Uti possidetis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
memperbaiki penerjemahan
Baris 1:
'''''Uti possidetis''''' (dalam [[bahasa Latin]] untukberarti "seperti yang Anda miliki") adalah prinsip dalam [[hukum internasional]] yang menyatakan bahwa teritori dan properti lainnya tetap dengandi tangan pemiliknya pada akhir konflik, kecuali disediakanjika hal yang berbeda diatur oleh suatu perjanjian,. jikaApabila perjanjian tersebut tidak termasuk kondisi tentang kepemilikan properti dan wilayah diambil selama perang, maka prinsip ''uti possidetis'' akan menangberlaku.<ref>{{cite Berasalweb|title=Uti dalampossidetis hukumLaw Romawi& Legal Definition|url=http://definitions.uslegal.com/u/uti-possidetis/|publisher=USLegal, kalimatInc. (uslegal.com)|accessdate=16 August 2010}}</ref> Asas ini berasalmengakar dari ungkapan[[hukum LatinRomawi]] utidan possidetis,berasal dari frase Latin "''ita possideatis'', yang berarti ".Anda sepertidapat tetap memiliki apa yang Anda miliki, Anda akan memiliki selanjutnya ". Prinsip ini memungkinkan pihak yang berperang untuk mengklaim wilayah yang telah diakuisisidirebut olehselama perang.
 
Pada awal abad ke 17, istilah ini digunakan oleh Inggris,Raja [[James I menyatakandari bahwaInggris]]. sementaraWalaupun ia mengakui adanya otoritas [[Imperium Spanyol|Spanyol]] di daerah-daerah di belahan bumi barat diyang manadikendalikan Spanyolsecara melakukanefektif kontrol yangoleh efektifSpanyol, ia menolak untuk mengakui klaim eksklusif Spanyol atas kepemilikan eksklusif dari seluruh wilayah di sebelah barat bujur 46 ° 37 'W diseperti yang ditetapkan bawaholeh [[Perjanjian Tordesillas]].
 
Baru-baru ini, prinsip telah digunakan dalam bentuk yang telah dimodifikasi, yaitu ''[[Uti possidetis juris]]'', untuk menetapkan batas-batas negara yang baru saja merdeka dari penjajahnya dengan memastikan bahwa perbatasan mengikuti batas-batas wilayah kolonial lama. Asas ''Uti possidetis juris'' pertama kali diterapkan di Amerika Selatan pada abad ke-19 setelah penjajah Spanyol diusir.<ref>Hensel, Paul R.; Michael E. Allison and Ahmed Khanani (2006). [http://mailer.fsu.edu/~phensel/garnet-phensel/Research/iowa06.pdf "Territorial Integrity Treaties, Uti Possidetis, and Armed Conflict over Territory."] Presented at the Shambaugh Conference "Building Synergies: Institutions and Cooperation in World Politics," University of Iowa, 13 October 2006.</ref> Negara-negara baru berusaha untuk memastikan bahwa tidak ada ''[[terra nullius]]'' di Amerika Selatan ketika Spanyol diusir dan untuk mengurangi kemungkinan perang perbatasan antara negara-negara yang baru merdeka dan pembentukan koloni Eropa yang baru. Prinsip yang sama diterapkan di Afrika dan Asia setelah negara-negara Eropa keluar dari benua tersebut. Asas ini juga digunakan di [[Yugoslavia]] dan [[Uni Soviet]] setelah kedua negara tersebut terpecah belah. Pada tahun 1964, [[Organisasi Persatuan Afrika]] mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa asas stabilitas perbatasan (unsur yang penting dalam asas ''uti possidetis'') akan diterapkan di seluruh Afrika. Sebagian besar Afrika sudah merdeka saat ini, sehingga resolusi ini digunakan sebagai panduan untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan perbatasan yang sudah ada daripada dengan mengobarkan perang. Sampai saat ini, kepatuhan terhadap prinsip ini telah memungkinkan negara-negara Afrika untuk menghindari perang perbatasan; pengecualiannya adalah [[Perang Eritrea-Ethiopia]] tahun 1998-2000, tetapi konflik ini disebabkan oleh satu negara bagian yang berupaya melepaskan diri dari negara lainnya dan bukan konflik di antara dua tetangga yang baru saja merdeka.<ref>{{cite book|last1=Wrong|first1=Michela|title=I Didn't Do It For You|date=2005|publisher=Harper Perennial|isbn=0-00-715095-4|accessdate=26 July 2016}}</ref> Di sisi lain, batas-batas kolonial sering tidak mengikuti garis batas etnis, dan hal ini menjadi salah satu faktor pemicu perang saudara yang melibatkan berbagai kelompok etnis di negara-negara pasca-kolonial (dan pasca-Komunis), seperti di [[Sudan]], [[Republik Demokratik Kongo]], [[Angola]], [[Nigeria]], dan [[Yugoslavia]].<ref>Shaw, Malcolm N. (1997). [http://ejil.oxfordjournals.org/cgi/reprint/8/3/478 "Peoples, Territorialism and Boundaries."] ''European Journal of International Law'' 8 (3).</ref>
Baru-baru ini, prinsip telah digunakan dalam bentuk yang dimodifikasi (lihat Uti possidetis juris) untuk menetapkan batas-batas negara yang baru merdeka berikut dekolonisasi, dengan memastikan bahwa perbatasan mengikuti batas-batas asli dari wilayah kolonial lama dari yang mereka muncul. Ini menggunakan berasal dari Amerika Selatan pada abad ke-19 dengan penarikan Kekaisaran Spanyol. Dengan menyatakan bahwa uti possidetis diterapkan., Negara-negara baru berusaha untuk memastikan bahwa tidak ada terra nullius di Amerika Selatan ketika Spanyol mengundurkan diri dan untuk mengurangi kemungkinan perang perbatasan antara negara-negara yang baru merdeka dan pembentukan koloni Eropa yang baru.
 
