Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: penggantian teks otomatis (-mesjid, +masjid)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
[[Berkas:Jogja.kraton.jpg|thumbjmpl|240px|Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]
 
'''Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat''' atau '''Keraton Yogyakarta''' ([[bahasa Jawa]]: [[Hanacaraka]], {{jav|꧋ꦏꦫꦡꦺꦴꦟ꧀ꦔ​ꦪꦺꦴꦓꦾꦑꦂꦡ​ꦲꦢꦶꦟꦶꦁꦫꦡ꧀꧉}}, ''Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat'') merupakan [[istana]] resmi [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]] yang kini berlokasi di [[Kota Yogyakarta]], [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], [[Indonesia]]. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian [[Republik Indonesia]] pada tahun [[1950]], kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal [[sultan]] dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan [[museum]] yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan [[gamelan]]. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur [[keraton|istana Jawa]] yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.<ref>{{cite book
Baris 17:
{{TOClimit|2}}
== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gouverneur Bijleveld heft het glas met Sultan Hamengkoe Boewono VIII tijdens een bezoek aan de kraton in Jogjakarta TMnr 60023722.jpg|thumbjmpl|240px|rightka|Sultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yogyakarta, sekitar tahun 1937.]]
 
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh [[Pangeran Mangkubumi|Sultan Hamengku Buwono I]] beberapa bulan pasca [[Perjanjian Giyanti]] pada tahun [[1755]]. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan<ref>''Pesanggrahan'' bermakna 'istana kecil' atau 'vila'</ref> yang bernama ''Garjitawati''. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di [[Imogiri]]. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, ''Umbul Pacethokan'', yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di ''Pesanggrahan Ambar Ketawang'' yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten [[Sleman]]<ref>Sultan Hamengku Buwono I pindah dari Pesanggrahan Ambar Ketawang ke Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober 1756. Tanggal ini kemudian dijadikan tanggal berdirinya Kota Yogyakarta.</ref>.
Baris 26:
Arsitek kepala istana ini adalah [[Sultan]] [[Hamengkubuwana I]], pendiri [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Keahliannya dalam bidang [[arsitektur]] dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan [[Belanda]], [[Theodoor Gautier Thomas Pigeaud]] dan [[Lucien Adam]] yang menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara [[Pakubuwono II]] [[Surakarta]]"<ref name="Tulisan awal">Tulisan awal</ref>. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar lanskap kota tua Yogyakarta<ref>Kota ini memiliki batas utara Tugu Yogyakarta, timur Sungai Code, selatan Panggung Krapyak, dan barat Sungai Winongo.</ref> diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh [[Hamengkubuwono VIII|Sultan Hamengku Buwono VIII]] (bertahta tahun [[1921]]-[[1939]]).
=== Tata ruang ===
[[Berkas:Jogja.kraton2.jpg|thumbjmpl|240px|Koridor di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene dan Gedhong Purworetno]]
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung<ref>Plengkung bermakna gerbang lengkung (arched gate).</ref> Nirboyo di selatan. Kini, Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Masjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing<ref>Chamamah Soeratno et. al. (Buku dari Chamamah Soeratno et. al. banyak berisi ilustrasi terutama foto yang sangat membantu dalam hal arsitektur dan kadang foto-foto tersebut menjelaskan lebih banyak detail arsitektur dibandingkan dengan teks yang ada. Banyak keterangan dari foto-foto tersebut yang digunakan dan diuraikan di sini).</ref><ref>Murdani Hadiatmadja. Murdani hanya menyebutkan bagian utama dari Keraton Yogyakarta mulai dari Siti Hinggil Ler sampai Siti Hinggil Kidul. Untuk arsitektur dan tata ruang, termasuk detailnya, buku dari Murdani dan Chamamah banyak digunakan.</ref>.
 
Baris 34:
 
=== Arsitektur umum ===
[[Berkas:Kraton Yogyakarta2-5.JPG|thumbjmpl|rightka|240px|Bangsal Sri Manganti tempat pertunjukan tari dan seni karawitan gamelan di Kraton Yogyakarta.]]
[[Berkas:Kraton Yogyakarta 10.JPG|thumbjmpl|rightka|240px|Salah satu bangunan Tratag dalam kompleks keraton.]]
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol<ref>Dalam bahasa jawa regol dapat dimaknai sebagai pintu yang besar/gerbang.</ref> yang biasanya bergaya ''Semar Tinandu''<ref>Semar Tinandu merupakan gerbang yang memiliki atap trapesium, seperti joglo, tanpa tiang dan hanya ditopang oleh dinding yang menjadi pemisah satu kompleks dengan kompleks berikutnya.</ref> . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut ''Renteng'' atau ''Baturono''. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
 
Baris 56:
=== Alun-alun Lor ===
 
[[Berkas:Alun-alun Lor.JPG|thumbjmpl|240px|Tanah lapang, "Alun-alun Lor", di bagian utara kraton Yogyakarta dengan pohon ''Ringin Kurung''-nya]]
 
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput<ref>Aslinya Alun-alun ditutupi dengan pasir dari pantai selatan (Pocung episode Wewangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat [Media])</ref> di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi<ref>Gambaran dinding pagar di sekeliling alun-alun yang relatif masih seperti aslinya dapat dilihat di Alun-alun Kidul, dimana dinding yang mengelilingi masih dapat disaksikan lebih utuh (On location [[Desember]] [[2007]])</ref>. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
Baris 76:
 
=== Kompleks Pagelaran ===
[[Berkas:Kraton Yogyakarta Pagelaran.jpg|thumbjmpl|240px|Pagelaran Keraton Yogyakarta di depan kompleks keraton menghadap utara ke arah Alun-alun Lor]]
Bangunan utama adalah ''Bangsal Pagelaran'' yang dahulu dikenal dengan nama ''Tratag Rambat''<ref>Dahulu Tratag Pagelaran merupakan kanopi dari anyaman bambu. Sultan HB VIII membuatnya menjadi sebuah bangsal yang besar pada 1934.</ref>. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para penggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang ''Bangsal Pemandengan'' terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.
 
