Asy-Syafi'i: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Naval Scene (bicara | kontrib)
k netralkan, ~ beliau --> ia
Baris 55:
 
=== Belajar di Madinah ===
Kemudian beliauia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. BeliauIa mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
 
Di majelisnya ini, imamImam Asy-Syafi'ieSyafi’i menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
 
Imam Asy-syafi'ieSyafi’i menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliauia menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” BeliauIa juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliauia menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” BeliauIa juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
 
Dari berbagai pernyataannya di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliauia kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, Asy-Syafi'ieImam Syafi’i juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Imam Asy-Syafi'ieIa banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, gurunya yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayatnya, beliauia tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.
 
=== Di Yaman ===