Sunan Kudus: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kenrick95Bot (bicara | kontrib)
k Bot: Penggantian teks otomatis (- tapi + tetapi)
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{tone}}{{refimprove}}
{{Infobox Person
| name = Sunan Kudus
| image =
| residence = Kudus Jawa Tengah
| other_names =
| caption = Sayyid Ja'far Shodiq Azmatkhan
| birth_name =Jaffar Shadiq
| birth_date = 9 September 15001400 Masehi/ 908808 Hijriyah
| birth_place =[[Yerusalem]], [[Dinasti Burji]]{{negara|Palestina}},Al-Quds ([[Kesultanan MamlukPalestina]] )
| death_date = 5 Mei 1550 Masehi/ 958 Hijriyah
| death_place = {{negara|Indonesia}} ,[[Kudus]], [[Jawa Tengah]], ([[Kesultanan DemakIndonesia]])
| death_cause = Meninggal dalam keadaan bersujud ketika sholat subuh
| known = Anggota Walisongo yang paling alim (Waliyyul Ilmi)
| occupation = 1. Penasehat Khalifah (Sultan Demak)<br /> 2. Panglima Perang<br /> 3. Qadhi<br /> 4. Mufti<br /> 5. Imam Besar Masjid Agung Demak & Masjid Kudus<br /> 6. Mursyid Tarekat<br /> 7. Naqib Nasab Keturunan Azmatkhan<br /> 8. Ketua Pasar Islam Walisongo<br /> 9. Penanggung Jawab Pencetak Dinar Dirham Islam<br /> 10. Ketua Baitulmal Walisongo
<br />
| title = Waliyyul Ilmi
| salary = 7 [[Dinar]] [[Emas]] /(1 Dinar Emas=24Karat,4.44 gram)/hari
| term = 1500M1400M-1550M / 908H808H-958H (50150 tahun)
| predecessor = Sayyid Usman Haji (Sunan Ngudung) (Ayah)
| successor = Sayyid Amir Hasan (Anak Pertama)
| party =
| boards = [[Majelis Dakwah Walisongo]]
| religion = [[Islam]] [[Sunni]]
| spouse =
| partner = Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang
| children =
1. Amir Hasan<br /> 2. Panembahan Kudus<br /> 3. Nyai Ageng Pambayun<br /> 4. Amir Hamzah (Panembahan Palembang)<br /> 5. Panembahan Makaos Honggokusumo<br /> 6. Panembahan Kadhi<br /> 7. Panembahan Karimun<br /> 8. Panembahan Jaka<br /> 9. Ratu Pajaka<br /> 10. Ratu Probodinalar
<br />
| relations = Syarifah Dewi Sujinah (adik perempuan/isteri Sunan Muria)
| website =
| footnotes =
| employer = KesultananKekhalifahan Islam Demak
| height = 180 cm
| weight = 81 kg
}}
* '''Sunan Kudus''' adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam [[walisongo]], yang lahir pada 9 September 1500M1400M/ 908808 Hijriah. Nama lengkapnya adalah nama Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Ia adalah putra dari pasangan [[Sunan Ngudung]].
 
Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Bapaknya yaitu [[Sunan Ngudung]] adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.
Baris 44:
Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di Al-Quds negara Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa.
 
== Nasab Sunan Kudus dalam Babad Tanah Jawi ==
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.<ref name="Shohibul Faroji Azmatkhan">{{cite book|pages=30 |title=Ensiklopedi Nasab Imam Al-Husain|first=Shohibul Faroji |last=Azmatkhan|publisher=Penerbit Walisongo Center|year=2011|isbn=9789798451164}}</ref>
Babad Tanah Jawi (selanjutnya disebut BTJ) adalah terjemahan dari Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647 yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941. Seperti pada pengertian babad pada umumnya, di sini terdapat cerita-cerita tentang pendirian sebuah negara (kerajaan) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan tersebut.
 
