Gajah Mada: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Nama ibu gajah mada Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 15:
|death_place = ''Belum teridentifikasi''
|spouse =
|religion =
}}
'''Gajah Mada''' (wafat k. 1364) adalah seorang [[panglima]] perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman [[Majapahit|kerajaan Majapahit]].<ref name="Pigeaud">{{cite book |first=Theodore Gauthier Th. |last=Pigeaud |coauthors= |title=Javanese and Balinese manuscripts and some codices written in related idioms spoken in Java and Bali: descriptive catalogue, with examples of Javanese script, introductory chapters, a general index of names and subjects |publisher=Steiner |year=1975 |isbn=3515019642, 9783515019644}}</ref><ref name="Pogadaev">Pogadaev, V. A., 2001, ''Gajah Mada: The Greatest Commander of Indonesia''. Historical Lexicon. XIV –XVI Century. Vol. 1. h.245-253,
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu [[Sumpah Palapa]], yang tercatat di dalam [[Pararaton]].<ref>Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. ''Sejarah Nasional Indonesia Jilid II''. Jakarta: Balai Pustaka.</ref> Ia menyatakan tidak akan memakan ''[[palapa]]'' sebelum berhasil menyatukan [[Nusantara]]. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial.<ref>{{cite book |first=Restu |last=Gunawan |coauthors= |title=Muhammad Yamin dan cita-cita persatuan Indonesia |publisher=University of Michigan Press|year=2005 |isbn=}}</ref> Banyak masyarakat Indonesia masa sekarang yang menganggapnya sebagai [[pahlawan]]<!-- opini buku, bukan penetapan resmi --> dan simbol [[nasionalisme]] Indonesia<ref>[http://www.eastjava.com/books/majapahit/html/gajah.html Memory of Majapahit: Gajah Mada]</ref> dan persatuan Nusantara.<ref>{{cite book |first=Muhammad |last=Yamin |coauthors= |title=[http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PA85&dq=sejarah%20banjar&pg=PA85#v=onepage&q=sejarah%20banjar&f=false Gadjah Mada, pahlawan persatoean Noesantara] |publisher=Balai Poestaka |year=1945 |isbn= 9789794073230}} [http://books.google.co.id/books?id=QE4ZK9pvA14C&lpg=PR4&pg=PR4#v=onepage&q&f=false ISBN 979-666-195-0]</ref>
Baris 32:
Kedua'', ''dalam masa Jawa Kuno, candi atau ''caitya ''pen-''dharma''-an tokoh selalu dibangun oleh kerabat atau keturunan langsung tokoh itu, seperti Candi Sumberjati bagi Raden Wijaya dibangun tahun 1321 pada masa Jayanegara; dan Candi Bhayalango bagi Rajapatmi Gayatri dibangun tahun 1362 oleh cucunya, Hayam Wuruk. Atas alasan itu, Gajah Mada masih keturunan dari Raja Kertanagara. Setidaknya Gajah Mada masih punya hubungan darah dengan Kertanagara.
Ayah Gajah Mada mungkin sekali bernama Gajah Pagon yang mengiringi Raden Wijaya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kediri. Gajah Pagon tidak mungkin orang biasa, bahkan sangat mungkin anak dari salah satu selir Kertanagara karena dalam kitab ''Pararaton'', nama Gajah Pagon disebut secara khusus. Ketika itu, Raden Wijaya begitu mengkhawatirkan Gajah Pagon yang terluka dan dititipkan kepada seorang kepala desa Pandakan. Menurutnya, sangat mungkin Gajah Pagon selamat kemudian menikah dengan
Gajah Mada mungkin memiliki eyang yang sama dengan Tribhuwana Tunggadewi. Bedanya Gajah Mada cucu dari istri selir, sedangkan Tribhuwana adalah cucu dari istri resmi Kertanagara. Dengan demikian, tidak mengherankan dan dapat dipahami mengapa Gajah Mada sangat menghormati Kertanagara karena Raja itu adalah eyangnya sendiri. Hanya keturunan Kertanegara saja yang akan dengan senang hati membangun ''caitya'' berupa Candi Singasari untuk mengenang kebesaran leluhurnya itu. Bahkan konsepsi Dwipantra Mandala dari Kertanagara mungkin menginspirasi dan mendorong Gajah Mada dalam mencetuskan Sumpah Palapa.<ref>Agus Aris Munandar, "Gajah Mada, Biografi Politik"</ref>
|