Mochtar Lubis: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wonxxi (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 15:
}}
{{wikisource|Mochtar Lubis}}
'''Mochtar Lubis''' ({{lahirmati|[[Kota Padang|Padang]], [[Sumatera Barat]]|7|3|1922|[[Jakarta]]|2|7|2004}}) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal [[Indonesia]]. Dia merupakan lulusan HIS dan Sekolah Ekonomi Kayu Tanam yang belajar tentang jurnalisme dan beberapa bahasa asing secara autodidak. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ''[[ANTARA]]'', kemudian mendirikan dan memimpin harian ''[[Indonesia Raya (surat kabar)|Indonesia Raya]]'' yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra ''[[Horizon]]'' bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim [[Soekarno]], ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun [[1966]]. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku ''Catatan Subversif'' ([[1980]]).
 
Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan [[Association for Cultural Freedom|International Association for Cultural Freedom]] (organisasi [[CIA]]), dan anggota [[World Futures Studies Federation]].
 
Novelnya, ''Jalan Tak Ada Ujung'' (1952 diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh A.H. John menjadi ''A Road With No End'', London, 1968), mendapat [[Hadiah Sastra BMKN]] [[1952]]; cerpennya ''Musim Gugur'' menggondol hadiah majalah ''Kisah'' tahun 1953; kumpulan cerpennya ''Perempuan'' (1956) mendapatkan Hadiah Sastra Nasional BMKN 1955-1956; novelnya, ''[[Harimau! Harimau!]]'' (1975), meraih hadiah Yayasan Buku Utama Departeman P & K; dan novelnya ''Maut dan Cinta'' (1977) meraih Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya tahun 1979. Selain itu, Mochtar juga menerima Anugerah Sastra Chairil Anwar (1992).
 
Bersama sejumlah cendekiawan, dia mendirikan Yayasan Obor Indonesia, sebuah penerbit buku.
 
Pidato kebudayaannya pada tanggal 6 April tahun 1977 di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul "Manusia Indonesia". Buku yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (YOI) ini mendapat pro dan kontra dari masyarakat karena mengungkap stereotip manusia Indonesia, terutama sifat-sifat negatifnya.