== Sunan Kudus dalam Babad Tanah Jawi==
Babad Tanah Jawi (selanjutnya disebut BTJ) adalah terjemahan dari Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647 yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941. Seperti pada pengertian babad pada umumnya, di sini terdapat cerita-cerita tentang pendirian sebuah negara (kerajaan) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan tersebut.
“…Orang di tanah Jawa taat serta menganut agama Islam. Mereka bermusyawarah akan mendirikan masjid di Demak. Para wali saling berbagi tugas, semua sudah siap sedia. Hanya Sunan Kali Jaga yang masih ketinggalan, bagian garapannya belum berbentuk, sebab sedang tirakat di Pamantingan. Sekembalinya ke Demak, masjid sudah akan didirikan. Sunan Kali Jaga segera mengumpulkan sisa-sisa kayu bekas sudah menjadi tiang.Pagi harinya tanggal 1 bulan Dulkangidah masjid didirikan dengan sengkalan tahun 1428. Kiblat di masjid searah dengan ka’bah di Mekkah. Penghulunya Sunan Kudus. Setelah beberapa Jumat berdirinya masjid tadi, ketika para wali sedang berdzikir bersama di masjid itu, Sunan Kudus duduk khusuk bertafakur di bawah beduk, tiba-tiba ada bungkusan jatuh dari atas-buku kulit kambing, di dalamnya ada sajadah serta selendang Kanjeng Rasul.” <ref name="W. L. Olthof">Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647</ref>
Baris 54 ⟶ 57:
Arya Penangsang begitu tega membunuh Sunan Prawata sebab ayahnya juga dibunuh oleh Sunan Prawata, saat pulang dari sholat Jum'at. Ia dicegat di tengah jalan oleh utusan Sunan Prawata bernama Sura Yata. Ki Sura Yata tadi juga sudah dibunuh oleh teman ayahnya Arya Jipang.
 
Sunan Prawata tadi mempunyai saudara perempuan namanya Ratu Kali Nyamat. Dia begitu tidak terima atas kematian saudara laki-lakinya itu. Lalu berangkat ke Kudus bersama suaminya berniat minta keadilan kepada Sunan Kudus. Lalu jawab Sunan Kudus, “Kakakmu itu sudah hutang pati pada Arya Penangsang. Sekarang tinggal membayar hutang itu saja.” Ratu Kali Nyamat mendengar jawaban Sunan Kudus itu sangat sakit hatinya. Lalu kembali pulang. Di tengah jalan dibegal utusannya Arya Penansang. Laki-lakinya dibunuh. Ratu Kali Nyamat sangat terpukul hatinya. Sebab baru saja kehilangan saudaranya, lalu kehilangan suaminya. Ia jadi sangat menderita. Lalu bertapa telanjang di Bukit Dana Raja. Sebagai ganti kain untuk menutup auratnya adalah rambutnya yang diurai. Ratu Kalinyamat berprasetia tidak mau memakai kain selama hidup jika Arya Penansang belum meninggal. Ia bernadar barangsiapa dapat membunuh Arya Jipang, dia akan mengabdi kepadanya dan akan menyerahkan seluruh kekayaannya.
 
Pada suatu ketika Sunan Kudus sedang berbincang-bincang dengan Arya Penangsang, Sunan Kudus berkata, “Kakakmu Sunan Prawata dan Kali Nyamat sekarang sudah mati, tetapi belum lega rasanya kalau belum menguasai tanah Jawa semua. Jika masih ada adikmu Sultan Pajang saya kira tidak mungkin bisa jadi raja, sebab dia adalah penghalang.” Arya Penansang berkata, “Jika diperkenankan atas izin Sunan Kudus, Pajang akan saya gempur dengan perang, adik saya di Pajang akan saya bunuh supaya tidak ada penghalang.” Sunan Kudus menjawab, “Maksudmu itu saya kurang setuju sebab akan merusak negara serta banyak korban. Adapun maksud saya, kakakmu di Pajang bisa mati, secara diam-diam saja, jangan diketahui banyak orang.” Arya Penangsang menjawab sangat setuju. Lalu mengutus abdi pengawal untuk menculik dan membunuh Sultan Pajang. Utusan segera berangkat. Datang di Pajang tengah malam, lalu masuk ke dalam istana. Sultan Pajang sedang tidur berselimut kain kampuh, jarik/kain sarung. Para istrinya tidur di bawah. Utusan menerjang dan menusuk dengan sekuat tenaga. Sultan Pajang tidak mempan (kebal), masih enak tidur saja. Kain yang digunakan untuk berselimut itu pun tidak tertembus. Para isrti terkejut, bangun, menangis, dan menjerit. Sultan Pajang terkejut juga dan bangun. Kain selimut terlempar menerpa para utusan itu, mereka terjatuh terkapar di tanah, tidak ada yang dapat pergi.
 
== Asal usul nama kota Kudus ==
Dahulu kota Kudus masih bernama Tajug. Kata warga setempat, awalnya ada Kyai Telingsing yang mengembangkan kota ini. Telingsing sendiri adalah panggilan sederhana kepada The Ling Sing, seorang Muslim Cina asal Yunnan, Tiongkok. Ia sudah ada sejak abad ke-15 Masehi dan menjadi cikal bakal Tionghoa muslim di Kudus. Kyai Telingsing seorang ahli seni lukis dari Dinasti Sung yang terkenal dengan motif lukisan Dinasti Sung, juga sebagai pedagang dan mubaligh Islam terkemuka. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, didirikannya sebuah masjid dan pesantren di kampung Nganguk. Raden Undung yang kemudian bernama Ja’far ShodiqThalib atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus adalah salah satu santrinya yang ditunjuk sebagai penggantinya kelak.
 