Prinsip ini ditegaskan oleh [[Mahkamah Internasional]] dalam Kasus 1986kasus ''Burkina Faso v Mali-'' tahun 1986:
Prinsip yang sama diterapkan ke Afrika dan Asia setelah penarikan dari kekuatan Eropa dari orang-orang benua, dan di lokasi seperti bekas Yugoslavia dan Uni Soviet di mana pemerintah terpusat mantan jatuh, dan negara-negara konstituen memperoleh kemerdekaan. Pada tahun 1964 Organisasi Persatuan Afrika mengeluarkan resolusi yang menyatakan bahwa prinsip stabilitas perbatasan-prinsip kunci dari uti possidetis-akan diterapkan di seluruh Afrika. Sebagian besar Afrika sudah merdeka saat ini, sehingga resolusi itu terutama direktif politik untuk menyelesaikan sengketa dengan perjanjian berdasarkan pra-perbatasan yang sudah ada daripada dengan beralih untuk memaksa. Sampai saat ini, kepatuhan terhadap prinsip ini telah memungkinkan negara-negara Afrika untuk menghindari perang perbatasan; pengecualian, Perang Eritrea-Ethiopia 1998-2000, memiliki akarnya dalam pemisahan diri dari negara Afrika independen daripada sebuah konflik antara dua tetangga yang didekolonisasi. Di sisi lain, batas-batas kolonial sering tidak mengikuti garis etnis, dan ini telah membantu menyebabkan perang saudara berdarah antara kekerasan dan kelompok etnis yang berbeda di banyak pasca-kolonial (dan pasca-Komunis) negara, termasuk Sudan, Republik Demokratik Kongo, Angola, Nigeria, dan bekas Yugoslavia.
 
{{cquote2|[Uti possidetis] adalah prinsip umum, yang secara logis dihubungkanterkait dengan fenomena mendapatkan kemerdekaan, di mana pun itu terjadi. Tujuan yangTujuannya jelas adalah untukagar mencegah kemerdekaan dan stabilitas negara-negara baru yangtidak terancam oleh perjuanganperselisihan berkenaan dgn pembunuhanantar saudara yang dipicu oleh perubahan perbatasan setelah penarikannegara kekuatanyang memerintah mundur [dari negara-negara administrasitersebut].}}
Prinsip ini ditegaskan oleh Mahkamah Internasional dalam Kasus 1986 Burkina Faso v Mali-:
 
{{cquote2|[Uti possidetis] adalah prinsip umum, yang secara logis dihubungkan dengan fenomena mendapatkan kemerdekaan, di mana pun itu terjadi. Tujuan yang jelas adalah untuk mencegah kemerdekaan dan stabilitas negara-negara baru yang terancam oleh perjuangan berkenaan dgn pembunuhan saudara yang dipicu oleh perubahan perbatasan setelah penarikan kekuatan administrasi.}}
 
== Daftar pustaka ==