Kabupaten Sumedang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Karunia Bias (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Karunia Bias (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
}}
 
'''[[Kabupaten]] Sumedang''' ([[Aksara Sunda Baku|Sunda]]: {{sund|ᮊᮘ᮪. ᮞᮥᮙᮨᮓᮀ}}, Latin: <i>Kab. Sumedang<i><!-- Sistem penulisan aksara Sunda masih ada sedikit kendala dalam penulisan "Kabupaten", yang tertulis "Kabupetan". -->) adalah sebuah [[kabupaten]] di [[Provinsi]] [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]. Ibukotanya adalah kecamatan [[Sumedang Utara, Sumedang]],<ref name="sumut" /> sekitar 45&nbsp;km Timur Laut [[Kota Bandung]]. Kabupaten ini berbatasan dengan :
* [[Kabupaten Indramayu]] di Utara,
* [[Kabupaten Majalengka]] di Timur,
* [[Kabupaten Garut]] di Selatan,
* [[Kabupaten Bandung]] di Barat Daya, serta
* [[Kabupaten Subang]] di Barat.
 
Kabupaten Sumedang terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah [[desa]] dan [[kelurahan]]. Sumedang, ibukota kabupaten ini, terletak sekitar 45&nbsp;km dari [[Kota Bandung]]. Kota ini meliputi kecamatan [[Sumedang Utara, Sumedang|Sumedang Utara]] dan [[Sumedang Selatan, Sumedang|Sumedang Selatan]]. Sumedang dilintasi jalur utama [[Bandung]] - [[Kota Cirebon|Cirebon]].
Baris 43 ⟶ 48:
Pada mulanya Kabupaten Sumedang adalah sebuah kerajaan di bawah kekuasaan Raja [[Kerajaan Galuh|Galuh]]. Didirikan oleh [[Prabu Geusan Ulun]] Aji Putih atas perintah Prabu Surya Dewata sebelum Keraton Galuh dipindahkan ke [[Pakuan Pajajaran]], [[Bogor]]. Seiring dengan perubahan zaman dan kepemimpinan, nama Sumedang mengalami beberapa perubahan. Yang pertama, yaitu Kerajaan Tembong Agung (''Tembong'' artinya tampak dan ''Agung'' artinya luhur) dipimpin oleh Prabu Guru Aji Putih pada [[abad ke-12]]. Kemudian pada masa zaman Prabu Tadjimalela, diganti menjadi Himbar Buana yang berarti menerangi alam, dan kemudian diganti lagi menjadi [[Kerajaan Sumedang Larang]] (Sumedang berasal dari kata ''Insun Medal/Insun Medangan'' yang berarti aku dilahirkan; aku menerangi dan ''Larang'' berarti sesuatu yang tidak ada tandingannya).
 
Sumedang Larang mengalami masa kejayaan pada waktu dipimpin oleh Pangeran Angkawijaya atau [[Prabu Geusan Ulun]] sekitar tahun [[1578]], dan dikenal luas hingga ke pelosok Jawa Barat dengan daerah kekuasaan meliputi :
* wilayah Selatan sampai dengan [[Samudera Hindia]],
* wilayah Utara sampai [[Laut Jawa]],
* wilayah Barat sampai dengan [[Cisadane]], dan
* wilayah Timur sampai dengan [[Kali Brebes|Kali Pamali]] [[Kabupaten Brebes]]
 
