Keraton Kasepuhan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Dikembalikan ke revisi 10480149 oleh Rachmat-bot (bicara).
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 1:
[[Berkas:Symbol Keraton Kasepuhan.jpg|thumb|300px|Dua buah patung macan putih sebagai lambang keluarga besar Pajajaran (keturunan Prabu Jaya Dewata (''Silih Wangi'') di taman bunderan ''Dewandaru'' pada area utama keraton Kasepuhan di [[kesultanan Kasepuhan]] ]]
 
'''Keraton Kasepuhan''' adalah [[keraton]] termegah dan paling terawat di [[Cirebon]]. Makna di setiap sudut [[arsitektur]] keraton ini pun terkenal paling bersejarah. Halaman depan keraton ini dikelilingi [[tembok]] [[bata]] merah dan terdapat [[pendopo]] di dalamnya.<ref>[http://kotawisataindonesia.com/lokawisata-keraton-kasepuhan-cirebon Keraton Kasepuhan Cirebon]</ref>
 
Keraton Kasepuhan adalah kerajaan islam tempat para pendiri cirebon bertahta, disinilah pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon berdiri.
Baris 11:
== Sejarah ==
 
Keraton Kasepuhan berisi dua komplek bangunan bersejarah yaitu ''Dalem Agung Pakungwati'' yang didirikan pada tahun [[1430]] oleh Pangeran Cakrabuana<ref name= Rosmalia>Rosmalia. Dini. 2013. Identifikasi Pengaruh Kosmologi pada Lanskap Kraton Kasepuhan di Kota Cirebon. Bandung : Institut Teknologi Bandung</ref><ref name=Susilaningrat>[https://www.youtube.com/watch?v=Nym2NMv2d8w Susilaningrat. R. Chaidir. 2013. Dalem Agung Pakungwati Kraton Kasepuhan Cirebon]</ref><ref name=hardhi>Hardhi. TR. 2014. Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi Kesultanan Cirebon Tahun 1479-1568. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta</ref><ref name=rizky>Fajar, Rizky Nur. 2013. Perancangan Komunikasi Visual Publikasi Buku Seri Keraton Cirebon. Jakarta: Universitas Bina Nusantara</ref> dan komplek keraton Pakungwati (sekarang disebut keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M <ref>Permatasari, Indah Cahaya. 2012. Sejarah Berdirinya Keraton Kesepuhan Cirebon. Cirebon : Universitas Swadaya Gunung Jati</ref>. Pangeran Cakrabuana bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama '''Keraton Pakungwati''. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun [[1549]] dalam [[Mesjid Agung Sang Cipta Rasa]] dalam usia yang sangat tua. Nama dia diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.<ref>[http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/194 Potensi Wisata Kota Cirebon] pada website resmi pemerintah provinsi Jawa Barat</ref>
 
== Tata letak dan Arsitektur ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De kraton Kasepuhan Cheribon TMnr 60005176.jpg|thumb|300px|Foto ''Siti Inggil'' Kraton Kasepuhan pada sekitar tahun 1920 hingga 1933 yang diambil oleh juru kamera Georg Friedrich Johannes Bley]]
[https://septarius.files.wordpress.com/2010/12/denah_kasepuhan_kompas.jpg Unduh peta tata letak keraton Kasepuhan]
 
Keraton Kasepuhan merupakan salah satu dari bangunan peninggalan [[kesultanan Cirebon]] yang masih terawat dengan baik, seperti halnya keraton-keraton yang ada di wilayah Cirebon, bangunan keraton Kasepuhan menghadap ke arah utara .
Baris 21:
Di depan keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama ''alun-alun Sangkala Buana'' yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari [[Sabtu]] atau istilahnya pada waktu itu adalah ''Saptonan'' dan juga sebagai titik pusat tata letak kompleks pemerintahan keraton. Dan di [[alun-alun]] inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan kesultanan lalu juga sebagai tempat [[rakyat]] berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan.
 
* Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat [[Masjid]] yang cukup megah hasil karya dari para [[wali]] yaitu [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]].
* Di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu [[pasar]] -- ''sekarang adalah [[pasar kesepuhan]] yang sangat terkenal dengan [[poci]]nya''.
 
Baris 47:
 
* ''Mande Malang Semirang'', bangunan utama yang terletak di tengah dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman.
* ''Mande Pendawa Lima'', bangunan di sebelah kiri bangunan utama dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan.
* ''Mande Semar Tinandu'', bangunan di sebelah kanan bangunan utama dengan 2 buah tiang yang melambangkan sua kalimat ''Syahadat''. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu.
* ''Mande Pengiring'', bangunan di belakang bangunan utama yang merupakan tempat para pengiring Sultan
Baris 55:
 
=== Area ''Tajug Agung'' ===
[[FileBerkas:Mosque of Keraton Kasepuhan.jpg|thumb|300px|''Tajug Agung'' (mushola agung) Keraton Kasepuhan dengan pos ''Bedug Samogiri'' di sebelah kiri]]
Pada batas antara area ''siti inggil'' dengan halaman ''tajug agung'' (bahasa Indonesia : mushola agung) dibatasi oleh tembok bata. Pada tembok bata bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng.
 
Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk ke halaman selanjutnya dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk ''kori agung'' (gapura beratap) menggunakan bahan bata. Area ''Tajug Agung'' ini terbagi dua yaitu halaman ''Pengada'' dan halaman ''Tajug Agung'' yang keduanya dipisahkan dengan tembok yang rendah.
 
* Halaman ''Pengada'' berukuran 37 x 37 m, berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda pada masa lalu. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda.
* Halaman ''Tajug Agung'' berukuran 37 x 17 m, merupakan halaman di mana terdapat bangunan ''Tajug Agung''. Bangunan ''Tajug Agung'' menghadap ke arah timur.
 
Bangunan utama ''Tajug Agung'' berukuran 6 x 6 m dengan luas teras 8 x 2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai sementara setengah bagiannya lagi diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok, mihrabnya berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90 x 0,70 x 2 m. Atap ''Tajug Agung'' merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap ([[bahasa Cirebon]] : Tiritisan). Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. ''Tajug Agung'' ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan ''Tajug Agung'' dilengkapi pula dengan ''Pos / tempat bedug Samogiri''.
 
''Pos bedug Samogiri'' yang berada di depan ''Tajug Agung'' dan menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug. Pos bedug ini dibangun tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.<ref>[http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=215 Tim Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. 2011. Keraton Kasepuhan. Bandung : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat]</ref>
 
=== Area utama keraton Kasepuhan ===
Baris 72:
Area utama keraton Kasepuhan merupakan area yang berisikan bangunan induk keraton Kasepuhan serta bangunan penunjang lainnya, antara area utama keraton dengan area ''Tajug Agung'' dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x 6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu ''gledeg'' (bahasa Indonesia : guntur). Di dalam area utama keraton ini terdapat beberapa bangunan di antaranya ;
 
* '''Taman Dewandaru''', berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman ''Bunderan Dewandaru'' karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan keseluruhan, nama ''Dewandaru / Dewadaru'' yang merupakan [[bahasa Cirebon]] dapat diartikan sebagai [https://en.wikipedia.org/wiki/Cedrus_deodara Pinus Dewadaru] dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah [[Rahwana]] yang menculik dewi [[Shinta]] dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon ''Lodra'', ''Padmaka'' dan ''Dewadaru''. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah [[Siwa]]. Namun dalam persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah ''pangeling'' (bahasa Indonesia : pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan meriam ''Ki Santomo'' dan ''Nyi Santoni''
* '''Museum Benda Kuno''', berbentuk huruf "E" dan berada di sebelah barat taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda kuno [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Museum Kereta''', berukuran 13,5 x 11 m dan berada di sebelah timur taman ''Dewandaru'' berfungsi sebagai tempat penyimpanan kereta kencana [[kesultanan Kasepuhan]]
* '''Tugu Manunggal''', batu berukuran pendek sekitar 50&nbsp;cm, dikelilingi pot bunga melambangkan Allah swt yang satu.
* '''Lunjuk''', berukuran 10 x 7 m, berada di sebelah ''Tugu Manunggal'' berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.
Baris 92:
* '''Bangsal Prabayasa''', berada di selatan bangsal ''Pringgandani''. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar berarti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan bangsal ''Prabayasa'' juga terdapat relief yang diberi nama ''Kembang Kanigaran'' (bahasa Indonesia : lambang kenegaraan) yang dimaksudkan sebagai ''pangeling'' (bahasa Indonesia : pengingat) bahwa Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
* '''Bangsal Agung Panembahan''', dibangun bersamaan dengan bangunan keraton sewaktu masih bernama ''keraton Pakungwati'' tahun 1529, merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan.
* '''Pungkuran''', berasal dari [[bahasa Cirebon]] ''pungkur'' (bahasa Indonesia : halaman belakang rumah) merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang keraton.
* '''Kaputran''', berada di sebelah timur ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putra
* '''Kaputren''', berada di sebelah barat ''Bangsal Pringgandani'', berfungsi sebagai tempat tinggal para putri yang belum menikah
* '''Dapur Maulud''', berada di depan ''Kaputren'' (bahasa Indonesia : tempat para putri) menghadap timur, berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan Maulid Nabi SAW.
* '''Pamburatan''', berada di selatan ''Kaputren''. ''Pamburatan / Burat'' berasal dari [[bahasa Cirebon]] (bahasa Indonesia : membuat boreh atau bubuk), ''Pamburatan'' berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
 
