Maraden Panggabean: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Snovanwimo98 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Snovanwimo98 (bicara | kontrib)
Baris 218:
Di sebelah barat Palopo ada pasukan Kahar Muzakkar di bawah pimpinan Bahar Mataliu yang tadinya merupakan orang kedua dari Kahar Muzakkar. Belakangan mereka berdua berselisih paham, sehingga Bahar Mataliu hendak dikirim oleh Kahar Muzakkar ke luar negeri. Bahar Mataliu kemudian merintis jalan untuk “kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi”. Sewaktu Letkol Maraden Panggabean memegang Komando RTP III ini, hal itu dapat direalisasikan dan Bahar Mataliu melapor kepada M. panggabean di Palopo. Acara ini dilakukan kira-kira pada awal Desember 1958. Pasukan Bahar Mataliu tampaknya sangat tertib, apalagi pakaian seragamnya yang hijau lebih bagus daripada yang dipakai oleh Anggota TNI. Sewaktu Maraden Panggabean bertemu dengan Bahar Mataliu dan menanyakan dari mana dia mendapatkan pakaian seragam yang begitu bagus, dia hanya tersenyum dan menjawab “Tidak tahu Pak, saya tinggal pakai”. M. Panggabean mendapat informasi bahwa pakaian seragam itu mereka peroleh sebagai imbalan atau hasil barter kopi dari pedalaman Sulawesi Selatan ke Tawao atau Singapura. Menunggu penempatan selanjutnya, pasukan Bahar Mataliu ini oleh M. Panggabean ditempatkan sebagai cadangan umum dari RTP III di sekitar daerah Palopo.
 
Dalam pelaksanaan tugas RTP III, daerah RTP III M. Panggabean membagi atas dua Vak, yaitu Vak Utara dan Vak Selatan, dengan menugaskan satu batalyon untuk setiap Vak Tugas Komando Batalyon sebagai Komando Vak untuk membersihkan daerahnya masing-masing. Dengan cara tersebut di atas keadaan di daerah operasi RTP III menjadi relatif aman, sehingga perhatian dapat dicurahkan kepada masalah kehidupan rakyat yang sangat memprihatinkan, terutama di Tana Toraja. Karena berada di daerah pegunungan di tengah-tengah pulau Sulawesi yang keadaan jalannya pun jelek, serta kendaraan sangat terbatas, kebutuhan Sembilan bahan pokok yang esensial pun tidak dapat dipenuhi di daerah itu. Minyak tanah misalnya harus didatangkan dari Palu yang diangkut dalam tabung-tabung bambu. Selain itu pasukan DI/TII sering juga mengganggu satu-satunya jalan arteri dari daerah Palopo ke Tana Toraja itu. Maka M. Panggabean menginstruksikan, supaya harus diadakan patroli terusmenerus agar bahan-bahan pokok dapat tersalur ke Tana Toraja tanpa gangguan.
 
=== Dari Kas Koandait hingga Deyah Kalimantan (1959) ===
Setelah keberhasilannya sebagai Komandan RTP III, oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno Letkol M. Panggabean akan dipromosikan sebagai Panglima Kodam XV Pattimura, namun promosi jabatan tersebut tidak terlaksana. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Kasad No. Kpts –845/10/1959 tanggal 7 Oktober 1959 tentang penetapan Letkol M.Panggabean Nrp 12150 Komandan RTP Daerah III Palopo sebagai Kas Koandait (Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia Timur). Surat tersebut ditindaklanjuti dengan Radiogram Kasad No. T–4252/1959 tanggal 21 Oktober 1959 tentang penunjukan Letkol M.Panggabean Nrp 12150 sebagai Kas Koandait.
 
Surat komando atas ditindaklanjuti oleh Deputy Kepala Staf Angkatan Darat No. SP – 0763/12/1959 tanggal 7 Desember 1959 tentang perintah kepada Letkol M. Panggabean Pamen Itjen PU ditugaskan sebagai Komandan RTP Daerah III Palopo untuk segera menerima tugas jabatan sebagai Kas Koandait. Selanjutnya Pangkoandait Mayjen TNI Ahmad ani mengeluarkan surat perintah Nomor 0095/2/60 tentang pengangkatan Letkol M. Panggabean sebagai Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia Timur.
 