Kerajaan ini kemudian menjadi vazal [[Kesultanan Cirebon]], dan selanjutnya berada di bawah kendali [[Kesultanan Mataram]], pada masa [[Sultan Agung]]. Pada masa Mataram inilah teknik persawahan diperkenalkan di tanah Pasundan dan menjadi awal istilah "gudang beras" untuk daerah antara Indramayu hingga Karawang/Bekasi. Dalam strategi penyerangan Sultan Agung ke Batavia wilayah Sumedang dijadikan wilayah penyedia logistik pangan. Selain itu, [[Hanacaraka|aksara Hanacaraka]] juga diperkenalkan di wilayah Pasundan pada masa ini, dan dikenal sebagai Cacarakan. Pusat kota Sumedang juga dirancang pada masa ini, mengikuti pola dasar kota - kota Mataraman lainnya. Sebelum Bandung dibangun pada abad ke - 19, Sumedang adalah salah satu pusat budaya Pasundan yang penting.
Baris 49 ⟶ 58:
Ketika [[Pakubuwono I]] harus memberikan konsesi kepada [[VOC]], wilayah kekuasaan Sumedang diberikan kepada VOC, yang kemudian dipecah - pecah, sehingga wilayah Sumedang menjadi seperti yang sekarang ini.
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een berglandschap met een waterval en rotsen in Sumedang TMnr 3728-429d.jpg|jmpl|Pemandangan dan air terjun di Sumedang ([[litografi]] berdasarkan lukisan oleh [[Abraham Salm]], 1865-1872)]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van Pangeran Aria Soeria Atmadja Regent van Soemedang TMnr 60009959.jpg|jmpl|Pangeran Aria Soeriaatmadja (bupatiBupati Sumedang pada tahun 1882 – 1919), juga dikenal dengan julukan "Pangeran Mekkah", karena wafat di Makkah]]
Sumedang mempunyai ciri khas sebagai kota kuno khas di Pulau Jawa, yaitu terdapat Alun - alun sebagai pusat yang dikelilingi Masjid Agung, rumah penjara, dan kantor pemerintahan. Di tengah alun - alun terdapat bangunan yang bernama Lingga, tugu peringatan yang dibangun pada tahun 1922. Dibuat oleh Pangeran Siching dari [[Belanda|Negeri Belanda]] dan dipersembahkan untuk Pangeran Aria Suria Atmaja atas jasa - jasanya dalam mengembangkan Kabupaten Sumedang. '''Lingga''' diresmikan pada tanggal [[22 Juli]] [[1922]] oleh Gubernur Jenderal Mr. Dr. [[Dirk Fock]]. Sampai saat ini '''Lingga dijadikan lambang daerah Kabupaten Sumedang dan tanggal 22 April diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang'''. Lambang Kabupaten Sumedang, ''Lingga'', diciptakan oleh R. Maharmartanagara, putra seorang Bupati Bandung [[Martanegara|Rd. Adipati Aria Martanagara]], keturunan Sumedang. Lambang ini diresmikan menjadi lambang Sumedang pada tanggal '''13 Mei 1959'''.
 
Hal-hal yang terkandung pada logo Lingga :
Baris 65 ⟶ 74:
# Tulisan ''Insun Medal'' : Tulisan ''Insun Medal'' erat kaitannya dengan kata Sumedang yang mengandung arti:
 
* Berdasarkan Prabu Tadjimalela, seorang tokoh legendaris dalam sejarah Sumedang, ''Insun Medal'' berarti (''Insun'' : Aku, ''Medal'' : Keluar).
* Berdasarkan data di Museum Prabu Geusan Ulun; Insun berarti (''Insun'': Daya, ''Madangan'': Terang) Kedua pengertian ini bersifat mistik.
* Berdasarkan keterangan Prof. Anwas Adiwilaga, ''Insun Medal'' berasal dari kata ''Su'' dan ''Medang''
 
* Berdasarkan data di Museum Prabu Geusan Ulun; ''Insun Medal'' berarti (''Insun'': Daya, ''Madangan'': Terang) Kedua pengertian ini bersifat mistik.
(''Su:'' bagus dan ''Medang:'' sejenis kayu yang bagus pada Jati, yaitu huru yang banyak tumbuh di Sumedang dulu), dan pengertian ini bersifat etimologi.
 
Kedua pengertian ini bersifat mistik.
 
* Berdasarkan keterangan Prof. Anwas Adiwilaga, ''Insun Medal'' berasal dari kata ''Su'' dan ''Medang'', (''Su:'' bagus dan ''Medang:'' sejenis kayu yang bagus pada Jati, yaitu huru yang banyak tumbuh di Sumedang dulu), dan pengertian ini bersifat etimologi.
 