Kota ini sudah ada perkembangan tersendiri sebelum kedatangan Ja’far Shodiq. Beberapa kiah tutur percaya bahwa Ja’far itu seorang penghulu Demak yang menyingkir dari kerajaan. Awal kehidupan Sunan Kudus di Kudus adalah dengan berada di tengah-tengah jamaah dalam kelompok kecil. Penafsiran lainnya itu memperkirakan bahwa kelompok kecilnya itu adalah para santrinya sendiri yang dibawa dari Demak sana, sekaligus juga tentara yang siap memerangi Majapahit. Versi lainnya mereka itu adalah warga setempat yang dipekerjakannya untuk menggarap tanah ladang. Berarti ada kemungkinan juga Ja’far memenuhi kebutuhan hidupnya di Kudus dimulai dengan menggarap ladang.
 
== Fakta mengenai Sunan Kudus ==
Sunan Kudus berhasil metampakkanmenampakkan warisan budaya dan tanda dakwah islamiyahnya yang dikenal dengan pendekatan kultural yang begitu kuat. Hal ini sangat tampak jelas pada Menara Kudus yang merupakan hasil akulturasi budaya antara Hindu-China-Islam yang sering dikatakan sebagai representasi menara multikultural. Aspek material dari Menara Kudus yang membawa kepada pemaknaan tertentu melahirkan ideologi pencitraan tehadap Sunan Kudus. Oleh Roland Barthes disebut dengan mitos (myth), yang merupakan system komunikasi yang memuat pesan (sebuah bentuk penandaan). Ia tak dibatasi oleh objekobyek pesannya, tetapi cara penuturan pesannya. Mitos Sunan Kudus selain dapat ditemui pada peninggalan benda cagar budayanya, juga bisa ditemukan di dalam sejarah, gambar, legenda, tradisi, ekspresi seni maupun cerita rakyat yang berkembang di kalangan masyarakat Kudus. Kini ia populer sebagai seorang wali yang toleran, ahli ilmu, gagah berani, kharismatik, dan seniman.
 
Satu fakta utama yang dapat masyarakat lihat pada mata uang kertas Rp. 5.000,00 dengan gambar Menara Kudus. Ini merupakan suatu bentuk apresiasi dari Gubernur Bank Indonesia yang dijabat oleh Arifin Siregar pada masa itu. Berikut petikan sambutannya:
Baris 77 ⟶ 80:
Ada lagi tradisi Dhandangan yang digelar setahun sekali menjelang bulan Ramadhan. Pada masa Sunan Kudus tradisi ini ditandai dengan pemukulan bedug di atas Menara Kudus (berbunyi dhang dhang dhang). Tradisi ini pun memperkuat eksistensi Sunan Kudus. Selain itu masyarakat Kudus hingga saat ini tak pernah berani menyembelih sapi/lembu sebagai suatu penghormatan kepada Sunan Kudus yang mana dakwahnya menekankan unsure kebijaksanaan dan toleransi karena kala itu masyarakat Kudus masih beragama Hindu yang menyucikan hewan lembu. Kini, setiap Kamis malam makam Kanjeng Sunan Kudus selalu ramai oleh peziarah dengan beragam latar beragam latar belakang dan etnis, dari berbagai daerah. Mereka datang dengan beragam cara, baik sendiri maupun bersama rombongan. Pada momen-momen tertentu ada yang datang dari mancanegara.<ref Purwadi dan Enis Niken, 2007: 154="test">[http://maci27.multiply.com/journal/item/69?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka]</ref>
 
Fenomena pencitraan ini berhasil menjadi sumber penggerak dalam bertindak (untuk beberapa hal), Bourdieu menyebutnya sebagai “tindakan yang bermakna” baik keberagamaan maupun fenomena budaya lainnya. Citra Sunan Kudus dalam masyarakat Kudus telah melewati kuasa dan pertarungan sistem tanda yang merekontruksi budaya lokal mereka. Suatu tandanya dapat dihubungkan dengan tanda lain yang dapat ditemui dalam model keberagamaan maupun kontruksi budaya masyarakat agama (Islam). Jadilah mereka memiliki identitas keislaman yang khas dan unik serta memiliki warisan spirit dan patriotisme yang melegenda. Hal ini terus digali hingga menjadi model dalam sosial-budaya dan sikap keberagamaan umat Islam (suatu identitas kultural).<ref name="Nur Said">{{cite book|pages=25 |title=Jejak Perjuangan Sunan Kudus Dalam Membangun Karakter Bangsa|first=Nur |last=Said|publisher=Penerbit : Brillian Media Utama, Bandung & Sanggar ‘Menaraku’, Kudus Cetakan : Pertama|year=2010|isbn=9798451171}}</ref>
 
== Pendidikan Sunan Kudus ==
Baris 91 ⟶ 94:
Beberapa nilai toleransi yang diperlihatkan oleh Sunan Kudus terhadap pengikutnya yakni dengan melarang menyembelih sapi kepada para pengikutnya. Bukan saja melarang untuk menyembelih, sapi yang notabene halal bagi kaum muslim juga ditempatkan di halaman masjid kala itu.
 