Baris 106:
 
=== Kedhaton ===
[[Berkas:Kraton Yogyakarta 6.JPG|240px|thumbjmpl|rightka|Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta]]
[[Berkas:Kraton Yogyakarta 14.JPG|240px|thumbjmpl|rightka|Bangsal Kencono, bagunan utama dalam kompleks Keraton Yogyakarta, di belakangnya terdapat nDalem Ageng Proboyakso.]]
[[Berkas:Kraton Yogyakarta 15.JPG|240px|thumbjmpl|rightka|Ukiran kepala Kala di Bangsal Manis]]
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri ''Regol Donopratopo'' yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa ''Dwarapala'' yang dinamakan ''Cingkarabaka'' disebelah timur dan ''Balaupata'' di sebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, '''Praja Cihna'''<ref>Praja Cihna adalah Lambang Kesultanan Yogyakarta. Di bagian atas terdapat Songkok, mahkota Sultan, menggambarkan bentuk Monarki. Di bawah songkok sebelah kanan dan kiri terdapat Sumping, hiasan telinga, yang menggambarkan sifat waspada dan bijaksana. Di sebelah bawahnya terdapat sepasang sayap mengapit tulisan Ha Ba, singkatan dari Hamengku Buwono yaitu dinasti yang memerintah, dalam aksara Jawa.</ref>.
 
Baris 157:
 
=== Roto Wijayan ===
[[Berkas:Museum Kareta Karaton.jpg|thumbjmpl|300px|Museum Kareta Karaton]]
'''Kompleks Roto Wijayan''' merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks Roto Wijayan menjadi ''Museum Kereta Keraton''. Di kompleks ini masih disimpan berbagai kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa di antaranya ialah '' KNy Jimat'', ''KK Garuda Yaksa'', dan ''Kyai Rata Pralaya''. Tempat ini dapat dikunjungi oleh wisatawan.<ref name="On location"/>
 
Baris 168:
{{utama|Taman Sari Yogyakarta}}
 
[[Berkas:Taman Sari Yogyakarta 2009 panoramic.jpg|thumbjmpl|360px|rightka|Kolam Pemandian Umbul Binangun, Taman Sari, Kraton Yogyakarta]]
 
Kompleks [[Taman Sari Yogyakarta|Taman Sari]] merupakan peninggalan [[Hamengkubuwono I|Sultan HB I]]. Taman Sari (''Fragrant Garden'') berarti taman yang indah, yang pada zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi sultan beserta kerabat istana. Di kompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral di lingkungan Taman Sari, yakni ''Pasareyan Ledoksari'' tempat peraduan dan tempat pribadi Sultan. Bangunan yang menarik adalah ''Sumur Gumuling'' yang berupa bangunan bertingkat dua dengan lantai bagian bawahnya terletak di bawah tanah. Pada masa lampau, bangunan ini merupakan semacam surau tempat sultan melakukan ibadah. Bagian ini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah. Di bagian lain masih banyak lorong bawah tanah yang lain, yang merupakan jalan rahasia, dan dipersiapkan sebagai jalan penyelamat bila sewaktu-waktu kompleks ini mendapat serangan musuh. Sekarang kompleks Taman Sari hanya tersisa sedikit saja.<ref name="ReferenceA"/>
Baris 214:
 
=== Garebeg ===
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gunungans in een Garebeg-optocht in de kraton te Jogjakarta TMnr 10003401.jpg|thumbjmpl|rightka|240px|Upacara Garebeg pada masa kolonial Hindia Belanda (kurun 1925-1942).]]
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini, yang disebut dengan '''Hajad Dalem''', berupa '''pareden/gunungan''' yang terdiri dari ''Pareden Kakung'', ''Pareden Estri'', ''Pareden Pawohan'', ''Pareden Gepak'', dan ''Pareden Dharat'', serta ''Pareden Kutug/Bromo'' yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun Dal.
 
Baris 307:
 
== Pemangku adat Yogyakarta ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Inhuldiging van Sultan Hamengku Buwana X in de kraton met naast hem de Gusti Kanjeng Ratu Hemas TMnr 20018311.jpg|thumbjmpl|rightka|240px|Upacara ''Jumenengan'' atau naik takhta Sultan Hamengkubuwono X, tampak melintas di depan Pagelaran didamping Gusti Kanjeng Ratu Hemas, 7 Maret 1989.]]
[[Berkas:DSC00440 Java Kraton Palace Gardener people (6266212652).jpg|thumbjmpl|240px|Para Abdi Dalem di depan Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]]
 
Pada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebuah Lembaga Istana Kerajaan (''The Imperial House'') dari [[Kesultanan Yogyakarta]]. Secara tradisi lembaga ini disebut ''Parentah Lebet'' (harfiah=Pemerintahan Dalam) yang berpusat di Istana (keraton) dan bertugas mengurus Sultan dan Kerabat Kerajaan (''Royal Family''). Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta disamping lembaga Parentah Lebet terdapat ''Parentah nJawi/Parentah Nagari'' (harfiah=Pemerintahan Luar/Pemerintahan Negara) yang berpusat di ''nDalem Kepatihan'' dan bertugas mengurus seluruh negara.