Kidung Gregorian: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Stevenismus (bicara | kontrib)
←Membuat halaman berisi '{{featured article}} {| class="infobox bordered" style="width: 25em; text-align: left; font-size: 95%" |- | 300px|<br />The Introit '...'
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 5 April 2008 13.59

Kidung Gregorian adalah pusat tradisi kidung Barat, semacam kidung liturgis monofonik dari Kristianitas Barat yang mengiringi perayaan misa dan ibadat-ibadat ritual lainnya. Kumpulan besar kidung ini adalah musik tertua yang dikenal karena merupakan kumpulan kidung pertama yang diberi notasi pada abad ke-10. Secara umum, kidung-kidung Gregorian dipelajari melalui metode viva voce, yakni dengan mengulangi contoh secara lisan, yang memerlukan pengalaman bertahun-tahun lamanya di Schola Cantorum. Kidung Gregorian bersumber dari kehidupan monastik, di mana menyanyikan 'Ibadat Suci' sembilan kali sehari pada waktu-waktu tertentu dijumjung tinggi seturut Peraturan Santo Benediktus. Melagukan ayat-ayat mazmur mendominasi sebagian besar dari rutinitas hidup dalam komunitas monastik, sementara sebuah kelompok kecil dan para solois menyanyikan kidung-kidung. Dlam sejarahnya yang panjang, kidung Gregorian telah mengalami banyak perubahan dan perbaikan sedikit demi sedikit.


The Introit Gaudeamus omnes, digubah dalam notasi balok, dalam Graduale Aboense antara abad ke-14 dan ke-15 , untuk menghormati Henrikus, santo pelindung Finlandia.

Sejarah

Kidung Gregorian terutama digubah, dikodifikasi, dan diberi notasi di wilayah-wilayah Eropa Barat dan Eropa tengah yang dikuasai Bangsa Frank pada abad ke-9 dan ke-10, dengan penambahan-penambahan dan penyuntingan-penyuntingan di kemudian hari, tetapi naskah-naskah dan banyak dari melodi-melodinya jauh berasal dari beberapa abad sebelumnya. Meskipun banyak orang meyakini bahwa Paus Gregorius Agung sendiri yang menciptakan kidung Gregorian, para sarjana kini percaya bahwa kidung tersebut membawa-bawa nama paus itu sejak sintesis Carolingian yang terjadi di kemudian hari antara kidung Romawi dan Kidung Gallika, dan pada masa itu mencatut nama Gregorius I merupakan 'trik pemasaran' untuk memberi kesan adanya inspirasi suci sehingga dapat menghasilkan satu protokol liturgis yang akan digunakan di seluruh kekaisaran. Satu kekaisaran, satu Gereja, satu Kidung - kesan kesatuan merupakan isu pokok pada era Carolingian.

Selama abad-abad berikutnya kidung Gregorian tetap menempati jantung musik Gereja, di mana ia menumbuhkan berbagai cabang dalam arti bahwa praktek-praktek performansi yang baru bermunculan di mana musik baru dalam naskah yang baru diperkenalkan atau pun kidung-kidung yang sudah ada diberi tambahan dengan cara menyusunnya menjadi Organum. Bahkan musik polifonik yang muncul dari kidung-kidung kuna nan luhur dalam Organa oleh Leonin dan Perotin di Paris (1160-1240) berakhir dengan kidung monofonik dan dalam tradisi-tradisi di kemudian hari gaya-gaya komposisi baru dipraktekkan dalam jukstaposisi (atau ko-habitasi) dengan kidung monofonik. Praktek ini berlanjut sampai ke masa hidup Francois Couperin, yang misa-misa organnya dimaksudkan untuk dinyanyikan silih berganti dengan kidung homofonik. Meskipun hampir tidak digunakan lagi sesudah periode Baroque, kidung mengalami kebangkitan kembali pada abad ke-19 dalam Gereja Katolik Roma dan sayap Anglo-Katolik dari Komuni Anglikan.

Penataan

Notasi

Penyanyi

Gregorian chant was traditionally sung by choirs of men and boys in churches, or by women and men of religious orders in their chapels. It is the music of the Roman Rite, performed in the Mass and the monastic Office. Although Gregorian chant supplanted or marginalized the other indigenous plainchant traditions of the Christian West to become the official music of the Christian liturgy, Ambrosian chant still continues in use in Milan, and there are musicologists exploring both that and the Mozarabic chant of Christian Spain. Although Gregorian chant is no longer obligatory, the Roman Catholic Church still officially considers it the music most suitable for worship.[1] During the 20th century, Gregorian chant underwent a musicological and popular resurgence.


