Subjek (filsafat): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adeninasn (bicara | kontrib)
Adeninasn (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Filsafat}}
'''Subjek''' adalah sesuatu yang memiliki kesadaran subjektif atau memiliki pengalaman personal, atau entitas yang memiliki hubungan dengan entitas lainnya yang berada di luar dirinya (atau objek). Seorang "Subjek" adalah seorang pengamat dan "Objek" adalah sesuatu yang diamati. Konsep ini penting khususnya dalam [[filsafat kontinental]]; di mana 'Subjeksubjek' adalah terma sentral yang diperdebatkan dalam otonomi manusia dan sifat alamiah diri.<ref name=":0" /> Perbedaan antara subjek dan objek dipengaruhi filsafat [[René Descartes]], melalui pembedaan antara pikiran dan realitas badaniah.<ref name=":0">{{cite book|last=Descartes|first=René|title=The Principles of Philosophy|url=http://www.gutenberg.org/cache/epub/4391/pg4391-images.html|section=LIII|accessdate=21 October 2017}}</ref> Pada [[filsafat kontinental]] [[modern]], perdebatan melampaui peran subjek dalam memperdebatkan kemanusiaan yang didasarkan tradisi filsafat analitik Anglo-Amerika. Dalam [[teori kritis]] dan [[psikologi]], "subjektivitas" juga merupakan tindakan atau diskursus yang menghasilkan individu-individu dengan konsep "Aku", di mana "Aku" merupakan "Subjek".<ref name=":0" />
 
== Subjektivitas dalam filsafat kontinental ==
Pemikiran [[Karl Marx|Marx]] dan [[Sigmund Freud|Freud]] memberikan sebuah titik tolak dalam mempertanyakan gagasan "Subjek yang otonom" dan "kesatuan". Pemikiran ini dilihat sebagai dasar teori liberal atas kontrak sosial pada tradisi [[filsafat kontinental]]. Para pemikir ini membuka jalan bagi proses [[dekonstruksi]] "Subjek" sebagai konsep inti [[metafisika]]. Eksplorasi Freud tentang wilayah tidak-sadar menambahkan sebuah dakwaan tentang gagasan subjektivitas pada Masa Pencerahan. Selain itu, [[Martin Heidegger|Heidegger]] menawarkan konsep [[Dasein|''Dasein'']] atau "''Being-there''" dalam menggantikan konsep tradisional tentang subjek pribadi. Konsep [[fenomenologi]] [[Martin Heidegger|Heidegger]] mencoba melampaui dualitas klasik antara subjek dan objek, karena keduanya dihubungkan dengan hubungan yang tak terpisahkan; di mana tidak ada dunia tanpa subjek, atau subjek tanpa dunia.<ref name=":1">Farina, Gabriella (2014). [http://www.crossingdialogues.com/Ms-A14-07.pdf ''Some reflections on the phenomenological metho''d.] ''Dialogues in Philosophy, Mental and Neuro Sciences'', '''7'''(2):506–2.</ref> [[Jacques Lacan]], yang terinspirasi oleh [[Heidegger]] dan [[Ferdinand de Saussure|Saussure]] dalam penggunaan model psikoanalisis [[Sigmund Freud|Freud]] tentang subjek ini, menggunakan konsep "Subjeksubjek terbelah" (''split subject'') yang dibentuk oleh ikatan ganda, yaitu dengan terasingnya diri dari "''jouissance''"{{efn|Kata '<nowiki/>''jouissance'<nowiki/>'' sulit mendapatkan padanan yang tepat, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Hal ini membuat kata ini tetap digunakan dan tidak diterjemahkan. Kata '<nowiki/>''jouissance'<nowiki/>'' sendiri memiliki makna semacam kepuasan tetapi juga mengandung penderitaan; di mana '<nowiki/>''jouissance'<nowiki/>'' dipahami sebagai pengganti bagi hilangnya "kesatuan ibu-anak" yang hilang karena anak membentuk subjektivitasnya sendiri.<ref name=":3"/>}} saat ia meninggalkan [[tatanan riil]], dan memasuki [[tatanan imajiner]] (pada proses [[tahap cermin]]), yang memisahkan [[Liyan (filsafat)|Liyan]] saat dia memasuki ranah [[bahasa]], perbedaan, dan permintaan dalam [[tatanan simbolik]] atau "Nama-Ayah".<ref name=":2">Elizabeth Stewart, Maire Jaanus, Richard Feldstein (eds.). ''Lacan in the German-Speaking World'', SUNY Press, 2004, p. 16.</ref> Subjek pada pandangan [[Jacques Lacan|Lacan]] di sini adalah "Subjeksubjek maskulin"; di mana Lacan memasukkan pandangan Freud bahwa antara ibu dan anak tercipta suatu korelasi yang berhubungan dengan apa yang disebut falus (''phallus''). Falus tidak dapat didefinisikan sebagai sekadar organ penis pada pria. Falus menurut Lacan adalah fungsi imajiner dan simbolik dari organ penis. Imajiner falus adalah objek imajiner yang berada antara anak dan ibu. Imajiner falus dipahami oleh seorang anak sebagai objek hasrat dari ibunya yang diingini oleh sang lbu melampaui sang anaknya sendiri, sehingga sang anak mengidentifikasikan dirinya dengan objek ini. Sang ayah hadir dan melakukan kastrasi terhadap sang anak dengan larangan kepada sang anak melalui hukum tersirat untuk melepaskan harapan untuk menjadi falus ibunya. Dalam hal ini sang anak dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu untuk menaati atau menolak hal tersebut. Dalam proses ini Lacan memperkenalkan istilah “Nama-Ayah” (Name-of-the-Father) yang digambarkan mewakili [[hukum]] dan [[masyarakat]].<ref name=":3">Lukman, Lisa. (2011). ''Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Jacques Lacan''. Jakarta: Penerbit Kanisius.</ref>
 
