Mishnah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Roman Meong (bicara | kontrib)
k Koreksi beberapa kesalahan ketik "hokum" menjadi "hukum."
Baris 6:
== Latar Belakang Terbentuknya Mishnah ==
 
Kepercayaan akan suatu hukum lisan ilahi sebagai tambahan bagi [[Taurat|Hukum Musa]] yang tertulis tidak dikenal pada masa penulisan [[Alkitab]] yang berlangsung di bawah ilham ilahi.<ref>{{Alkitab|Keluaran 34:27}}</ref> Berabad-abad kemudian ada suatu kelompok dalam [[Yudaisme]] yakni orang-orang Farisi, yang mengembangkan dan mempromosikan konsep hukum lisan ini. Selama abad pertama M, orang-orang Saduki dan orang-orang [[Yahudi]] lain menentang ajaran yang tidak berdasarkan [[Alkitab]] ini. Akan tetapi. Selama [[bait]] di [[Yerusalem]] masih menjadi pusat ibadat [[Yahudi]], sengketa hokumhukum lisan hanyalah masalah sekunder. Ibadat di bait memberikan struktur dan stabilitas hingga taraf tertentu terhadap segala unsur kehidupan bangsa Yahudi.
 
Namun, pada tahun 70 M, bangsa Yahudi menghadapi krisis agama dalam skala yang sulit dibayangkan. Yerusalem dibinasakan oleh legion Romawi, dan lebih dari satu juta orang Yahudi terbunuh. Bait, pusat dari kegiatan rohani mereka, musnah. Merupakan hal yang mustahil untuk menjalankan Hukum Musa, yang menuntut persembahan korban dan dinas keimamam di bait. Bait fondasi Yudaisme tidak ada lagi. Sarjana Talmud bernama Adin Steinsaltz menulis, “Kebinasaan . . . pada tahun 70 M itu mengakibatkan timbulnya kebutuhan mendesak akan rekonstruksi sekuruh kerangka kehidupan beragama”. Orang-orang Yahudi pun mulai melakukannya.
Baris 12:
Bahkan sebelum [[Bait Suci Kedua|Bait Suci]] dibinasakan, Yohanan Ben Zakkai, murid kehormatan dari pemimpin kaum Farisi bernama [[Hilel]], mendapat izin dari [[Vespasianus]] (calon kaisar) untuk memindahkan pusat ibadat [[Yudaisme]] dan [[Sanhedrin]] dari [[Yerusalem]] ke [[Yamnia|Yavneh (Yabne)]]. Sebagaimana dijelaskan Steinsaltz, setelah kebinasaan Yerusalem, Yohanan Ben Zakkai “menghadapi tantangan untuk mendirikan pusat keagamaan yang baru bagi masyarakat dan membantu mereka menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru sementara gairah agama perlu dialihkan kepada suatu titik tumpu lain, apalagi sekarang setelah Bait tidak berfunsi lagi”. Titik tumpu itu adalah hukum lisan.
 
Dengan runtuhnya Bait, oang-orang Saduki dan sekte-sekte Yahudi yang lain tidak mempunyai pilihan. Orang-orang Farisi menjadi sekte utama Yahudi, menyatukan kelompok-kelompok yang saling bertikai itu. Dengan menekankan persatuan, pra rabi yang terkemuka tidak lagi menyebut diri mereka Farisi, sebutan yang dapat memberikan kesan sektarian atau partisan. Mereka menjadi terkenal dengan sebutan para rabi, “cendekiawan Israel”. Para cendekiawan ini hendak menciptakan semacam wadah untuk menampung hokumhukum lisan mereka. Ini berbentuk struktur kerohanian yang lebih tangguh terhadap serangan manusia dibandingkan dengan bait.
 
{{Mishnah}}