Hikayat Banjar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Humboldt (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Alamnirvana (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
Hikayat Banjar mengandungi sejarah raja-raja Banjar di Kalimantan Selatan dan raja-raja Kotawaringin di Kalimantan Tengah. Setelah dikelompokkan maka diketahui naskah-naskah tersebut secara garis besar terdiri dua golongan menurut alur ceritanya yang agak berbeda satu sama lain, yang dinamakan Hikayat Banjar resensi I dan Hikayat Banjar resensi II.
 
Hikayat Banjar resensi I pada bagian akhir teks bertarikh dari 1663 atau sesudahnya; bagian awalnya adalah lebih lama. Teks ini sepanjang 4,787 baris (120 halaman). Edisi teks bersama penjelasan lanjut dari segi konteks sejarah budaya dan kesusteraan diterbitkan oleh ahli filologi Belanda [[Hans Ras]] pada 1968.<ref>{{ms}} [[Johannes Jacobus Ras]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].</ref> Bagian akhir Hikayat Banjar menceritakan kemelut politik di Kesultanan Banjar yaitu perebutan kekuasaan antara [[Rakyatullah dari Banjar|Pangeran Ratu]], [[Suria Angsa dari Banjar|RatuRaden Bagus]] dan [[Sultan Agung dari Banjar|Pangeran Suria Nata II]] yang terjadi pada tahun 1663.<ref>http://britishlibrary.typepad.co.uk/asian-and-african/2013/12/malay-manuscripts-from-banjar.html</ref>
 
Dalam Hikayat Banjar, sering digunakan ''manira'' untuk kata ganti orang pertama dan ''pakanira'' (pakenira) untuk kata ganti orang kedua yang merupakan [[Bahasa Bagongan]] yang digunakan di [[Kesultanan Banten]]. Beberapa kosakata di dalam keraton Banjar yang digunakan dalam Hikayat Banjar mengacu pada istilah yang digunakan di keraton Banten, misalnya kata Siti Luhur (bahasa Jawa: [[Siti Hinggil]]), ''kamitan'' (kemitan), ''wawangkon'', ''paseban'' dan sebagainya. Istilah Siti Luhur hanya digunakan di keraton Banjar dan keraton Banten, sedangkan di keraton Cirebon serta keraton Jawa lainnya digunakan istilah Siti Hinggil.