Menurut [[Bujangga Manik]], di dekat Gunung Tampomas terdapat Kerajaan Kahiyangan, yang diserang pasukan Cirebon dalam masa pemerintahan Surawisesa.
Baris 75 ⟶ 86:
Belum jelas, adakah hubungan antara Medang Kahiyangan dan Sumedang Larang. Namun pada saat Bujangga Manik memasuki Medang Kahiyangan, menurut versi lainnya, saat itu sudah terdapat kerajaan yang disebut Sumedang Larang.
 
Dalam Kropak 410 disbutkandisebutkan, Pendiri Kerajaan Sumedang Larang tak lain adalah Prabu Resi Tadjimalela. Ia berkedudukan di Tembong Agung yang disebut Mandala Himbar Buana.
 
Masih belum jelas pula asal - usulnya tokoh Legendaris leluhur Sumedang ini. Sebab, Tadjimalela adalah nama lain dari Panji Romahyang, putra Damung Tabela Panji Ronajaya dari Dayeuh Singapura (Rintisan Penelusuran silam sejarah Jawa Barat).
Baris 81 ⟶ 92:
Sumber lain menjelaskan, baik Kitab ''Waruga Jagat'', Layang Darmaraja, maupun riwayat yang berdasarkan tradisi lisan yang masih hidup, disebutkan bahwa Prabu Tadjimalela adalah putra Prabu Guru Aji Putih, salah seorang keturunan raja Galuh yang masih bersaudara dengan [[Sri Baduga Maharaja]]. Ia melakukan petualangan hingga ke kawasan Timur sekitar pinggiran [[Sungai Cimanuk]].
 
Prabu Tadjimalela masih memiliki sejumlah nama, antara lain: Prabu Resi Agung Cakra Buana, Batara Tuntang Buana, dan Aji Putih.

Dalam ''Waruga Jagat'' yang telah disalin dari huruf Arab ke dalam tulisan latin (1117 H), antara lain dikatakan: ''"Ari putrana Sang Dewa Guru Haji Putih, nyaeta Sang Aji Putih."''
 
Kehadiran Prabu Guru Haji Putih melahirkan perubahan - perubahan baru dalam kemasyarakatan, yang telah dirintis sejak abad ke - 8 oleh Sanghyang Resi Agung. Secara perlahan dusun - dusun di sekitar pinggiran sungai Cimanuk itu diikat oleh suatu struktur pemerintahan dan kemasyarakatan hingga berdirilah Kerajaan Tembong Agung yang merupakan cikal bakal Kerajaan Sumedang Larang. Kerajaan Tembong Agung tersebut, menurut riwayat teletak di Kampung Muhara, Desa Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja.
Baris 89 ⟶ 102:
Memang belum diperoleh keterangan sumber yang menyebut - nyebut siapa gerangan istri Sang Prabu Resi Tadjimalela. Namun, dalam beberapa sumber baik lisan maupun tertulis, dikatakan Prabu Resi Tadjimalela mempunyai dua orang putra: Prabu Gajah Agung dan Lembu Agung.
 
Tahta [[kerajaan Sumedang Larang]] dari Prabu Tadjimalela raja pertama dilanjutkan oleh putranya bernama Atmabrata yang lebih dikenal dengan sebutan Gajah Agung sebagai raja kedua Kerajaan Sumedang Larang yang berkedudukan di Cicanting.
 
Kisah awal raja ini memang mirip dengan kisah awal [[Kerajaan Mataram]]. Menurut versi [[Babad Tanah Jawi]], antara [[Ki Ageng Sela]] dengan [[Ki Ageng Pamanahan]], Ki Ageng Sela memetik dan menyimpan buah kelapa muda, lalu ia pergi. Datang [[Ki Ageng Pamanahan]] yang kemudian meminumnya. Maka kemudian yang menjadi raja Ki Ageng Pamanahan.
Baris 97 ⟶ 110:
Dikisahkan, pada suatu ketika Prabu Tadjimalela memanggil kedua putra kembarnya Lembu Agung dan Gajah Agung. Prabu Tadjimalela berkata kepada mereka agar ada di antara salah seorang putranya ini yang bersedia melanjutkan kepemimpinannya.
 
