Abdul Haris Nasution: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Hanamanteo (bicara | kontrib)
k Membatalkan 2 suntingan oleh Denny eR Ge (bicara): Bukan seperti ini caranya. (TW)
Tag: Pembatalan
Baris 213:
 
Pada tanggal [[5 Oktober]] [[1997]], pada kesempatan ulang tahun [[ABRI]], Nasution diberi pangkat kehormatan [[Jenderal Besar]], pangkat yang juga diberikan kepada [[Soeharto]] dan [[Soedirman]].
 
== Karier militer ==
Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli [[perang gerilya]]. Pak Nas demikian sebutannya dikenal juga sebagai penggagas [[dwifungsi]] [[ABRI]]. [[Orde Baru]] yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, ''Fundamentals of Guerrilla Warfare''. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, ''West Point'', Amerika Serikat.
 
Tahun [[1940]], ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di [[Kota Surabaya|Surabaya]]. Pada [[1942]], ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan [[Jepang]] di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam [[Perang Dunia II]], Nasution bersama para pemuda eks-[[PETA]] mendirikan [[Badan Keamanan Rakyat]]. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden [[Soekarno]] sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral [[Soedirman]]). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun [[1949]], ia diangkat menjadi [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]].
 
Akibat pertentangan internal di dalam Angkatan Darat maka ia menggalang kekuatan dan melawan pemerintahan yang terkenal dengan [[peristiwa 17 Oktober 1952]]. Akibat peristiwa ini Presiden [[Soekarno]] mencopotnya dari jabatan [[KASAD]] dan menggantinya dengan [[Bambang Sugeng]]. Setelah islah akhirnya pada November 1955 ia menjabat kembali posisinya sebagai KASAD. Tidak hanya itu, pada Desember 1955 ia pun diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
 
== Keluarga dan akhir hayat ==