Ciung Wanara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Saya mengubah beberapa kesalahan, seperti kata-kata atau kalimat-kalimat yang kurang dipahami.
Baris 74:
"Orangtuamu pasti bangsawan dari Galuh."
 
"Kalau begitu, aku harus pergi ke sana diuntuk mencari orang tua kandungku, Ayah."
 
"Itu benar, tetapi kamu harus pergi dengan seorang teman. Di keranjang itu ada telur. Ambillah, pergilah ke hutan dan carilah unggas untuk menetaskan telur itu."
 
Ciung Wanara mengambil telur itu, pergi ke hutan seperti yang diperintahkan oleh sang orang tua, tetapi ia tidak dapat menemukan unggas. Ia menemukan Nagawiru yang baik, kepadakepadanya diaia dan yang menawarkan diameminta untuk menetasmenetaskan telur. Dia meletakkan telur di bawah naga itu dan taklamatak lama setelah menetas, anak ayam tumbuh dengan cepat. Ciung Wanara memasukkannya ke dalam keranjang, meninggalkan orang tua dan istrinya dan memulai perjalanannya ke Galuh.
 
Di ibukota Galuh, [[sabung ayam]] adalah sebuah acara olahraga besar, baik raja dan rakyatnya menyukainya. Raja Barma Wijaya memiliki [[ayam jago]] yang besar dan tak terkalahkan bernama Si Jeling. Dalam kesombongannya, ia menyatakan bahwa ia akan mengabulkan keinginan apapun kepada pemilik ayam yang bisa mengalahkan ayam juaranya.
Baris 86:
"Jika ayam kamu menang melawan ayam raja, mintalah saja kepadanya setengah dari kerajaan sebagai hadiah kemenangan kamu."
 
Keesokan paginya Ciung Wanara muncul di depan Prabu Barma Wijaya dan menceritakan apa yang telah diusulkan Lengser. Raja setuju karena dia yakin akan kemenangan ayam jantannya yang disebut Si Jeling. Si Jeling sedikit lebih besar dari ayam jago Ciung Wanara, namun ayam Ciung Wanara lebih kuat karena dierami oleh nagaNaga Nagawiru. Dalam pertarungan berdarah ini, ayam sang Raja kehilangan nyawanya dalam pertarungan dan raja terpaksa memenuhi janjinya untuk memberikan Ciung Wanara setengah dari kerajaannya.
 
=== Perang saudara ===
Ciung Wanara menjadi raja dari setengah kerajaan dan membangun penjara besi yang dibangun untuk mengurung orang-orang jahat. Ciung Wanara merencanakan siasat untuk menghukum Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep. Suatu hari Prabu Barma Jaya dan Dewi Pangrenyep diundang oleh Ciung Wanara untuk datang dan memeriksa penjara yang baru dibangun. Ketika mereka berada di dalam, Ciung Wanara menutup pintu dan mengunci mereka di dalam. Dia kemudian memberitahu orang-orang di kerajaan tentang perbuatan jahat Barma dan Pangrenyep, orang-orang pun bersorak.
 
Namun, Hariang Banga, putera Dewi Pangrenyep, menjadi sedih mengetahui tentang penangkapan ibunya. Ia menyusun rencana pemberontakan, mengumpulkan banyak tentara dan memimpin perang melawan adiknya. Dalam pertempuran, ia menyerang Ciung Wanara dan para pengikutnya. Ciung Wanara dan Hariang Banga adalah pangeran yang kuat dan berkeahlian tinggi dalam seni bela diri [[pencak silat]]. Namun Ciung Wanara berhasil mendorong Hariang Banga ke tepian [[Sungai Brebes]]. Pertempuran terus berlangsung tanpa ada yang menang. Tiba-tiba muncullahmunculah Raja Prabu Permana Di Kusumah didampingi oleh Ratu Dewi Naganingrum dan Uwa Batara lengser.
 
"Hariang Banga dan Ciung Wanara!" kata Raja, "Hentikan pertempuran, ini adalah ''pamali'' ("[[tabu]]" atau "dilarang" dalam bahasa Sunda dan Jawa) - berperang melawan saudara sendiri. Kalian adalah saudara, kalian berdua adalah anak-anakku yang akan memerintah di negeri ini, Ciung Wanara di Galuh dan Hariang Banga di timur sungai Brebes, negara baru. Semoga sungai ini menjadi batas dan mengubah namanya dari Sungai Brebes menjadi [[Sungai pamali]] untuk mengingatkan kalian berdua bahwa adalah ''pamali'' untuk memerangi saudara sendiri. Biarlah Dewi Pangrenyep dan Barma Wijaya yang dahulu adalah Aria Kebonan dipenjara karena dosa mereka." Sejak itu nama sungai ini dikenal sebagai Cipamali (Bahasa Sunda) atau Kali Pemali (Bahasa Jawa) yang berarti "Sungai Pamali".
 
Hariang Banga pindah ke timur dan dikenal sebagai Jaka Susuruh. Dia mendirikan kerajaan Jawa dan menjadi raja [[Jawa]], dan pengikutnya yang setia menjadi nenek moyang [[orang Jawa]]. Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh dengan adil, rakyatnya adalah [[orang Sunda]], sejak itu Galuh dan Jawa makmur lagi seperti pada zaman Prabu Permana Di Kusumah. Saat kembali menuju ke barat, Ciung Wanara menyanyikan legenda ini dalam bentuk [[Pantun Sunda]], sementara kakaknya menuju ke timur dengan melakukan hal yang sama, menyanyikan cerita epikbersejarah ini dalam bentuk [[tembang]].
 
== Interpretasi ==