[[Kastrasi]] yang dimaksud Lacan bukan hanya terjadi pada anak lelaki, melainkan juga pada anak perempuan. Falus terjadi tanpa melihat perbedaan jenis kelamin. Lacan mendefinisikan pria sebagai yang memiliki falus simbolik "yang bukan-(apa-apa)-tanpanya” (simbolik falus), dan wanita sebagai ”yang-(bisa)-tanpanya". Pria mengalami kastrasi jika ia melepaskan falus simboliknya, sedangkan kekurangan wanita terhadap simbolik falus pada dirinya sejenis penguasaan. Kastrasi dipahami sebagai penolakan terhadap apa yang diistilahkan sebagai "''jouissance''". Kastrasi juga dipahami memiliki arti yang mirip dengan keterasingan (''alienation'') dan keterpisahan (''separation''). Lacan menjelaskan hal ini lebih lanjut sebagai berikut: tidak ada hal yang seperti hubungan seksual, yang dipahami dalam pengertian hubungan atau perbandingan menyangkut makna falus yang mewakili dua jenis kelamin sekaligus: pria dan wanita. Lacan beranggapan bahwa wanita adalah objek, ia adalah objek a dari hasrat dan falus. Wanita dijelaskan sebagai [[Liyan (filsafat)|Liyan]]. Falus adalah penanda bagi pria, sehingga wanita tidak ada karena tidak ada penanda bagi dirinya. Hal ini terlihat dalam masyarakat bahwa keberadaan wanita selalu dikaitkan dengan pria yang dijadikannya sebagai teman hidup. Wanita menempuh jalan yang panjang dan sulit untuk mendefinisikan dirinya.<ref name=":3"/> Falus juga dapat dipahami sebagai sebuah penanda; di mana falus adalah penanda dari hasrat akan [[Liyan (filsafat)|Liyan]], dan juga sebagai penanda bagi ''jouissance'' (pemuasan dorongan). Lacan memahami falus sebagai suatu penanda yang istimewa dan berperan dalam ketiga tatanan yang membentuk struktur dasar manusia: [[tatanan imajiner]], [[tatanan simbolik]], dan [[tatanan riil]]. Bukan itu saja, falus bahkan menyatukan ketiga tatanan tersebut di dalam dirinya. Falus adalah penanda bagi hasrat, falus juga penanda bagi kekurangan. Selain itu, falus juga penanda bagi kehilangan (''loss'') yang terjadi dalam kastrasi.<ref name=":3" />
 
Lacan juga menyebutkan bahwa falus adalah penanda bagi kekurangan keberadaan (''lack of being''). Berdasarkan hal tersebut, menurut Lacan, tidak ada yang disebut sebagai hubungan seksual semata-mata, yang dibangun berdasarkan jenis kelamin seseorang, yakni pria dan wanita. Dengan kata lain, mereka tidak bertindak kepada [[Liyan (filsafat)|Liyan]] sebagai pria terhadap wanita maupun sebagai wanita terhadap pria. Lacan menjelaskan bahwa dalam di antara keduanya terdapat objek ketiga, yaitu objek a; yang bergeser dan membangun hubungan di antara keduanya. Objek a dalam hal ini dipahami sebagai ''jouissance'', yang muncul sebagai rasa kehilangan akan sang ibu. Lacan membedakan pria dan wanita dalam hubungan yang dibangun dengan [[tatanan simbolik]]. Lacan beranggapan bahwa cara pria membangun hubungan dengan [[tatanan simbolik]] berbeda dengan cara wanita. Hal ini terlihat dari cara mereka berkata-kata. Pria dan wanita mengalami keterasingan dalam dan melalui bahasa dengan cara yang berbeda.<ref name=":3" />