''"Adinda, adindalah kiranya yang lebih tepat menjadi raja," ujar Lembu Agung kepada adiknya. "Kakanda, sungguh tidak pantas adinda yang masih muda usiausianya, bila harus menjadi raja. Kakandalah yang lebih tepat,"'' jawab Gajah Agung. Setelah di antara kedua putranya, masing - masing saling menunjuk siapa di antara mereka yang pantas menjadi raja, akhirnya Prabu Resi Tadjimalela memetik buah kelapa muda lalu disimpannya kelapa tadi serta sebilah pedang.
 
Mereka berdua disuruh menungguinya. ''"Adinda, tolong jaga kelapa ini. Kakanda hendak pergi ke jamban dulu,"'' kata Lembu Agung seraya pergi meninggalkan Gajah Agung. Tiba - tiba sepeninggal Lembu Agung, Gajah Agung merasakan haus yang bukan kepalang.
Baris 107 ⟶ 120:
Singkat cerita, jadilah Prabu Gajah Agung meneruskan kepemimpinan Prabu Tadjimalela, yang kemudian ia meninggalkan tempat menuju daerah di pinggiran Kali Cipeles untuk mendirikan kerajaan yang sekarang disebut Ciguling.
 
Kemudian ia bergelar Prabu Pagulingan. Sementara kepemimpinan Prabu Gajah Agung kemudian digantikan oleh putranya, Wirajaya, yang lebih dikenal Sunan Pagulingan sebagai raja ketiga Kerajaan Sumedang Larang. Dalam Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, Sunan Pagulingan berkedudukan di Cipameungpeuk.
 
Namun ada pula yang mengisahkan, kedudukan Kerajaan Sumedang Larang pada saat itu berada di Ciguling, Kelurahan Pasanggrahan, [[Sumedang Selatan, Sumedang|Kecamatan Sumedang Selatan]]. Yang jelas, ketiga raja Sumedang Larang yang pertama ini masing - masing berkedudukan di tempat yang berbeda - beda. Ini merupakan suatu gejala, bahwa kerajaan tersebut belum permanen yang dapat ditinggali turun temurun oleh para penerus pemegang kekuasaannya. Keadaan tersebut berlangsung sampai beberapa generasi berikutnya.
 
Yang jelas, ketiga raja Sumedang Larang yang pertama ini masing - masing berkedudukan di tempat yang berbeda - beda. Ini merupakan suatu gejala, bahwa kerajaan tersebut belum permanen yang dapat ditinggali turun temurun oleh para penerus pemegang kekuasaannya. Keadaan tersebut berlangsung sampai beberapa generasi berikutnya.
Putri Sulung Pagulingan bernama Ratu Ratnasih alias Nyi Mas Rajamantri diperistri [[Sri Baduga Maharaja]]. Karena itu, adiknya bernama Martalaya menggantikan kedudukan ayahnya menjadi penguasa Sumedang yang keempat dengan gelar Sunan Guling.
 
Putri Sulung Pagulingan bernama Ratu Ratnasih alias Nyi Mas Rajamantri diperistri [[Sri Baduga Maharaja]]. Karena itu, adiknya bernama Martalaya menggantikan kedudukan ayahnya menjadi penguasa Kerajaan Sumedang Larang yang keempat dengan gelar Sunan Guling.
Sunan Guling digantikan oleh putranya bernama Tirtakusumah atau Sunan Patuakan sebagai raja kelima Sumedang Larang. Kemudian, ia digantikan lagi oleh putri sulung bernama Sintawati alias Nyi Mas Patuakan.
 
Sunan Guling digantikan oleh putranya bernama Tirtakusumah atau Sunan Patuakan sebagai raja kelima Kerajaan Sumedang Larang. Kemudian, ia digantikan lagi oleh putri sulung bernama Sintawati alias Nyi Mas Patuakan sebagai raja keenam Sumedang Larang.
 
Antara Ibu dan anak ini mempunyai gelar yang sama, yaitu Patuakan.
Baris 123 ⟶ 138:
Dari Mayangsari, Sunan Corenda memperoleh putri Bernama Ratu Wulansari alias Ratu Parung. Ratu Parung berjodoh dengan Rangga Mantri alias Sunan Parung Gangsa (Pucuk Umum Talaga), putra Munding Surya Ageung. Tokoh ini putra Sri Baduga. Sunan Parung Gangsa ditaklukkan oleh Cirebon tahun 1530 dan masuk Islam.
 
