Kerajaan Pagaruyung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan {{pp-protected}}
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 42:
=== Berdirinya Pagaruyung ===
{{utama|Adityawarman}}
[[Berkas:Adityawarman.jpg|thumbjmpl|leftkiri|200px|[[Arca Bhairawa]] di [[Museum Nasional Republik Indonesia]], [[Jakarta]].]]
 
Munculnya nama [[Pagaruyung]] sebagai sebuah kerajaan [[Melayu]] tidak dapat diketahui dengan pasti, dari [[Tambo]] yang diterima oleh masyarakat [[Minangkabau]] tidak ada yang memberikan penanggalan dari setiap peristiwa-peristiwa yang diceritakan, bahkan jika menganggap [[Adityawarman]] sebagai pendiri dari kerajaan ini, Tambo sendiri juga tidak jelas menyebutkannya. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut, tepatnya menjadi ''Tuhan Surawasa'', sebagaimana penafsiran dari [[Prasasti Batusangkar]].
Baris 57:
 
=== Pengaruh Hindu-Budha ===
[[Berkas:Adityawarman batu tulis.jpg|thumbjmpl|leftkiri|200px|Prasasti Adityawarman]]
 
Pengaruh Hindu-Budha di Sumatera bagian tengah telah muncul kira-kira pada abad ke-13,<ref name="Sanskrit in Southeast Asia">{{cite book|last=Mahāwitthayālai Sinlapākō̜n|first=|coauthors=Phāk Wichā Phāsā Tawanʻō̜k|title=Sanskrit in Southeast Asia|year=2003|publisher=Sanskrit Studies Centre, Silpakorn University|location=|id=ISBN 974-641-045-8 }}</ref> yaitu dimulai pada masa pengiriman [[Ekspedisi Pamalayu]] oleh [[Kertanagara]], dan kemudian pada masa pemerintahan Adityawarman dan putranya [[Ananggawarman]]. Kekuasaan dari Adityawarman diperkirakan cukup kuat mendominasi wilayah Sumatera bagian tengah dan sekitarnya.<ref name="Cap">{{cite journal |last=Casparis |first= J.G. |authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis |title=Peranan Adityawarman Putera Melayu di Asia Tenggara |journal=Tamadun Melayu |year=1989 |volume=3|pages=918-943}}</ref> Hal ini dapat dibuktikan dengan gelar ''Maharajadiraja'' yang disandang oleh Adityawarman seperti yang terpahat pada bahagian belakang [[Arca Amoghapasa]], yang ditemukan di hulu sungai [[Batang Hari]] (sekarang termasuk kawasan [[Kabupaten Dharmasraya]]).
Baris 95:
Karena terdesak oleh Kaum Padri, keluarga kerajaan Pagaruyung meminta bantuan kepada [[Belanda]], dan sebelumnya mereka telah melakukan diplomasi dengan [[Inggris]] sewaktu Raffles mengunjungi Pagaruyung serta menjanjikan bantuan kepada mereka.<ref name="Amran"/> Pada tanggal [[10 Februari]] [[1821]]<ref name="Stuers">{{cite book|last=Stuers||first=H.J.J.L.|coauthor= Veth, P.J.|title=De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter westkust van Sumatra|publisher=P.N. van Kampen|year=1849}}</ref> [[Bagagarsyah dari Pagaruyung|Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah]], yaitu kemenakan dari Sultan Arifin Muningsyah yang berada di [[Padang]],<ref name="Dobbin"/> beserta 19 orang pemuka adat lainnya menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk bekerja sama dalam melawan Kaum Padri. Walaupun sebetulnya Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu dianggap tidak berhak membuat perjanjian dengan mengatasnamakan kerajaan Pagaruyung.<ref name="Amran"/> Akibat dari perjanjian ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan kerajaan Pagaruyung kepada pemerintah Belanda.<ref name="Kep" /> Kemudian setelah Belanda berhasil merebut Pagaruyung dari Kaum Padri, pada tahun 1824 atas permintaan Letnan Kolonel Raaff, Yang Dipertuan Pagaruyung Raja Alam Muningsyah kembali ke Pagaruyung, namun pada tahun 1825 Sultan Arifin Muningsyah, raja terakhir di Minangkabau ini, wafat dan kemudian dimakamkan di Pagaruyung.<ref name="Dobbin"/>
 
[[Berkas:Naar-beide-zijden-front.jpg|thumbjmpl|leftkiri|250px|Pasukan Belanda dan [[Kaum Padri|Padri]] saling berhadapan di medan perang. Lukisan sekitar tahun 1900.]]
Sementara Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah pada sisi lain ingin diakui sebagai ''Raja Pagaruyung'', namun pemerintah [[Hindia Belanda]] dari awal telah membatasi kewenangannya dan hanya mengangkatnya sebagai ''Regent'' Tanah Datar.<ref name="Dobbin">{{cite book|last=Dobbin|first=C.E.|title=Kebangkitan Islam dalam ekonomi petani yang sedang berubah: Sumatera Tengah, 1784-1847|publisher=INIS|year=1992|id=ISBN 979-8116-12-7}}</ref> Kemungkinan karena kebijakan tersebut menimbulkan dorongan pada Sultan Tangkal Alam Bagagar untuk mulai memikirkan bagaimana mengusir Belanda dari negerinya.<ref name="Amran"/>