Tjong Yong Hian: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Lie Pin Pin (bicara | kontrib)
Lie Pin Pin (bicara | kontrib)
Baris 26:
Kontribusi yang diberikan oleh Tjong Yong Hian terhadap Medan, Penang dan China ternyata mendapat perhatian dan penghargaan dengan gelar dari Pemerintah Qing untuk kontribusi sosialnya di China. Ia juga mendapat kehormatan diterima dua kali di Beijing oleh Ratu Ci Xi dan Kaisar Guang Xu. Pada tahun 1904, atas kontribusinya terhadap pembangunan Medan Tjong Yong Hian diberikan penghargaan dengan menamai sebuah jalan yang ramai Jalan Tjong Yong Hian, kemudian berubah menjadi Jalan Bogor. Serangkaian dengan Hari Pahlawan tahun 2013, Jalan Bogor ditabalkan kembali menjadi Jalan Tjong Yong Hian oleh Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Medan Dzulmi Eldin.
 
Tjong Yong Hian memiliki beberapabanyak rumah di Medan dan juga beberapa rumahdi kampung halamannya China. Ia dan isterinya (Nee Xu) mempunyai tiga anak laki-laki Pu Ching, Cen Ching dan Min Ching dan tigaempat anak perempuan. Rumah keluarga Tjong di Medan terletak di Jalan Kesawan (sekarang Jalan A. Yani). Sementara di China, Tjong dan leluhurnya memiliki rumah di Meixian, China. Tjong Yong Hian meninggal dunia di usia 61 tahun (11 September 1911), ribuan pelayat dari segala suku dan kebangsaan. Tempat peristirahatan terakhir Tjong Yong Hian adalah di Taman Mao Rong sebuah taman miliknya di kawasan Jalan Kejaksaan Medan. Saat berada di Taman Tjong Yong Hian ini, luasnya tidak seperti aslinya lagi. Makam berwarna merah menyala Tjong Yong Hian dan isterinya menghadap ke kolam teratai. Taman ini tetap terjaga keberadaannya karena dirawat oleh cicit Tjong Yong Hian, Budihardjo Chandra (Chang Hung Kuin), generasi keempat, dan keluarganya.
 
Setelah wafat pada 1911, putra tertuanya Chang Pu Ching beserta saudaranya melanjutkan kegiatan sosial ayahnya dengan membangun jembatan Tjong Yong Hian yang melintasi Sungai Babura (Jalan KH. Zainul Arifin). Kini jembatan itu diberi nama Jembatan Kebajikan dan telah dijadikan sebagai salah satu warisan sejarah dan budaya Kota Medan, serta mendapatkan penghargaan Unesco Award Of Merit Tahun 2003.
Baris 40:
            Generasi kedua, Chang Pu Ching/Tjong Hau Lung, Chan Cen Ching/Tjong Hian Lung dan Chang Min Ching/Tjong Seng Lung, masih berada dalam lingkungan kondisi Indonesia dalam masa penjajahan Belanda. Kementerian perdagangan Kerajaan Qing, China mengangkat Chang Pu Ching sebagai inspektur untuk mengawasi proyek pembangunan jalan kereta api antara kota Chao Chow dan kota Chow Shan Tou, hal ini karena pemilik Perusahaan pembangunan kereta api sebelumnya adalah Tjong Yong Hian dan adiknya Tjong A Fie, sedangkan pada tahun 1904 anak-anak Tjong A Fie masih dalam masa pendidikan sekolah.
 
            Generasi ketiga pada masa itu menghadapi keadaan politik yang sedang rawan, dimana Indonesia pada saat itu sedang memperjuangkanmenanggung kemerdekaanhutang luar negeri yang besar akibat dari kekosongan kas Negara karena baru Indonesiamerdeka, lalu pasca kemerdekaan. Kondisi politik yang kacau dan tidak stabil, membuat para keturunan generasi ketiga ini berhamburan menyelamatkan diri keluar negeri, ada yang ke China, Malaysia, Eropa dll. Hal ini membuat Perusahaan Keluarganya juga terlantar tanpa control dari pimpinannya.
Generasi keempat pada masanya juga berusaha memulai usaha baru seperti biro travel untuk penjualan tiket dan tour "Hari-Hari Travel" yang dibuka oleh generasi keempat Fadjar Pranoto.
 
Generasi keempat yang lain yaitu Budiharjo pada tahun 1972, membuka pabrik Industri Pembungkus Indonesia, berpatungan dengan saudara perempuannya yang saat ini menetap di Singapura dan bersama satu lagi teman baiknya. Usaha IPI dikembangkan lagi Budiharjo membuka sebuah pabrik kertas untuk mensupply bahan baku kertas ke IPI, yaitu PT. Evergreen International Paper.
 
Daftar Pustaka.