Dari Sintawati putri sulung Sunan Guling, Sunan Corenda mempunyai putri bernama Setyasih, yang kemudian menjadi penguasa ketujuh Kerajaan Sumedang Larang dengan gelar Ratu Pucuk Umum. Ratu Pucuk Umum Menikah dengan Ki Gedeng Sumedang yang lebih dikenal dengan nama [[Pangeran Santri]]. Pangeran ini adalah putra Pangeran PalakaranPamelakaran dari puteriputri Sindangkasih. [[Pangeran Pamelekaran]] putra Maulana Abdurrahman alias [[Pangeran Panjunan]] putra [[Syekh Datuk Kahfi]].
 
Dengan perkawinan antara Ratu Setyasih dan Ki Gedeng Sumedang inilah agama Islam mulai menyebar di Sumedang pada tahun 1529.
 
[[Pangeran Santri]] dinobatkan sebagai penguasa kedelapan Kerajaan Sumedang Larang pada tanggal 13 bagian gelap bulan Asuji tahun 1452 Saka, atau kira - kira 21 Oktober 1530 M, tiga bulan setelah penobatan Pangeran Santri.
 
Pada tanggal 12 bagian terang bulan Margasira tahun 1452 di Keraton Pakungwati diselenggarakan perjamuan "syukuran" untuk merayakan kemenangan Cirebon atas Galuh dan sekaligus pula merayakan penobatan [[Pangeran Santri]].
Baris 134 ⟶ 149:
 
Dari perkawinannya dengan Ratu Pucuk Umum alias Ratu Inten Dewata, Pangeran Santri yang bergelar Pangeran Kusumahdinata I ini dikaruniai enam orang anak, yaitu :
#* Pangeran Angkawijaya ([[Prabu Geusan Ulun]])
#* Kiyai Rangga Haji
#* Kiyai Demang Watang Walakung
#* Santowaan CikeruhWirakusumah
# Watang Walakung
#* Santowaan WirakusumahCikeruh
#* Santowaan Awiluar.
Yang melahirkan keturunan anak - cucu di [[Pagaden, Subang|Kecamatan Pagaden]]
# Santowaan Cikeruh
# Santowaan Awiluar.
 
Pangeran Santri wafat 2 Oktober 1579. Di antara putra - putri Pangeran Santri dari Ratu Inten Dewata (Pucuk Umum), yang melanjutkan pemerintahan di Sumedang Larang ialah Pangeran Angkawijaya bergelar [[Prabu Geusan Ulun]] sebagai raja kesembilan. Menurut Babad, daerah kekuasaan Geusan Ulun dibatasi :
* kali Cipamali di sebelah Timur,
* Kali Cisadane di sebelah Barat, sedangkan
* di sebelah Selatan dan Utara dibatasi laut.
 
Daerah kekuasaan Geusan Ulun dapat disimak dari isi surat Rangga Gempol III yang dikirimkan kepada Gubernur Jenderal Willem Van Outhoorn. Surat ini dibuat hari Senin, 2 Rabi'ul Awal tahun Je atau 4 Desember 1690, yang dimuat dalam buku harian VOC di Batavia tanggal 31 Januari 1691.
Baris 198 ⟶ 215:
Berdasarkan data yang dikirimkan Rangga Gempol III pada masa [[VOC]], maka kekuasaan [[Prabu Geusan Ulun]] meliputi [[Sumedang]], [[Garut]], [[Tasikmalaya]], dan [[Bandung]].
 
* Batas di sebelah Timur adalah Garis Cimanuk - Cilutung ditambah Sindangkasih (daerah muara Cideres ke Cilutung).
 
* Di sebelah Barat garis Citarum - Cisokan.
 
* Batas di sebelah Selatan laut.
 
* Namun di sebelah Utara diperkirakan tidak meliputi wilayahNyawilayahnya karena telah dikuasai oleh Cirebon.
 
Masa kekuasaan [[Prabu Geusan Ulun]] (1579 - 1601) bertepatan dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran akibat serangan Banten di bawah Sultan Maulana Yusuf.
 
