Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
salin tempel tulisan bung Rinto
Baris 9:
 
Perjanjian Dwikewarganegaraan RI-RRT ini yang dituangkan dalam UU No 2/1958 pada tanggal 11 Januari 1958 dan diimplementasikan dengan PP No 20/1959 dengan masa opsi 20 Januari 1960 hingga 20 Januari 1962, sudah menyelesaikan permasalahan dwikewarganegaraan RI-RRT. Dengan demikian, setelah perjanjian dwikewarganegaraan tersebut dibatalkan pada 10 April 1969 dengan UU No 4/1969, permasalahan status WNI Tionghoa sudah terselesaikan dan anak-anak WNI Tionghoa yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal, yang setelah dewasa tidak diperbolehkan lagi untuk memilih kewarganegaraan lain-selain kewarganegaraan Indonesia (Penjelasan Umum UU No 4/1969) dan tidak perlu lagi membuktikan kewarganegaraan dengan SBKRI.
 
==Kronologi==
1946 - Indonesia pada tahun 1946 telah jelas mengundangkan bahwa Indonesia menganut azas [[ius soli]]. Siapa saja yang lahir di Indonesia adalah [[warga negara Indonesia]]. Dengan demikian, secara otomatis, orang Tionghoa yang ada di Indonesia sejak Proklamasi 1945 adalah WNI suku Tionghoa.
 
1949 - Belanda mengharuskan Indonesia mendasarkan peraturan kewarganegaraannya ke zaman kolonial bila ingin mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda. Orang Tionghoa di Indonesia kembali diharuskan memilih ingin jadi WNI atau tidak.
 
1955 - [[Perjanjian Dwi Kewarganegaraan]] antara RRC dan Indonesia ditandatangani. Karena ada klaim dari [[Mao Zedong]] bahwa RRC menganut azas [[ius sanguinis]], siapa yang lahir membawa marga Tionghoa (keturunan dari laki-laki Tionghoa) maka ia otomatis menjadi warga negara Tiongkok. (Hal ini merupakan alasan politik untuk menggalang dukungan dari kalangan Tionghoa perantauan seperti yang dilakukan oleh ROC Taiwan (nasionalis)). Di KAA Bandung, [[Zhou Enlai]] menyatakan bahwa keturunan Tionghoa di Indonesia berutang kesetiaan pada negara leluhur. Mao di satu pihak meluncurkan kebijakan ini, namun di lain pihak merasa keturunan Tionghoa di luar negeri adalah masih memihak kepada ROC yang nasionalis.
 
1958 - Perjanjian dituangkan dalam UU, menegaskan bahwa orang Tionghoa di Indonesia kembali diperbolehkan memilih kewarganegaraan Tiongkok atau Indonesia. Batas waktu pemilihan sampai pada tahun 1962. Yang memilih menjadi WNI tunggal harus menyatakan diri melepaskan kewarganegaraan Tiongkok.
 
1969 - Perjanjian Dwi Kewarganegaraan dibatalkan. Yang memegang surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan menjadi ''stateless'' (tidak memiliki kewarganegaraan) bila tidak menyatakan keinginan menjadi WNI.
 
1978 - Peraturan Menteri Kehakiman mewajibkan SBKRI bagi warga Tionghoa.
 
1983 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa SBKRI hanya wajib bagi mereka yang mengambil surat pernyataan Dwi Kewarganegaraan lalu menyatakan keinginan menjadi WNI. Jadi bagi WNI tunggal dan keturunannya (yang telah menyatakan menjadi WNI tunggal sebelum tahun 1962 dan yang keturunan mereka, serta semua orang Tionghoa yang lahir setelah tahun 1962) tidak diperlukan SBKRI.
 
1992 - Keputusan Menteri Kehakiman , menegaskan bahwa anak2 keturunan dari orang Tionghoa pemegang SBKRI cukup menyertakan SBKRI orang tua sebagai bukti mereka adalah WNI.
 
1996 - Penyertaan SBKRI tidak diberlakukan lagi atas Keputusan Presiden. Namun tidak banyak yang tahu karena kurangnya sosialisasi dan sikap apatis dari orang Tionghoa sendiri.
 
1999 - Keputusan Presiden tahun 1996 itu diperkuat sekali lagi dengan Instruksi Presiden tahun 1999.
 
==Perkembangan terakhir==
Baris 25 ⟶ 46:
 
==Pranala luar==
*{{id}} [http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/13796 Kronologi Singkat Pemberlakuan SBKRI] oleh Rintojiang
*{{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0404/12/opini/892138.htm "SBKRI dan Pelembagaan Diskriminasi WN"]