Perkembangan kidung yang lebih awal

Asal mula dari tradisi baru

 
Seekor burung merpati perlambang Roh Kudus hinggap pada pundak Paus Gregorius I menjadi simbol inspirasi ilahi

Disseminasi dan hegemoni

Sumber-sumber awal dan revisi-revisi di kemudian hari

Format musik

Tipe melodi

Modalitas

Idiom musik

Notasi

Performansi

Tekstur

Ritme

Restitusi melodi

Fungsi liturgis

Kidung misa

Kidung Misa ordinari

Kidung-kidung ibadat harian

 

Pengaruh

Musik abad pertengahan dan abad pencerahan

Abad ke-20

Abad ke-21

Catatan kaki

  1. ^ The Constitution on the Sacred Liturgy, Second Vatican Council. This view is held at the highest levels, including Pope Benedict XVI: Catholic World News 28 June 2006 both accessed 5 July 2006

Referensi

  • Graduale triplex (1979). Tournai: Desclée& Socii. ISBN 2-85274-094-X
  • Graduale Lagal' (1984 / 1990) Chris Hakkennes, Stichting Lagal Utrecht ISBN 90-800408-2-7
  • Liber usualis (1953). Tournai: Desclée& Socii.
  • Apel, Willi (1990). Gregorian Chant. Bloomington, IN: Indiana University Press. ISBN 0-253-20601-4. 
  •   "Gregorian chant" in the 1913 Catholic Encyclopedia., article by H. Bewerung.
  • Chew, Geoffrey. "Notation". Grove Music Online, ed. L. Macy. Diakses tanggal 27, June. 
  • Crocker, Richard (1977). The Early Medieval Sequence. University of California Press. ISBN 0-520-02847-3. 
  • Dyer, Joseph. "Roman Catholic Church Music". Grove Music Online, ed. L. Macy. hlm. Section VI.1. Diakses tanggal 28, June. 
  • Hiley, David (1990). Chant. In Performance Practice: Music before 1600, Howard Mayer Brown and Stanley Sadie, eds., pp. 37–54. New York: W.W. Norton & Co. ISBN 0-393-02807-0
  • Hiley, David (1995). Western Plainchant: A Handbook. Clarendon Press. ISBN 0-19-816572-2. 
  • Hoppin, Richard, ed. (1978). Anthology of Medieval Music. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-09080-9. 
  • Hoppin, Richard (1978). Medieval Music. W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-09090-6. 
  • Le Mee, Catherine (1994). Chant : The Origins, Form, Practice, and Healing Power of Gregorian Chant. Harmony. ISBN 0-517-70037-9. 
  • Levy, Kenneth. "Plainchant". Grove Music Online, ed. L. Macy. hlm. Section VI.1. Diakses tanggal 20, January. 
  • Mahrt, William P. "Gregorian Chant as a Paradigm of Sacred Music". Sacred Music. 133 (3): 5–14. 
  • Mahrt, William P. (2000). Chant. In A Performer's Guide to Medieval Music, Ross Duffin, ed., pp. 1–22. Bloomington, IN: Indiana University Press. ISBN 0-253-33752-6
  • McKinnon, James, ed. (1990). Antiquity and the Middle Ages. Prentice Hall. ISBN 0-13-036153-4. 
  • McKinnon, James W. "Christian Church, music of the early". Grove Music Online, ed. L. Macy. Diakses tanggal 11, July. 
  • Neuls-Bates, Carol, ed. (1996). Women in Music. Boston: Northeastern University Press. ISBN 1-55553-240-3. 
  • Novum, Canticum. "Lessons on Gregorian Chant: Notation, characteristics, rhythm, modes, the psalmody and scores". Diakses tanggal 11, July. 
  • Parrish, Carl (1986). A Treasury of Early Music. Mineola, NY: Dover Publications, Inc. ISBN 0-486-41088-9. 
  • Robinson, Ray, ed. (1978). Choral Music. W.W. Norton & Co. ISBN 0-393-09062-0. 
  • Wagner, Peter. (1911) Einführung in die Gregorianischen Melodien. Ein Handbuch der Choralwissenschaft. Leipzig: Breitkopf & Härtel.
  • Ward, Justine (1906). "The Reform of Church Music" (pdf). Atlantic Monthly. 
  • Wilson, David (1990). Music of the Middle Ages. Schirmer Books. ISBN 0-02-872951-X. 

Lihat pula

Pranala luar