Baris 101:
[[Berkas:Museum Sonobudoyo.JPG|thumb|300px| Atap pada [[museum Sonobudoyo]] yang terinspirasi dari atap ''Limasan Lambang-teplok'' milik [[Masjid Agung Sang Cipta Rasa]] ]]
 
Keraton Kasepuhan yang dibangun oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 dan dahulu dinamakan keraton Pakungwati ini telah memberikan inspirasi bagi [[kesultanan Mataram]] dalam membangun keraton dan bangunan penunjangnya, menurut Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ) inspirasi yang diambil oleh Mataram dari bentuk arsitektur keraton Kasepuhan salah satunya adalah arsitektur dari ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan yang diadopsi oleh [[Sultan Agug dari Mataram|Sultan Agung Mataram]] dengan membuat ''Siti Inggil'' bagi keraton Mataram di Yogyakarta. Pada prosesnya, ''Siti Inggil'' keraton Kasepuhan dijadikan dasar acuan pembuatannya.<ref>[http://news.fajarnews.com/read/2015/10/02/5613/arsitektur.keraton.yogyakarta.mengadopsi.keraton.kasepuhan.cirebon 2015. Arsitektur Keraton Yogyakarta Mengadopsi Keraton Kasepuhan Cirebon. Cirebon : Fajar News]</ref>
 
{{cquote|Beberapa arsitektur Keraton Kasepuhan Cirebon yang diadopsi oleh Keraton Yogyakarta, dikarenakan Keraton Cirebon jauh lebih tua dibandingkan dengan Keraton Yogyakarta, bahkan lebih tua dari sejarah awal Kerajaan Mataram Islam<br><br>Yuwono Suwito ( anggota tim ahli cagar budaya dan dewan pertimbangan pelestarian warisan budaya provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) )}}
Baris 113:
Keraton Kasepuhan berserta [[keraton Kanoman]], ditetapkan menjadi ''objek vital'' yang harus dilindungi. Penilaian tersebut berdasarkan pertimbangan dari institusi kepolisian, dengan adanya penilaian tersebut maka kepolisian setempat wajib menempatkan personilnya untuk melakukan penjagaan di keraton tersebut, termasuk di antaranya ''keraton Kasepuhan''.
 
{{cquote|di antara pertimbangannya yakni keraton merupakan situs sekaligus aset bukan hanya kesultanan tetapi juga negara dan masyarakat [[kota Cirebon]], sehingga harus dijaga dan diamankan kelestariannya (Dani Kustoni - Kapolres Cirebon Kota)}}.<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/node/306048 2014 - Pikiran Rakyat - Empat Keraton di Kota Cirebon Menjadi Objek Vital]</ref>
 
Sebagai bentuk realisasi pengamanan objek vital, maka keraton harus dijaga oleh personil kepolisian
 
* Pengamanan, 2 personil,
* Patroli 2 personil
* Pengamanan kegiatan keraton, minimal 10 personil ''(khusus untuk pengamanan kegiatan yang berskala besar, maka diadakan pengamanan penuh yang melibatkan lebih banyak personil kepolisian)''.
 
Baris 142:
* Panembahan Ratu Pakungwati II (Panembahan Girilaya) (bertahta dari 1649 - 1666)
 
Setelah pembagian [[kesultanan Cirebon]], [[Kasepuhan]] dipimpin oleh anak pertama Pangeran Girilaya yang bernama ''Pangeran Syamsudin Martawidjaja'' yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Sepuh I.<ref>[http://1.bp.blogspot.com/-pMAX-3oFTKY/UT_cRBLOpHI/AAAAAAAAAMM/anBSf9w4y58/s1600/cirebon.JPG Silsilah Kesultanan Kasepuhan Cirebon]</ref>,<ref>Sulendranigrat, P.S. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka</ref>
 
* Sultan Sepuh I Sultan Raja Syamsudin Martawidjaja (bertahta dari 1679 - 1697)
Baris 161:
* Sultan Sepuh XII Sultan Sepuh Radja Radjaningrat (bertahta dari 1942 - 1969)
* Sultan Sepuh XIII Pangeran Raja Adipati DR.H. Maulana Pakuningrat. SH (bertahta dari 1969 - 2010)<ref>[http://news.okezone.com/read/2010/04/30/340/328204/sultan-sepuh-pakuningrat-cirebon-wafat 2010 - Okezone - Sultan Sepuh Pakuningrat Cirebon Wafat]</ref>
* Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat. SE (bertahta dari 2010 - sekarang).<ref>[http://antarajawabarat.com/lihat/cetak/23851 2010 - Antara Jawa Barat - Pangeran Arief Dinobatkan Jadi Sultan Sepuh X1V]</ref>
 
== Referensi ==
{{reflist}}