Pada saat menjabat Kas Koandait, pangkat Maraden Panggabean naik satu tingkat lebih tinggi dari Letkol ke Kolonel terhitung mulai tanggal 1 Januari 1960, hal ini sesuai dengan Skep Presiden RI No. Kpts 6/M/1960 tanggal 16 Januari 1960, ketika itu yang menjabat sebagai Deyahit adalah Mayjen TNI Ahmad Yani. Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari Kolonel Inf Maraden Panggabean mendapat kepercayaan dari Mayjen TNI Ahmad Yani yang juga menjabat sebagai Deputi I KSAD merangkap Panglima Komando Antar Daerah Indonesia Timur untuk menggantikannya karena berbagai kesibukan di Jakarta. Sewaktu menjabat Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia bagian Timur Kolonel Inf Maraden Panggabean berdasarkan Surat Perintah Pangkoandait NRP-nya mengalami kekeliruan, sebagaimana yang tertulis dalam surat perintah Deyahit No: SP – 0198/4/1960 tanggal 26 April 1960 bahwa Nomor Register Prajurit (NRP) Kolonel Inf Maraden Panggabean tertulis 291489. Kekeliruan penulisan ini kemudian dibetulkan dengan diterbitkannya surat perintah Deputi Wilayah Koandait Nomor: SP - 0198 a/4/1960 tanggal 3 Mei 1960 tentang perubahan dan pembetulan NRP, dari 291489 ke 12150.
 
Perubahan jabatan Kolonel M. Panggabean dari Komandan RTP Daerah III Palopo ke Kas Koandait guna persiapan untuk merebut kembali Irian Barat yang diperkirakan bahwa penyerangan secara fisik dapat dilakukan pada tahun 1963, namun perlu diperisapkan sedini mungkin. Saat peringatan 13 tahun serangan Militer Belanda ke Yogyakarta, tanggal 19 Desember 1961 di depan rapat umum di Yogyakarta, Presiden Ir. Soekarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora). Setelah digelorakan tekad Trikora kemudian dibentuk Komando Tertinggi (Koti) yang langsung dipegang oleh Presiden selaku Panglima Tertinggi (Pangti) dengan Jenderal A. Yani sebagai Kepala Stafnya.
 
Kolonel M. Panggabean selaku Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia bagian Timur segera melaksanakan tugasnya untuk mengunjungi Kodam-Kodam yang akan menjadi daerah loncatan dan pendukung administrasi dan logistik dalam operasi militer terhadap Irian Barat, Kodam- Kodam tersebut antara lain Kodam Merdeka (Sulut dan Sulteng), Kodam Hasanuddin (Sulsel) dan Kodam Pattimura (Maluku). Dalam kunjungannya ke Kodam-Kodam tersebut Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia bagian Timur Kolonel M. Panggabean menjelaskan tentang Trikora untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan ibu pertiwi serta memberikan petunjuk kepada Panglima Daerah untuk mempersiapkan sukarelawan yang akan ditugaskan ke Irian Barat dan hal-hal yang berkaitan dengan Operasi Pembebasan Irian Barat.
 
Setelah bertugas sebagai Kepala Staf Komando Antar Daerah Indonesia bagian Timur yang bermarkas di Makassar, selanjutnya pada tahun 1963 mendapat tugas sebagai Deputi Wilayah Kalimantan. dan pada pertengahan tahun 1963 berdasarkan keputusan Presiden Nomor: 60/MABAD/1963 tertanggal 17 Agustus 1963, terhitung mulai tanggal 1 Juli 1963 pangkatnya dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal.
 
