Syariat Islam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 116.87.19.182 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot
Tri Rahmat (bicara | kontrib)
pranala
Baris 1:
{{Islam}}
'''Syariat Islam''' ([[Bahasa Arab|Arab]]: <font size=4>شريعة إسلامية</font> Kata syara' secara etimologi berarti "jalan-jalan yang bisa di tempuh air", maksudnya adalah jalan yang di lalui manusia untuk menuju allahAllah. '''''Syariat Islamiyyah''''' adalah [[hukum]] atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam. Selain berisi hukum, aturan dan panduan peri kehidupan, syariat Islam juga berisi kunci penyelesaian seluruh masalah kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
 
== Sumber Hukum Islam ==
Baris 15:
* ''Daif'' (lemah)
* ''Maudu''' (palsu)
Hadis yang dijadikan acuan hukum hanya hadis dengan derajat ''sahih'' dan ''hasan'', kemudian hadis ''daif'' menurut kesepakatan ulama salaf[[Salaf]] (generasi terdahulu) selama digunakan untuk memacu gairah beramal (fadilah amal) masih diperbolehkan untuk digunakan oleh umat Islam. Adapun hadis dengan derajat ''maudu'' dan derajat hadis yang di bawahnya wajib ditinggalkan, namun tetap perlu dipelajari dalam ranah ilmu pengetahuan.
 
Perbedaan al-Quran dan al-Hadis adalah al-Quran, merupakan kitab suci yang berisikan kebenaran, hukum hukum dan firman Allah, yang kemudian dibukukan menjadi satu bundel, untuk seluruh umat manusia. Sedangkan al-hadis, merupakan kumpulan yang khusus memuat sumber hukum Islam setelah al Quran berisikan aturan pelaksanaan, tata cara ibadah, akhlak, ucapan yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. Walaupun ada beberapa perbedaan ulama ahli [[fiqihfikih]] dan ahli hadistHadist dalam memahami makna di dalam kedua sumber hukum tersebut tetapi semua merupakan upaya dalam mencari kebenaran demi kemaslahatan ummat , namun hanya para ulama [[mazhab]] (ahli fiqih) dengan derajat keilmuan tinggi dan dipercaya ummat yang bisa memahaminya dan semua ini atas kehendak Allah.
 
=== Ijtihad ===
Baris 26:
* [['Urf]], kebiasaan
 
Terkait dengan susunan tertib syariat, al Quran dalam surat[[Surah Al Ahzab]] ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat al Qur'an dalam SuratSurah Al MaidahMai'dah<ref>''"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun."'' (Al-Māidah 5:101)</ref> yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
 
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup [[beribadahnya]] kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syarak (ibadah [[Mahdah]]) dan perkara yang masuk dalam kategori Furuk Syarak ([[Gairu Mahdah]]).