Orang Indo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 35:
 
=== Masa keemasan : Hindia Belanda (1800-1942) ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gezinsportret van een Europese vader een Indische moeder en vier kinderen TMnr 60019708.jpg|thumbjmpl|230px|Keluarga campuran Belanda (ayah) dan Indo (ibu) sudah banyak terbentuk sejak kehadiran VOC, dan menguat pada abad ke-19 dan ke-20.]]
 
Perubahan besar yang terjadi di Eropa pada awal abad ke-19 ([[perang Napoleon]]) dan diberlakukannya ''Cultuurstelsel'' oleh Gubernur Jenderal [[van den Bosch]] membuat orang Eropa-Indonesia mulai menyebar ke berbagai tempat di Nusantara, terutama di Jawa dan sebagian Sumatera, terutama sebagai untuk mengurus [[perkebunan]]-perkebunan. Banyak pendatang, sebagian besar berasal dari Belanda ditambah beberapa orang [[Jerman]] dan Inggris. Untuk pengaturan ketertiban hukum, pemisahan ke dalam tiga kelompok, ''[[Europeanen]]'' (orang Eropa), ''[[Vreemde Oosterlingen]]'' (Timur Asing), dan ''[[Inlanders]]'' (pribumi) diberlakukan semenjak 1854 (''Regeringsreglement'', "Undang-undang Administrasi Hindia") yang mempertegas pemisahan orang Eropa-Indonesia dari komponen masyarakat Indonesia lainnya. Ironisnya, walaupun undang-undang ini memasukkan kaum Eurasia ke dalam kelompok orang Eropa, tetapi mempertegas pula segregasi di dalam kalangan Europeanen, dan secara tidak langsung merugikan kalangan campuran. Ini terjadi karena mulai berdatangannya orang-orang dari Eropa (terutama Belanda) untuk berusaha. Akibatnya, kalangan "totok" (orang Eropa-Indonesia yang bukan campuran) mulai meningkat proporsinya dibandingkan kalangan campuran. Orang keturunan campuran (pada masa inilah istilah "Indo", kependekan dari Indo-Europeanen, mulai dipakai) seringkali dianggap lebih rendah oleh orang Eropa totok meskipun mereka dapat memiliki hak, privilese, dan kewajiban yang sama apabila ayahnya 'mengakui'nya sebagai orang Eropa.<ref name="vanderVeur">van der Veur, PW 2006. ''The lion and the gadfly. Dutch colonialism and thes spirit of E.F.E. Douwes Dekker''. KITLV Press. Leiden. Penulis buku ini pun adalah seorang Indo yang bermukim di Amerika Serikat.</ref> Sesuai aturan yang berlaku masa itu pula, Europeanen tidak dapat memiliki lahan secara pribadi, tetapi dapat menyewa dari orang pribumi. Di sisi lain, kaum Indo menurut aturan dibayar per jamnya lebih rendah daripada orang totok dan trekkers karena memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah. Hal ini memunculkan ketidakpuasan di kalangan Indo.
Baris 51:
 
=== Pasca-kemerdekaan Indonesia dan diaspora (1945-1965) ===
[[Berkas:Arrivalrotterdam.jpg|thumbjmpl|300px|Orang Indo di atas kapal "Castel Felice" tiba di [[Rotterdam]] tahun 1958, menyusul peristiwa "[[Sinterklas Hitam]]"]]
Perlawanan [[Indonesia]] terhadap Belanda yang mencoba menguasai [[Indonesia]] kembali menimbulkan perasaan permusuhan di kalangan pribumi Indonesia terhadap mereka yang pro-Belanda. Mereka mencurigai siapa saja yang menyerupai orang [[Eropa]] (semua orang kulit putih dianggap pro-Belanda) atau yang mendukung penjajahan kembali. Orang Indo yang kebanyakan ingin kembali ke Belanda, merasa takut dan banyak yang melarikan diri ke koloni jajahan [[Inggris]] di [[Malaysia]] dan [[Singapura]]. Pada periode 1945-1946, terjadi gelombang kekerasan kepada orang Indo oleh kelompok pemuda yang dikenal sebagai periode [[Bersiap]]. Diperkirakan sekitar 20.000 orang Indo tewas dalam kejadian ini, dan menurut beberapa sejarawan, dapat dikatakan sebagai [[genosida]].<ref>Frederick, William H. [["The killing of Dutch and Eurasians in Indonesia's national revolution (1945–49): a ‘brief genocide’reconsidered."]] ''Journal of Genocide Research'' 14.3-4 (2012): 359-380.</ref> Setelah 1949, Belanda membuka gelombang "[[repatriasi]]" warga Eropa-Indonesia ke Belanda. Pengakuan kedaulatan [[Indonesia]] pada akhir tahun [[1949]] memicu peningkatan jumlah repatriat. Tidak mudah bagi banyak orang Eropa-Indonesia untuk hidup di Belanda karena terjadi penolakan oleh sebagai warga Belanda yang merasa tersaingi dalam pencarian lapangan pekerjaan. Akibatnya banyak dari mereka yang kemudian kembali beremigrasi ke negara ketiga, seperti [[Amerika Serikat]], [[Australia]], [[Selandia Baru]], atau [[Kanada]].
 
Baris 64:
 
== Kiprah budaya kaum Indo sebelum diaspora ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De families Schalkwijk en Mertens aan tafel met een drankje in broeken en rokken met Indische druk TMnr 60050699.jpg|thumbjmpl|300px|Di akhir abad ke-19 orang Eropa dan Indo banyak menyerap unsur budaya lokal dan melahirkan kultur ''Indisch'', sebagai hibrida antara budaya Eropa (Belanda) dan berbagai budaya lokal Indonesia. Kebaya dengan potongan khas dan warna putih sering dikenakan oleh perempuan Eropa. Corak batik juga memiliki kekhasan motif tersendiri. Foto diambil 1888, koleksi Tropenmuseum Amsterdam.]]
Kaum Indo memiliki ciri-ciri budaya percampuran dari [[kebudayaan Barat]] (Eropa) dan kebudayaan Timur (Indonesia atau Tionghoa). Percampuran budaya ini sedikit banyak berkaitan dengan derajat "ketercampuran" rasial masing-masing individu dan latar belakang etnis keluarga mereka. Hal ini membuat kelompok ini sukar didefinisikan, bahkan oleh anggotanya sendiri, sehingga mereka sulit menyatukan diri sebagai satu kekuatan politik. Situasi ini menjadi bencana bagi mereka ketika terjadi [[Perang Pasifik]] dan masa-masa awal Revolusi Kemerdekaan Indonesia.