Sebelum [[Prabu Siliwangi]] meninggalkan Pajajaran mengutus empat ''Kandaga Lante'' untuk menyerahkan Mahkota serta menyampaikan amanat untuk Prabu Geusan Ulun yang pada dasarnya Kerajaan Sumedang Larang supaya melanjutkan kekuasaan [[Pajajaran]]. Geusan Ulun harus menjadi penerus [[Pajajaran]].
 
Dalam Pustaka'' Kertabhumi ''I/2 yang berbunyi:'' "Ghesan Ulun nyakrawartti mandala ning Pajajaran kangwus pralaya, ya ta sirna, ing bhumi Parahyangan. Ikang kedatwan ratu Sumedang haneng Kutamaya ri Sumedang mandala" ''(Geusan Ulun memerintah wilayah Pajajaran yang telah runtuh, yaitu ''sirna'', di bumi Parahyangan. Keraton raja Sumedang ini terletak di Kutamaya dalam daerah Sumedang), selanjutnya diberitakan '' "Rakyan Samanteng Parahyangan mangastungkara ring sira Pangeran Ghesan Ulun" '' (Para penguasa lain di Parahiyangan merestui Pangeran Geusan Ulun).
 
Keempat orang bersaudara, senapati dan pembesar Pajajaran yang diutus ke Sumedang tersebut, yaitu :
#* Jaya Perkosa (Sanghyang Hawu);
#* Wiradijaya ''(Nangganan)'';
#* Kondang Hapa; dan
#* Pancar Buana (Embah Terong Peot).
 
Dalam Pustaka '' Kertabhumi '' I/2'' ''menceritakan keempat bersaudara itu: :'' "Sira paniwi dening Prabu Ghesan Ulun, Rikung sira rumaksa wadyabala, sinangguhan niti kaprabhun mwang salwirnya"'' (Mereka mengabdi kepada [[Prabu Geusan Ulun]]. Di sana mereka membina bala tentara, ditugasi mengatur pemerintahan dan lain - lain), sehingga penobatan Prabu Geusan Ulun sebagai ''nalendra'' penerus Kerajaan Sunda Pajajaran dan Raja Sumedang Larang ke - 9 mendapat restu dari 44 penguasa daerah Parahyangan yang terdiri dari 26 ''Kandaga Lante'', '' Kandaga Lante'' adalah semacam kepala yang satu tingkat lebih tinggi daripada ''cutak'' (camat) dan 18 ''umbul'' dengan cacah sebanyak ± 9000 ''umpi'', untuk menjadi ''nalendra'' baru pengganti penguasa Pajajaran yang telah sirna. ''Pemberian pusaka Pajajaran pada tanggal '''22 April 1578 akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sumedang.'''''
 
Jaya Perkosa adalah bekas senapati Pajajaran, sedangkan Batara Wiradijaya sesuai julukannya bekas ''Nangganan''. Menurut Kropak 630, jabatan ''Nangganan'' lebih tinggi setingkat dari menteri, namun setingkat lebih rendah dari ''Mangkubumi.''
Baris 233 ⟶ 250:
 
Penetapan Hari Jadi Kabupaten Sumedang erat kaitannya dengan peristiwa di atas. Terdapat tiga sumber yang dijadikan pegangan dalam menentukan Hari Jadi Kabupaten Sumedang:
 
* Pertama : Kitab ''Waruga Jagat'', yang disusun Mas Ngabehi Perana tahun 1117 H. Kendati tak begitu lengkap isinya, namun sangat membantu dalam upaya mencari tanggal tepat untuk dijadikan pegangan/ atau penentuan Hari Jadi Sumedang. ''"Pajajaran Merad Kang Merad Ing Dina Selasa Ping 14 Wulan Syafar Tahun Jim Akhir,"'' artinya: Kerajaan Pajajaran runtuh pada 14 Syafar tahun Jim Akhir.
* Kedua : Buku Rucatan Sejarah yang disusun Dr. R. Asikin Widjaya Kusumah yang menyertakan antara lain: ''"Pangeran Geusan Ulun Jumeneng Nalendra (harita teu kabawa kasasaha) di Sumedang Larang sabada burak Pajajaran,"'' artinya: Pangeran Geusan Ulun menjadi raja yang berdaulat di Sumedang Larang setelah Kerajaan Pajajaran berakhir.
 
