Krakatau Steel: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Ahmaditya Irsyad (bicara | kontrib)
Baris 48:
Pada masa pendudukan [[Jepang]], sebuah tanur pernah dibangun di [[Kalimantan Selatan]] dengan bahan bakar batu bara. Namun, banyaknya gejolak perang dan revolusi fisik mengakibatkan perintisan industri baja sempat terhenti. Baru pada tahun [[1956]], industri baja mulai mendapat perhatian dengan diperkuat adanya gagasan mendirikan industri baja nasional. Menteri Perindustrian dan Pertambangan, [[Chaerul Saleh]] bersama Djuanda dari Biro Perancang Negara (kini [[Bappenas]]), mulai menyusun cetak biru industri baja nasional. Indonesia yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan sangat membutuhkan keberadaan industri pengolahan bijih besi. Biro Perancang Negara menggandeng konsultan asing untuk merintis industri baja yang bernama ''Proyek Besi Baja Trikora''.
 
Setelah studi kelayakan selesai disusun, [[Cilegon]] dipilih sebagai tempat pengolahan bijih besi dan produksi hasil olahan bijih besi karena memiliki sejumlahkelebihan keuntungan:seperti, tersedialahan tanahluas yang cukuptidak luas tanpa mengganggumengalihfungsikan lahan sawahpertanian, adaterdapat sumber air yang melimpah, mudahaksesnya yang dijangkauterjangkau dari berbagai pulau untuk mendatangkan besi tua, adamelalui pelabuhan Merak. Penandatanganan kerjasama pembangunan dengan Tjazpromexport (All Union Export-Import Corporation) dari Uni Soviet pada [[7 Juni]] [[1960]] berlanjut dengan peletakan batu pertama pada [[20 Mei]] [[1962]]. Sekali lagi, pembangunan ini kembali terhenti karena gonjang-ganjing politik G30S/PKI. Setelah vakum selama lima tahun, Proyek Besi Baja Trikora dilanjutkan lewat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35, [[31 Agustus]] [[1970]] dengan didirikannya PT Krakatau Steel (Persero). Pendirian Krakatau Steel disahkan dengan Akte Notaris Tan Thong Kie Nomor 34, pada tanggal [[23 Oktober]] [[1971]] di Jakarta.
 
Sejak itu, Krakatau Steel mulai mengejar ketertinggalannya dengan mempercepat pembangunan industri baja terpadu di Indonesia. Gerak maju dan usaha keras itu dapat dilihat dari serangkaian peresmian unit-unit pabrik dan sarana pendukungnya. Pada tahun [[1977]], peresmian perdana oleh Presiden Soeharto sejumlah pabrik seperti, pabrik Besi Beton, pabrik Besi Profil dan Pelabuhan Cigading. Dua tahun kemudian, secara resmi pembangunan pabrik Besi Spons, pabrik Billet Baja, pabrik Batang Kawat, Pembangkit Listrik Tenaga Uap 400 MW, pusat pengolahan air dan PT KHI Pipe selesai dan beroperasi penuh. Pada tahun [[1983]] pembangunan pabrik Slab Baja, pabrik Baja Lembaran Panas dan pabrik Besi Spons selesai dibangun dan resmi dioperasikan. Hingga pada 1993, masih ada peresmian perluasan dan modernisasi.