Konfrontasi Indonesia–Malaysia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Heacker06 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler menghilangkan referensi [ * ]
Heacker06 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 44:
}}
 
Malaysia itu memang suka mengejek indonesia
== Perang ==
Pada [[20 Januari]] [[1963]], [[Menteri Luar Negeri]] Indonesia [[Soebandrio]] mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya [[paramiliter|pasukan militer tidak resmi]]) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan [[sabotase]]. Tanggal [[3 Mei]] 1964 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya:
* Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
* Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia
 
Pada [[27 Juli]], Sukarno mengumumkan bahwa dia akan meng-"ganyang Malaysia". Pada 16 Agustus, pasukan dari [[Rejimen Askar Melayu DiRaja]] berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.
 
Meskipun Filipina tidak turut serta dalam perang, mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
 
[[Federasi Malaysia]] resmi dibentuk pada [[16 September]] [[1963]]. Brunei menolak bergabung dan Singapura keluar di kemudian hari.
 
Ketegangan berkembang di kedua belah pihak Selat Malaka. Dua hari kemudian para perusuh membakar kedutaan Britania di [[Jakarta]]. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia, agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di [[Kuala Lumpur]].
 
Di sepanjang perbatasan di [[Kalimantan]], terjadi peperangan perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tidak resminya mencoba menduduki [[Sarawak]] dan [[Sabah]], dengan tanpa hasil.
[[Berkas:komando aksi sukarelawan.PNG|jmpl|200px|Komando Aksi Sukarelawan.]]
Pada [[1964]] pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung [[Malaya]]. Di bulan Mei dibentuk Komando Siaga yang bertugas untuk mengoordinasi kegiatan perang terhadap Malaysia ('''Operasi Dwikora'''). Komando ini kemudian berubah menjadi Komando Mandala Siaga (Kolaga). [[Kolaga]] dipimpin oleh Laksdya Udara Omar Dani sebagai Pangkolaga. Kolaga sendiri terdiri dari tiga Komando, yaitu Komando Tempur Satu (Kopurtu) berkedudukan di Sumatera yang terdiri dari 12 [[Batalyon]] TNI-AD, termasuk tiga Batalyon Para dan satu batalyon [[KKO]]. Komando ini sasaran operasinya Semenanjung Malaya dan dipimpin oleh Brigjen [[Kemal Idris]] sebagai Pangkopur-I. Komando Tempur Dua (Kopurda) berkedudukan di [[Bengkayang]], [[Kalimantan Barat]] dan terdiri dari 13 Batalyon yang berasal dari unsur [[KKO]], [[AURI]], dan [[RPKAD]]. Komando ini dipimpin Brigjen [[Soepardjo]] sebagai Pangkopur-II. Komando ketiga adalah Komando Armada Siaga yang terdiri dari unsur [[TNI-AL]] dan juga KKO. Komando ini dilengkapi dengan Brigade Pendarat dan beroperasi di perbatasan [[Riau]] dan [[Kalimantan Timur]].
 
Di bulan Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di [[Johor]]. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. [[Tentera Laut DiRaja Malaysia]] mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia. Tentera Malaysia hanya sedikit saja yang diturunkan dan harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar pihak yang terlibat konflik senjata dengan Indonesia adalah Inggris dan Australia, terutama pasukan khusus mereka yaitu [[Special Air Service]] (SAS). Tercatat sekitar 2000 pasukan Indonesia tewas dan 200 pasukan Inggris/Australia (SAS) juga tewas setelah bertempur di belantara kalimantan (Majalah Angkasa Edisi 2006).
 
Pada 17 Agustus [[pasukan terjun payung]] mendarat di pantai barat daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di [[Labis]], Johor. Pada 29 Oktober, 52 tentara mendarat di [[Pontian]] di perbatasan Johor-Malaka dan membunuh pasukan [[Resimen Askar Melayu DiRaja]] dan [[Selandia Baru]] dan menumpas juga [[Pasukan Gerak Umum]] [[Kepolisian Kerajaan Malaysia]] di Batu 20, [[Muar]], [[Johor]].
 
Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap, Sukarno menarik Indonesia dari PBB pada tanggal [[20 Januari]] [[1965]] dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.
 
Sebagai tandingan Olimpiade, Sukarno bahkan menyelenggarakan [[GANEFO]] (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di [[Senayan]], [[Jakarta]] pada [[10 November|10]]-[[22 November]] [[1963]]. Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di [[Asia]], [[Afrika]], [[Eropa]] dan [[Amerika Selatan]], serta diliput sekitar 500 wartawan asing.
 
Pada Januari [[1965]], [[Australia]] setuju untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan setelah menerima banyak permintaan dari Malaysia. Pasukan Australia menurunkan 3 [[Resimen Kerajaan Australia]] dan Resimen [[Special Air Service (Australia)|Australian Special Air Service]]. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi, pasukan Inggris dan Australia tidak dapat mengikuti penyerang melalui perbatasan Indonesia. Tetapi, unit seperti [[Special Air Service]], baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (lihat [[Operasi Claret]]). Australia mengakui penerobosan ini pada [[1996]].
 
Pada pertengahan 1965, Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni, mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau [[Sebatik]] dekat [[Tawau]], Sabah dan berhadapan dengan [[Resimen Askar Melayu Di Raja]] dan [[Kepolisian North Borneo Armed Constabulary]].
 
Pada 1 Juli 1965, militer Indonesia yang berkekuatan kurang lebih 5000 orang melabrak pangkalan Angkatan Laut Malaysia di [[Semporna]]. Serangan dan pengepungan terus dilakukan hingga 8 September namun gagal. Peristiwa ini dikenal dengan "[[Pengepungan 68 Hari]]" oleh warga Malaysia.
 
== Akhir konfrontasi ==