* Kedua : Buku Rucatan Sejarah yang disusun Dr. R. Asikin Widjaya Kusumah yang menyertakan antara lain: ''"Pangeran Geusan Ulun Jumeneng Nalendra (harita teu kabawa kasasaha) di Sumedang Larang sabada burak Pajajaran,"'' artinya: Pangeran Geusan Ulun menjadi raja yang berdaulat di Sumedang Larang setelah Kerajaan Pajajaran berakhir.
 
* Tiga : Dibuat Prof. Dr. [[Husein Djajadiningrat]] berjudul: ''Critise Beshuocing van de Sejarah Banten.'' Desertasi ini antara lain menyebutkan serangan tentara Islam ke Ibukota Pajajaran terjadi pada tahun 1579, tepatnya Ahad 1 Muharam tahun Alif.
 
Baris 272 ⟶ 292:
 
== Bupati ==
Berikut adalah nama - nama [[Daftar Bupati Sumedang|Bupati Sumedang]] : <ref>''[http://www.sumedangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=50&Itemid=34 Sejarah singkat Kabupaten Sumedang]'', www.sumedangkab.go.id, Copyright © 2009 Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dikelola oleh Dishubkominfo Kab. Sumedang. Diakses 12 Desember 2011.</ref>
# [[Pangeran Santri|Pangeran Kusumahdinata I]] ([[Pangeran Santri]]) : 1530 - 1578
# [[Prabu Geusan Ulun|Pangeran Kusumahdinata II]] ([[Prabu Geusan Ulun|Pangeran Geusan Ulun]]) : 1578 - 1601
# Pangeran Kusumahdinata III (Pangeran Rangga Gempol I) : 1601 - 1625
# Pangeran Kusumahdinata IV (Pangeran Rangga Gede) : 1625 - 1633
# Raden Bagus Weruh (Pangeran Kusumahdinata V/ Pangeran Rangga Gempol II) : 1633 - 1656
# Pangeran Kusumahdinata VI (Pangeran Panembahan/ Pangeran Rangga Gempol III) : 1656 - 1706
# [[Dalem Adipati Tanumaja]] : 1706 - 1709
# Raden Tumenggung Kusumahdinata VII (Pangeran Rangga Gempol IV/ Pangeran Karuhun) : 1709 - 1744
# Dalem Istri Rajaningrat : 1744 - 1759
# Dalem Adipati Kusumahdinata VIII (Dalem Anom) : 1759 - 1761
Baris 287 ⟶ 307:
# Dalem Adipati Patrakusumah (''Tusschen Bestur'' Parakanmuncang) : 1773 - 1789
# Dalem Aria Sacapati III : 1789 - 1791
# Raden Tumenggung Surianagara (Pangeran Kusumahdinata IX/ Pangeran Kornel) : 1791 - 1828
# Dalem Adipati Kusumahyuda (Dalem Ageung) : 1828 - 1833
# Dalem Adipati Kusumahdinata (Dalem Alit) : 1833 - 1834
Baris 315 ⟶ 335:
# Ir. H. Eka Setiawan, Dipl., S.E., M.M. (Plt.)<ref>[http://www.jabarprov.go.id/index.php/news/16629/2016/03/28/Aher-Serahkan-SK-Pemberhentian-Ade-Irawan Aher Serahkan SK Pemberhentian Ade Irawan kepada Eka Setiawan]</ref> 28 Maret 2016 - sekarang
 
Bupati yang memimpin Sumedang sampai tahun 1950 merupakan keturunan langsung dari Prabu Geusan Ulun (lihat masa pemerintahan) tetapi pada tahun 1773 – 1791 yang menjadi Bupati Sumedang adalah Bupati penyelang/ atau sementara dari Parakanmuncang. Menggantikan putra Bupati Surianagara II yang belum menginjak dewasa yakni Rd. Jamu atau terkenal sebagai Pangeran Kornel.
 
<!-- (belum ada referensi, sembunyikan dahulu)