Jawa Barat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 36.73.145.42 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot
Tag: Pengembalian
Baris 55:
 
== Sejarah ==
Temuan arkeologi di Anyer menunjukkan adanya budaya logam perunggu dan besi sebelum milenium pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman buni (Bekasi kuna) bisa ditemukan merentang dari Anyer sampai Cirebon.{{fact}}
 
Wilayah Jawa Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan [[Tarumanagara]].{{fact}} Prasasti peninggalan Kerajaan [[Tarumanagara]] banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara Wengi (yang digunkan dalam masa Palawa India) dan bahasa Sansakerta yang sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara.{{fact}}
 
Setelah runtuhnya kerajaan [[Tarumanagara]], kekuasaan di bagian barat [[Pulau Jawa]] dari Ujung Kulon sampai [[Kali Serayu]] dilanjutkan oleh [[Kerajaan Sunda]]{{fact}}. Salah satu prasasti dari zaman Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun 932. [[Kerajaan Sunda]] beribukota di Pakuan Pajajaran (sekarang kota [[Bogor]]).{{fact}}
 
Pada abad ke-16, Kesultanan [[Demak]] tumbuh menjadi saingan [[ekonomi]] dan [[politik]] Kerajaan Sunda. Pelabuhan Cerbon (kelak menjadi [[Kota Cirebon]]) lepas dari Kerajaan Sunda karena pengaruh Kesultanan Demak. Pelabuhan ini kemudian tumbuh menjadi [[Kesultanan Cirebon]] yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi [[Kesultanan Banten]].
 
Untuk menghadapi ancaman ini, [[Sri Baduga Maharaja]], raja Sunda saat itu, meminta putranya, [[Surawisesa]] untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan orang [[Portugis]] di [[Malaka]] untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu [[Sunda Kalapa]] (sekarang Jakarta) kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak. Pada saat [[Surawisesa]] menjadi raja Sunda, dengan gelar Prabu Surawisesa Jayaperkosa, dibuatlah perjanjian pertahanan keamanan Sunda-Portugis, yang ditandai dengan [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal]], ditandatangani dalam tahun 1512. Sebagai imbalannya, Portugis diberi akses untuk membangun benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk perdagangan di sana. Untuk merealisasikan perjanjian pertahanan keamanan tersebut, pada tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut ''padrão'' di tepi [[Ci Liwung]].
 
Meskipun perjanjian pertahanan keamanan dengan Portugis telah dibuat, pelaksanaannya tidak dapat terwujud karena pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon - Demak, dibawah pimpinan Fatahilah atau Paletehan menyerang dan menaklukkan pelabuhan Sunda Kalapa. Perang antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon - Demak berlangsung lima tahun sampai akhirnya pada tahun 1531 dibuat suatu perjanjian damai antara Prabu Surawisesa dengan [[Sunan Gunung Jati]] dari Kesultanan Cirebon.
 
Dari tahun 1567 sampai 1579, dibawah pimpinan Raja Mulya, alias Prabu Surya Kencana, Kerajaan Sunda mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan Banten. Setelah tahun 1576, kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan Pajajaran (ibukota Kerajaan Sunda), dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Zaman pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan (Jawa Barat bagian tenggara) jatuh ke tangan [[Kesultanan Mataram]].
 
Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan pada tahun [[1925]] ketika Pemerintah [[Hindia Belanda]] membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu sebagai pelaksanaan ''Bestuurshervormingwet'' tahun [[1922]], yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi. Sebelum tahun 1925, digunakan istilah ''Soendalanden'' (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai istilah geografi untuk menyebut bagian [[Pulau Jawa]] di sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy yang sebagian besar dihuni oleh penduduk yang menggunakan bahasa [[Sunda]] sebagai bahasa ibu.