Kabupaten Pangandaran: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-Hindia-Belanda, +Hindia Belanda)
Baris 72:
Pada awalnya [[desa]] [[Pananjung]] [[Pangandaran]] ini dibuka dan ditempati oleh para [[nelayan]] dari [[Suku Sunda]]. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di [[Pantai Pangandaran]] inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi [[cagar alam]] atau [[hutan lindung]], tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para [[nelayan]] menjadikan tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam [[Bahasa Sunda]] nya disebut andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. [[Pangandaran]] berasal dari dua buah kata “Pangan” dan “Daran” yang artinya pangan adalah “Makanan” dan daran adalah “Pendatang”. Jadi Pangandaran artinya “Sumber Makanan Para Pendatang”. Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama [[desa]] [[Pananjung]], karena menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah ini pun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam [[bahasa sunda]] ''pangnanjung-nanjungna'' (paling subur atau paling makmur).
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan [[kerajaan Galuh]] Pangauban yang berpusat di [[Putrapinggan, Kalipucang, Pangandaran]] sekitar abad XIV M. setelah munculnya [[kerajaan Pajajaran]] di [[Pakuan]], [[Bogor]]. Nama rajanya adalah [[Prabu Anggalarang]] yang salah satu versi mengatakan bahwa dia masih keturunan [[Prabu Haur Kuning]], raja pertama [[kerajaan Galuh]] [[Pagauban]], namun sayangnya [[kerajaan Pananjung]] ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hasil bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen). Di masa pemerintahan [[Hindia- Belanda]], wilayah kabupaten Pangandaran ini dikenal dengan nama [[Sukapura]].
 
Pada tahun [[1922]], penjajahan [[Belanda]] oleh [[Y. Everen]] (Residen Priangan) [[Pananjung]] dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor [[banteng]] jantan, tiga ekor [[sapi]] betina dan beberapa ekor [[rusa]]. Karena memiliki keanekaragaman [[satwa]] dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun [[1934]] [[Pananjung]] dijadikan [[suaka alam dan marga satwa]] dengan luas 530 Ha. Pada tahun [[1961]] setelah ditemukannya [[Bunga]] [[Raflesia padma]] status berubah menjadi [[cagar alam]]. Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun [[1978]] sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan [[Taman Wisata]]. Pada tahun [[1990]] dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai [[cagar alam laut]] (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/KPTS-II/1993 pengusahaan wisata Taman Wisata Alam Pananjung, Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III [[Jawa Barat]], Kesatuan Pemangkuan Hutan [[Ciamis]], bagian Kemangkuan [[Hutan Pangandaran]].