Kabupaten Gayo Lues: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Edu.sudharma (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Edu.sudharma (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 46:
-Barat: [[Kabupaten Aceh Barat Daya]] <ref name=":0">{{Cite book|title=Profil Daerah Kabupaten dan Kota|last=Dhakidae|first=Daniel|publisher=Penerbit Buku Kompas|year=Juli 2005|isbn=979-709-201-1|location=Jakarta|pages=35-39}}</ref>
 
== TransportasiSejarah ==
=== Asal Usul Penamaan Gayo Lues ===
Rencana pembangunan Jalur Ladia Galaska (Samudera Indonesia, Gayo, Alas, dan Selat Malaka) yang menghubungkan Samudera Indonesia dengan Selat Malaka sangat diharapkan dapat memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat Gayo Lues. Saat ini, lalu lintas dari Blangkejeren, pusat pemerintahan kabupaten, ke [[Banda Aceh]] harus melalui [[Medan]], [[Sumatera Utara]]. Meskipun demikian, rencana ini banyak ditentang oleh kalangan pelestari lingkungan hidup karena memotong zona utama taman nasional.
'''Gayo''' berasal dari bahasa aceh kuno yang di adopsi dari bahasa sansekerta yang arti nya '''Gunung''' dan '''Lues''' berarti '''Luas''' dalam bahasa setempat. Maka dapat di simpulkan '''Gayo Lues''' berarti gunung luas atau pegunungan yang luas yang terletak di gugusan bukit barisan.
 
Gayo Lues kemudian dikenal dengan nama ''Negeri Seribu Bukit''. Nama ini ditabalkan dan dipopulerkan oleh [[Mohsa El Ramadan]], wartawan senior, Pemimpin Redaksi Koran Rajapost Banda Aceh, dan editor buku ''Memadamkan Bara di atas Ladia Galaska''. Buku yang ditulis oleh Muhammad Alikasim Kemaladerna ini adalah sebuah solusi penyelesaian konflik pembangunan jalan Ladia Galaska antara pemerintah dan pemerhati lingkungan di Aceh.
 
== Suku ==
penduduk kabupaten Gayo Lues berasal dari berbagai etnik dan suku. suku [[Gayo]], [[Aceh]], [[Melayu]], [[Tionghoa]], [[Alas]], [[Minang]], [[Batak Toba]], [[Mandailing]], [[Karo]], [[Sunda]], [[Singkil]], [[Pakpak]], [[Devayan]] dan [[Jawa]] dll.
 
== Pemerintahan ==
Baris 74 ⟶ 70:
{{col-end}}
 
== Suku ==
=== Asal Usul Penamaan Gayo Lues ===
penduduk kabupaten Gayo Lues berasal dari berbagai etnik dan suku. suku [[Gayo]], [[Aceh]], [[Melayu]], [[Tionghoa]], [[Alas]], [[Minang]], [[Batak Toba]], [[Mandailing]], [[Karo]], [[Sunda]], [[Singkil]], [[Pakpak]], [[Devayan]] dan [[Jawa]] dll.
'''Gayo''' berasal dari bahasa aceh kuno yang di adopsi dari bahasa sansekerta yang arti nya '''Gunung''' dan '''Lues''' berarti '''Luas''' dalam bahasa setempat. Maka dapat di simpulkan '''Gayo Lues''' berarti gunung luas atau pegunungan yang luas yang terletak di gugusan bukit barisan.
 
== Potensi Daerah ==
Kabupaten yang berpenduduk multi etnis ini sedang berbenah diri untuk mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan. Potensi pertanian menjadi prioritas utama pengembangan.
 
=== PertambanganPertanian ===
* Timah di Kecamatan Pining
* Emas di Kecamatan Putri Betung dan Kecamatan Pantan Cuaca
* Tambang pasir keramik di Kecamatan Rikit Gaib
 
=== Komoditas pertanian ===
Beberapa komoditas potensial yang dimiliki kabupaten ini adalah:
* [[Cabe merah]] besar di kecamatan Blang Pegayon dan Puteri Betung
Baris 109 ⟶ 100:
* [[Tari Bines]]
* [[Didong]]
 
=== Pertambangan ===
* Timah di Kecamatan Pining
* Emas di Kecamatan Putri Betung dan Kecamatan Pantan Cuaca
* Tambang pasir keramik di Kecamatan Rikit Gaib
 
 
== Transportasi ==
Rencana pembangunan Jalur Ladia Galaska (Samudera Indonesia, Gayo, Alas, dan Selat Malaka) yang menghubungkan Samudera Indonesia dengan Selat Malaka sangat diharapkan dapat memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat Gayo Lues. Saat ini, lalu lintas dari Blangkejeren, pusat pemerintahan kabupaten, ke [[Banda Aceh]] harus melalui [[Medan]], [[Sumatera Utara]]. Meskipun demikian, rencana ini banyak ditentang oleh kalangan pelestari lingkungan hidup karena memotong zona utama taman nasional.
 
Gayo Lues kemudian dikenal dengan nama ''Negeri Seribu Bukit''. Nama ini ditabalkan dan dipopulerkan oleh [[Mohsa El Ramadan]], wartawan senior, Pemimpin Redaksi Koran Rajapost Banda Aceh, dan editor buku ''Memadamkan Bara di atas Ladia Galaska''. Buku yang ditulis oleh Muhammad Alikasim Kemaladerna ini adalah sebuah solusi penyelesaian konflik pembangunan jalan Ladia Galaska antara pemerintah dan pemerhati lingkungan di Aceh.
 
== Referensi ==