lainnya terjadi pada abad ke-5, ketika [[Paus Dioskorus I dari Aleksandria|Paus Dioskorus]], Patriark Aleksandria beserta 13 uskup Mesir lainnya menolak dogma-dogma [[kristologi]] yang diputuskan oleh Konsili Kalsedon, bahwa [[Yesus]] memiliki dua kodrat, ilahi dan insani. Mereka setuju bahwa Yesus "datang dari atau berasal dari dua kodrat" tetapi tidak "memiliki dua kodrat."
Bagi pihak penentang, kalimat "memiliki dua kodrat" setakat dengan [[Nestorianisme]], ajaran yang dinyatakan dengan terminologi-terminologi yang tidak berterima dengan pemahaman kristologi mereka. Nestorianisme difahami sebagai ajaran yang memandang Kristus dalam dua kodrat yang terpisah, insani dan ilahi, masing-masing dengan tindakan-tindakan dan pengalaman-pengalaman yang berbeda; bertolak belakang dengan rumusan iman yang dianjurkan Kiril dari Aleksandria, "satu kodrat dari Sabda Allah yang berinkarnasi," yang menitikberatkan kesatuan inkarnasi di atas segala-galanya. Tidaklah jelas bahwa Nestorius sendiri adalah seorang penganut Nestorianisme.
 
Oleh karena itu Gereja-Gereja Ortodoks Oriental kerap dijuluki [[Monofisitisme|Monofisit]], meskipun mereka berkeberatan karena julukan ini bersangkut-paut dengan Monofisitisme [[Eutykhes|Eutikes]]; mereka lebih suka disebut Gereja-Gereja "[[Miafisitisme|Miafisit]]". Gereja-Gereja Ortodoks Oriental menolak apa yang mereka pandang sebagai bidah monofisit yang diajarkan [[Apollinaris dari Laodicea|Apolinaris dari Laodikea]] dan [[Eutykhes|Eutikes]], rumusan iman [[diofisit]] dari Konsili Kalsedon, dan kristologi khas Antiokhia yang diajarkan [[Teodorus dari Mopsuestia]], [[Nestorius|Nestorius dari Konstantinopel]], [[Teodoretus dari Sirus]], dan [[Ibas dari Edessa]].
 
Kristologi, sekalipun penting, bukanlah satu-satunya alasan bagi Gereja Aleksandria untuk menolak keputusan-keputusan Konsili Kalsedon; isu-isu politik, gerejawi, dan kekaisaran cukup seru diperdebatkan pada masa itu.
 
Pada tahun-tahun sesudah Konsili Kalsedon, para Patriark Konstantinopel masih menjalin persekutuan dengan para patriark Non-Kalsedoni dari Aleksandria, Antiokhia, dan Yerusalem, (lihat [[Henotikon]]) sementara Roma tetap menolak bersekutu dengan mereka dan persekutuannya dengan Konstantinopel mulai goyah. Baru pada 518 Kaisar Bizantium [[Justinus I|Yustinus I]] (yang menerima rumusan Konsiliiman KalsedonKalsedoni), menuntut agar Gereja dalam Kekaisaran Romawi menerima keputusan Konsili Kalsedon.<ref>[http://www.newadvent.org/cathen/07470a.htm CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: Pope St. Hormisdas<!-- Bot generated title -->]</ref> Yustinus memerintahkan agar para uskup Non-Kalsedoni diganti, termasuk para patriark Antiokhia dan Aleksandria. Besar kecilnya pengaruh [[Paus (Katolik Roma)|Uskup Roma]] atas keputusan kaisar ini telah menjadi sebuah pokok pedebatan. Kaisar [[Justinianus I|Yustinianus I]] juga berusaha menggiring para rahib yang masih menolak keputusan Konsili Kalsedon ke dalam persekutuan dengan Gereja utama. Waktu terjadinya peristiwa ini tidak diketahui, tetapi diyakini berlangsung antara tahun 535 dan 548. St. Abraham dari Farsyut diperintahkan menghadap ke Konstantinopel dan dia memutuskan untuk membawa serta empat orang rahib. Sesampainya di Konstantinopel, Yustinianus mengancam menurunkan mereka dari jabatan masing-masing jika tidak menerima keputusan Konsili Kalsedon. Abraham mengabaikan ancaman itu dan berpegang teguh pada keyakinannya semula. Ratu [[Theodora (istri Justinianus I)|Teodora]] mencoba membujuk Yustinianus untuk mengurungkan niatnya, namun tampaknya tidak berhasil. Abraham sendiri menegaskan dalam surat kepada para rahibnya bahwa dia lebih suka tetap tinggal di pengasingan daripada beralih pada keyakinan yang berlawanan dengan keyakinan [[Athanasius]].
 
pada abad ke-20 skisma Kalsedoni dipandang tidak segawat dulu lagi, dan dari beberapa pertemuan antara pihak-pihak yang berwenang dari [[Tahta Suci]] dan kalangan Ortodoks Oriental, keluar deklarasi-deklarasi pendamai dalam bentuk pernyataan bersama oleh Patriark Suryani (Mar [[Ignatius Zakka I Iwas]]) dan Paus ([[Paus Yohanes Paulus II|Yohanes Paulus II]]) pada 1984.