Kekhalifahan Abbasiyah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 12:
| year_end = 1517
|p1 = Kekhalifahan Umayyah
| s1 = KekhalifahanKekahalifahan Utsmaniyah
| s2 = Kekhalifahan Fatimiyah
| s3 = Kesultanan Mamluk (Kairo)
Baris 47:
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah sebelumnya dari Bani Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah [[As-Saffah|Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas]] ''Rahimahullah''. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
 
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
# Periode Pertama (132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh [[Persia]] pertama.
# Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh [[Turki]] pertama.
# Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]] dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
# Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah [[Dinasti Seljuk|Bani Seljuk]] dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) [[Kesultanan Seljuk Raya]] (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
# Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota [[Baghdad]] dan diakhiri oleh invasi dari bangsa [[Mongol]].
 
Baris 77:
[[Al-Mu'tasim]], khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang [[Turki]] untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai [[tentara]] pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah [[Bani Umayyah|Umayyah]], dinasti [[Abbasiyah]] mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang [[muslim]] mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi [[Khawarij|al-Khawarij]] di [[Afrika Utara]], gerakan [[Zindiq]] di [[Persia]], gerakan [[Syi'ah]], dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
 
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan [[Islam]] daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan [[Bani Umayyah]]. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat pada zaman Bani Umayyah.
# Dengan berpindahnya ibu kota ke [[Baghdad]], pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh [[Arab]] [[Islam]]. Sedangkan dinasti [[Bani Umayyah]] sangat berorientasi kepada [[Arab]] [[Islam]]. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan [[Persia]] sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa [[Turki]] sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
# Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan [[Bani Umayyah]].
# Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.
 
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
# Maktab/Kuttab dan [[masjid]], yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
# Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.
 
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan [[bahasa Arab]], baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman [[Bani Umayyah]], maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
# Terjadinya asimilasi antara [[bangsa Arab]] dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk [[Islam]]. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh [[Persia]], sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh [[India]] terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi. Sedangkan pengaruh [[Yunani]] masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
# Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah [[al-Ma'mun]] hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
 
Baris 98:
 
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang [[astronomi]], kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama [[al-Fazari]] sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. [[Al-Farghani]], yang dikenal di [[Eropa]] dengan nama [[Al-Faragnus]], menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam [[bahasa Latin]] oleh [[Gerard Cremona]] dan [[Johannes Hispalensis]]. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama [[ar-Razi]] dan [[Ibnu Sina]]. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. [[Ibnu Sina]] yang juga seorang [[filosof]] berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah ''al-Qoonuun fi al-Thibb'' yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
 
* Dalam bidang optikal [[Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami]], yang di Eropa dikenal dengan nama [[Alhazen]], terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang [[kimia]], terkenal nama [[Jabir ibn Hayyan]]. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama [[Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi]], yang juga mahir dalam bidang [[astronomi]]. Dialah yang menciptakan ilmu [[aljabar]]. Kata ''aljabar'' berasal dari judul bukunya, ''al-Jabr wa al-Muqoibalah''. Dalam bidang sejarah terkenal nama [[al-Mas'udi]]. Dia juga ahli dalam ilmu [[geografi]]. Di antara karyanya adalah ''Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir''.
 
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang [[filsafat]], antara lain [[al-Farabi]], Ibnu Sina, dan [[Ibnu Rusyd]]. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat [[Aristoteles]]. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat, yang terkenal di antaranya ialah ''asy-Syifa'''. Ibnu Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama [[Averroes]], banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan [[Averroisme]]. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan [[filosofi]] dari [[Yunani]], [[Persia]], dan [[Hindustan]].
Baris 133 ⟶ 134:
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir zaman [[Bani Umayyah]]. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan [[Islam]]. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di [[Spanyol]] dan seluruh [[Afrika Utara]], kecuali [[Mesir]] yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam kenyataannya, banyak daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai dengan pembayaran pajak.
 
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu. Alasannya adalah:
# Mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,
# Penguasa Bani Abbas lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara:
# Seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah [[Bani Umayyah]] di [[Spanyol]] dan [[Bani Idrisiyyah]] di [[Marokko]].
# Seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh [[khalifah]], kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti daulah [[Aghlabiyyah]] di [[Tunisia]] dan [[Thahiriyyah]] di [[Khurasan]].
Baris 151 ⟶ 152:
Berakhirnya kekuasaan [[Dinasti Seljuk]] atas [[Baghdad]] atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara [[Mongol]] dan [[Tartar]] menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah [[Islam]], yang disebut masa pertengahan.
 
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
 
=== Persaingan antar Bangsa ===
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang [[Persia]]. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa [[Bani Umayyah]] berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu.
Menurut [[Ibnu Khaldun]], ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada orang-orang [[Arab]].
# Sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu.
Baris 220 ⟶ 221:
Aliran Mu'tazilah bangkit kembali pada masa [[Dinasti Buwayhiyah|Bani Buwaih]]. Namun pada masa [[Kesultanan Seljuk Raya|Dinasti Seljuk]] yang menganut paham [[Sunni]], penyingkiran golongan Mu'tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran [[Asy'ariyah]] tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran [[al-Ghazali]] yang mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham [[Ahlussunnah]]. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam konon sampai sekarang.
 
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, [[Syed Ameer Ali]] mengatakan:
{{cquote2|''Agama [[Nabi Muhammad]] ''Shallallahu ‘alaihi wasallam'' seperti juga agama [[Isa]] ''‘alaihis salaam'', terkeping-keping oleh perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang masih dalam lingkungan pengetahuan manusia. Soal kehendak bebas manusia... telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam [[Islam]] ...Pendapat bahwa rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah ... menjadi sebab binasanya jiwa-jiwa berharga''}}
 
=== Ancaman dari Luar ===
Apa yang disebutkan di atas adalah faktor-faktor internal. Di samping itu, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
# [[Perang Salib]] yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
# Serangan tentara [[Mongol]] ke wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang [[Kristen]] [[Eropa]] terpanggil untuk ikut berperang setelah [[Paus Urbanus II]] (1088-1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara komunitas-komunitas [[Kristen Timur]], hanya [[Armenia]] dan [[Maronit Lebanon]] yang tertarik dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib. Pengaruh perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa [[Hulagu Khan]], panglima tentara Mongol, sangat membenci [[Islam]] karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang [[Budha]] dan [[Kristen Nestorian]]. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki [[Yerusalem]].