Gajah Mada: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ekpermana (bicara | kontrib)
Ekpermana (bicara | kontrib)
Baris 47:
 
== Sumpah Palapa ==
Ketika pengangkatannya sebagai [[Mahapatih|Mahapatih Amangkubhumi]] pada tahun 1258 Saka ([[1336|1334]] [[Masehi|M]]) Gajah Mada mengucapkan [[Sumpah Palapa]] yang berisi bahwa ia akan menikmati [[palapa]] atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil menaklukkan [[Nusantara]]. Sebagaimana tercatat dalam kitab ''[[Pararaton]]'' dalam teks [[Sastra Jawa Pertengahan|Jawa Pertengahan]] yang berbunyi sebagai berikut<ref name="Mangkudimedja, R.M.">Mangkudimedja, R.M., 1979, ''Serat Pararaton''. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta: Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.</ref>
 
{{cquote2|''Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa''}}
bila dialih-bahasakan mempunyai arti<ref name="Mangkudimedja, R.M."/> :
{{cquote2|Ia, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa}}
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam ''Tafsir Sejarah Nagarakretagama'', sumpah Gajah Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka mebuat Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad Yamin dalam ''Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara''. Gajah Mada pun meninggalkan paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat tenaga.
 
Arya Tadah memang pernah berjanji akan memberi bantuan dalam segala kesulitan kepada Gajah Mada. Namun, menurut Slamet Muljana, Arya Tadah sebenarnya juga ikut menertawakan program politik Gajah Mada itu karena pada hakikatnya, Arya Tadah alias Empu Krewes tidak rela melihat Gajah Mada menjadi patih ''amangkubumi'' sebagai penggantinya. Pengepungan Sadeng dan Keta di Jawa Timur terjadi pada tahun 1331. Ketika itu yang menjadi mahapatih adalah Arya Tadah. Dia menjanjikan kepada Gajah Mada, sepulang dari penaklukkan Sadeng dia akan diangkat menjadi patih, bukan mahapatih. Alangkah kecewanya Gajah Mada, karena Kembar mendahuluinya mengepung Sadeng. Untuk menghindari sengketa antara Gajah Mada dan Kembar, Rani Tribhuana Tunggadewi datang sendiri ke Sadeng membawa tentara Majapahit. Kemenangan atas Sadeng tercatat atas nama Sang Rani sendiri. Semua peserta penaklukan Sadeng dinaikkan pangkatnya. Gajah Mada mendapat gelar ''angabehi'', dan Kembar dinaikkan sebagai ''bekel araraman''. Saat itu, Gajah Mada sendiri telah menjadi patih Daha.
 
Gajah Mada melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336 sampai 1357. Isi program politik ialah menundukkan negara-negara di luar wilayah Majapahit, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok), Seram, Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura). Bahkan, dalam kitab ''Nagarakretagama ''pupuh 13 dan 14 nama-nama negara yang disebutkan jauh lebih banyak daripada yang dinyatakan dalam sumpah Nusantara.
 
=== Invasi ===
Walaupun ada sejumlah pendapat yang meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Dibantu oleh Laksamana Nala, Gajah Mada memulai kampanye penaklukannya dengan menggunakan pasukan laut ke daerah [[Sumatera|Swarnnabhumi]] (Sumatera) tahun [[1339]], pulau [[Bintan]], [[Tumasik]] (sekarang [[Singapura]]), [[Semenanjung Malaya]], kemudian pada tahun [[1343]] bersama dengan [[Arya Damar]] menaklukan [[Kerajaan Bedahulu|Bedahulu]] (di [[Bali]]) dan kemudian penaklukan [[Lombok]], dan sejumlah negeri di [[Kalimantan]] seperti [[Kabupaten Kapuas|Kapuas]], [[Kabupaten Katingan|Katingan]], [[Sampit, Kotawaringin Timur|Sampit]], Kotalingga ([[Kabupaten Seruyan|Tanjunglingga]]), [[Kotawaringin Lama, Kotawaringin Barat|Kotawaringin]], [[Kabupaten Sambas|Sambas]], [[Lawai]], [[Kendawangan, Ketapang|Kendawangan]], [[Kabupaten Landak|Landak]], [[Samadang]], [[Tirem]], [[Sibu|Sedu]], [[Brunei]], [[Kota Tarakan|Kalka]], [[Tana Tidung|Saludung]], [[Kepulauan Sulu|Sulu]], [[Kabupaten Paser|Pasir]], [[Kabupaten Barito Utara|Barito]], [[pulau Sebuku, Kotabaru|Sawaku]], [[Kabupaten Tabalong|Tabalung]], [[Kesultanan Kutai Kartanegara|Tanjungkutei]], dan [[Suku Dayak Melanau|Malano]].
 
Pada zaman pemerintahan [[Hayam Wuruk|Prabu Hayam Wuruk]] (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur sampai tahun 1357 seperti [[Bali|Logajah]], [[Gurun]], Sukun, [[Taliwang, Sumbawa Barat|Taliwung]], [[Sape, Bima|Sapi]], [[pulau Gunung Api|Gunungapi]], [[Seram]], [[Karimunjawa|Hutankadali]], [[Lombok Timur|Sasak]], [[Bantaeng|Bantayan]], [[Luwu]], [[Buton]], [[Kabupaten Kepulauan Banggai|Banggai]], Kunir, [[Kangean|Galiyan]], [[Kabupaten Selayar|Salayar]], [[Sumba]], Muar ([[Saparua]]), [[Pulau Solor|Solor]], [[Kota Bima|Bima]], Wandan ([[Banda]]), [[Kota Ambon|Ambon]], [[Kabupaten Fak-fak|Wanin]], Seran, [[Timor]], dan [[Kabupaten Dompu|Dompo]].
 
=== Dilema ===
Terdapat dua wilayah di [[Pulau Jawa]] yang terbebas dari invasi Majapahit yakni [[Pulau Madura]] dan [[Kerajaan Sunda]] karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan [[Raden Wijaya|NarryaNararya Sanggramawijaya]] atau secara umum disebut dengan [[Raden Wijaya]] pendiri Kerajaan Majapahit (''Lihat'': Prasasti Kudadu 1294 <ref>[[Prasasti Kudadu]] dibuat oleh [[Raden Wijaya|Narrya Sanggramawijaya]] pada bulan Bhadrapada tahun Saka 1216 (sekitar Agustus s.d. September 1294 Masehi)</ref> dan [[Pararaton]] Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII <ref>BRANDES, J.L.A. - Pararaton (Ken Arok): het boek der Koningen van tumapěl en Majapahit. Tekst,vert.& comm.bew.d.N.J.Krom. Batavia 1920</ref> dan [[Invasi Yuan-Mongol ke Jawa]] pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam ''Kidung Panji Wijayakrama''.
 
== Perang Bubat ==