Awal memangku jabatan Deputi Wilayah Kalimantan, tugas berat yang ada di depan mata adalah memuncaknya ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, maka Brigadir Jenderal M. Panggabean selain menjabat sebagai Deputi Wilayah Kalimantan juga diangkat menjadi Panglima Mandala II. Karena itu dapat dibayangkan betapa beratnya tugas yang dihadapi karena daerahnya langsung berbatasan dengan Malaysia.
 
=== Konfrontasi Republik Indonesia-Malaysia (1964) ===
Pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden RI Ir. Soekarno dengan resmi mencanangkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), yang isinya :
# Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
# Bantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunei untuk membubarkan negara boneka
Pada tanggal 16 Mei 1964 terbentuk Komando Siaga (Koga) yang tugasnya mengkoordinasikan kegiatan militer untuk menghadapi Malaysia. Koga dipimpin oleh Marsekal Madya Udara Omar Dhani, Panglima AURI, dengan Laksamana Muda Mulyadi dari ALRI sebagai Wakil Panglima I dan Brigjen TNI Achmad Wiranatakusumah dari AD sebagai Wakil Panglima II.
 
Serangan-serangan militer dilakukan sekitar bulan Agustus dan September 1964, akan tetapi tidak berhasil. Dengan mengambil contoh dari pengalaman sewaktu Trikora, kemudian Letnan Jenderal A. Yani dalam kedudukannya sebagai Kepala Staf Koti, menekankan perlu adanya koordinasi yang dipegang oleh seorang pimpinan yang telah berpengalaman.
 
Angkatan laut menyetujui gagasan ini dan dalam bulan September 1964, Laksamana Mulyadi dan Brigadir Jenderal A. Wiranatakusumah berangkat menemui Presiden Ir. Soekarno yang sedang berada di Wina untuk operasi ginjal. Presdien dapat menerima restrukturisasi melalui pembentukan Komando Mandala Siaga (Kolaga) untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan semua kegiatan militer di Sumatera dan Kalimantan terhadap Malaysia. Omar Dhani dipertahankan sebagai Panglima Kolaga, akan tetapi sebagai Wakil Panglima I diangkat Mayor Jenderal Soeharto sejak tanggal 1 Januari 1965. Komando Mandala Siaga ini kemudian dibagi dua, masing-masing mencakup Sumatera dan Kalimantan. Mayjen TNI A. J. Mokoginta, Deyah Sumatera, menjabat sebagai Panglima Komando Mandala Siaga I (Pangkolaga I), dan Brigjen M. Panggabean selaku Deyah Kalimantan menjadi Pangkolaga II. Oleh karena konflik perbatasan terjadi hanya di Kalimantan, maka kesibukan Pangkolaga II jauh lebih banyak.
 
Karena keberhasilannya dalam pelaksanaan tugasnya sebagai Deputi Kalimantan , maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 83/KOTI/1965 tertanggal 19 Agustus 1965 Brigjen TNI Maraden Panggabean dinaikkan pangkatnya menjadi Mayor Jenderal.
 
=== Peristiwa G30S/PKI (1965) ===
Pada saat terjadinya Peristiwa G30S/PKI, Mayjen TNI Maraden Panggabean berada di Jakarta dalam perjalanan dinas dan kebetulan ditemani oleh Istrinya. Pada tanggal 30 September 1965 M. Panggabean melapor kepada Letnan Jenderal A. Yani, Men/Pangad di Mabad untuk pamitan kembali esok harinya ke Banjarmasin. Sebagaimana biasanya, apabila sedang bertugas ke Jakarta, M. Panggabean juga mengambil kesempatan untuk bertemu dengan Mayor Jenderal S. Soeprapto, Mayor Jenderal S. Soeparman, Brigadir Jenderal D. I Panjaitan, Mayor Jenderal Soetoyo, dan Mayor Jenderal Haryono yang semuanya kebetulan pula berada di SUAD pada hari itu. Sama sekali di luar dugaan, ternyata pertemuan itu merupakan pertemuan terakhir dengan para pejabat teras TNI-AD tersebut. Karena besok harinya mereka telah diculik dan menjadi korban kebiadaban PKI.
 
== Karier politik ==