Sejarah Myanmar: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 209:
Sejumlah aksi protes bermunculan menentang kudeta, dan mula-mula ditanggapi secara lunak oleh militer.<ref name="Boudreau">Boudreau, Vincent (2004) ''Resisting Dictatorship: Repression and Protest in Southeast Asia'' Cambridge University Press, Cambridge, U.K., [https://books.google.com/books?id=ZpoCNHhUe7QC&pg=PA37 hal. 37–39], {{ISBN|0-521-83989-0}}</ref> Akan tetapi pada 7 Juli 1962, aksi protes secara damai yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus Universitas Rangoon ditindak keras oleh militer sehingga menyebabkan sekitar 100 mahasiswa tewas terbunuh. Sehari sesudahnya, angkatan darat meledakkan gedung organisasi Persatuan Mahasiswa.<ref name="ms"/> Perundingan damai yang mempertemukan Majelis Revolusioner dan berbagai kelompok bersenjata yang menentang pemerintah diadakan pada 1963, namun tidak berhasil mencapai kata sepakat, dan selama perundingan berlangsung maupun setelah gagal menghasilkan kesepakatan, ratusan orang ditahan di Rangoon dan tempat-tempat lain, baik yang berhaluan kanan maupun yang berhaluan kiri dalam pandangan poliknya. Seluruh partai oposisi dinyatakan terlarang pada 28 Maret 1964.<ref name="ms"/> Kaum pemberontak [[Orang Kachin|Kachin]] yang tergabung dalam [[Organisasi Kemerdekaan Kachin]] sudah lebih dahulu beraksi pada 1961 dipicu oleh maklumat U Nu yang menjadikan agama Buddha sebagai agama negara, dan Angkatan Bersenjata [[Negara Bagian Shan]], dipimpin istri Sao Shwe Thaik, Mahadevi , dan putranya, Chao Tzang Yaunghwe, mengobarkan pemberontakan pada 1964 sebagai wujud penentangan terhadap kudeta militer 1962.<ref name="ms"/>
Ne Win bergegas mengambil langkah-langkah kebijakan untuk mentransformasi Birma menjadi sebuah "negara sosialis" yang dicita-citakannya dan untuk mengisolasi negara ini dari hubungan dengan negara-negara lain di dunia. Ne Win memberlakukan [[sistem satu partai]], dan [[Partai Program Sosialis Birma]] bentukannya mengendalikan pemerintahan Birma.<ref name="ms"/> Niaga dan industri di seluruh wilayah Birma dinasionalisasi, namun perekonomian mula-mula tidak mengalami pertumbuhan karena pemerintah terlalu
On 23 March 1976, over 100 students were arrested for holding a peaceful ceremony (''Hmaing yabyei'') to mark the centenary of the birth of [[Thakin Kodaw Hmaing]] who was the greatest Burmese poet and writer and nationalist leader of the 20th century history of Burma. He had inspired a whole generation of Burmese nationalists and writers by his work mainly written in verse, fostering immense pride in their history, language and culture, and urging them to take direct action such as strikes by students and workers. It was Hmaing as leader of the mainstream Dobama who sent the Thirty Comrades abroad for military training, and after independence devoted his life to internal peace and national reconciliation until he died at the age of 88 in 1964. Hmaing lies buried in a mausoleum at the foot of the Shwedagon Pagoda.<ref>{{cite web|url=http://www.irrawaddymedia.com/article.php?art_id=1836|title=Thakin Kodaw Hmaing (1876–1964)|publisher=''[[The Irrawaddy]]'' 1 March 2000|accessdate=6 March 2008}}</ref>
|