Langkah Sunan Kudus tersebut tentu mengundang rasa simpatik masyarakat yang waktu itu menganggap sapi sebagai hewan suci. Mereka kemudian berduyun-duyun mendatangi Sunan Kudus untuk bertanya banyak hal lain dari ajaran yang dibawa oleh ia.
 
Lama-kelamaan, bermula dari situ, masyarakat semakin banyak yang mendatangi masjid sekaligus mendengarkan petuah-petuah Sunan Kudus. Islam tumbuh dengan cepat. Mungkin akan menjadi lain ceritanya jika Sunan Kudus melawan arus mayoritas dengan menyembelih sapi.
Baris 98 ⟶ 101:
Pola akulturasi budaya lokal Hindu-Budha dengan Islam juga bisa dilihat dari peninggalan Sunan Kudus berupa menara. Menara Kudus bukanlah menara yang berarsitektur bangunan Timur Tengah, melainkan lebih mirip dengan bangunan Candi Jago atau serupa juga dengan bangunan Pura di Bali.
 
Menara tersebut difungsikan oleh Sunan Kudus sebagai tempat adzan dan tempat untuk memukul bedug setiap kali datangnya bulan Ramadhan. Kini, menara yang konon merupakan menara masjid tertua di wilayah Jawa tersebut dijadikan sebagai landmark Kabupaten Kudus.
 
Strategi (akulturasi) dakwah Sunan Kudus adalah suatu hal yang melampaui zamannya. Melampaui zaman karena dakwah dengan mengusung nilai-nilai akulturasi saat itu belumlah ramai dipraktikkan oleh penyebar Islam di Indonesia pada umumnya.
 
Kini, toleransi beragama berada di titik nadir. Ironisnya, toleransi beragama tak cuma menjadi barang mahal, tetapi sudah terlalu langka. Dengan jalan menghidupkan kembali esensi serta spirit dakwah Sunan Kudus, kiranya masyarakat muslim bisa mengembalikan lagi wajah Islam yang ramah dan toleran setelah sebelumnya dihinggapi oleh stigma negatif.Ajaran Toleransi Ala Sunan Kudus.<ref name="Nur Said"/>
 
== Karya Sunan Kudus ==
Baris 111 ⟶ 114:
 
== Keturunan Sunan Kudus ==
Di antara keturunan Sunan Kudus yang menjadi Ulama' dan Tokoh di Indonesia adalah: Syekh Kholil Bangkalan Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, Syekh Bahruddin Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini, dan Syekh [[Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini]].
 
==Referensi==
== Bacaan lanjutan ==
{{reflist}}
 
== Bacaan lanjutan ==
* Amaruli, Rabith Jihan dan Dhanang Respati Puguh. 2006. Pembauran Komunitas Tionghoa Muslim di Kudus 1961-1998. Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Dipoegoro: Sabda Volume 1 Nomor 1.
* Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
Baris 121 ⟶ 126:
* Olthof, W. L. 2008. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
* Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka.
* Said, Nur. 2009. Pendidikan Multikultural Warisan Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: CV Brillian Media Utama.
* Steenbrink, Karel A. 1988. Mencari Tuhan Dengan Kacamata Barat: Kajian Kritis Mengenai Agama di Indonesia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
* Sutrisno, Budiono Hadi. 2007. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Jawa. Yogyakarta: Graha Pustaka.
Baris 127 ⟶ 132:
 
== Pranala luar ==
 
* {{id}} [http://kudus-city.4t.com/sejarah/index.htm Sejarah Sunan Kudus dan Sunan Ngudung]
* {{id}} [http://www.dongengkakrico.com/index.php?view=article&catid=58%3Akumpulan-kisah-wali-songo&id=391%3Asunan-kudus-raden-jakfar-sodiq&option=com_content&Itemid=91 Dongeng tentang Sunan Kudus]
Baris 133 ⟶ 137:
 
{{Walisongo}}
{{indo-bio-stub}}
 
[[Kategori:Walisongo|Kudus]]
[[Kategori:Kematian 1550|Kudus]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
 
 
{{indo-bio-stub}}