Bongas, Watukumpul, Pemalang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k fix edit
Antonio guru (bicara | kontrib)
Desa Bongas
Tag: VisualEditor mengosongkan halaman [ * ]
Baris 1:
{{kembangkan}}
 
{{desa
|peta =
|nama =Bongas
|provinsi =Jawa Tengah
|dati2 =Kabupaten
|nama dati2 =Pemalang
|kecamatan =Watukumpul
|kode pos =52357
|luas =... km²
|penduduk =... jiwa
|kepadatan =... jiwa/km²
}}
 
<big>'''[[Desa Bongas]]'''
{{untuk|tempat lain yang bernama sama|Bongas}}
|nama = '''Bongas'''
'''Bongas''' adalah [[desa]] yang berada di [[kecamatan]] [[Watukumpul, Pemalang|Watukumpul]], [[Kabupaten Pemalang]], [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Desa yang berada di lembah Kali Polaga ini memiliki hari pasaran Rabu dan Sabtu.
|provinsi = Jawa Tengah
|dati2 = Kabupaten
|nama dati2 = Pemalang
|kecamatan = Watukumpul
|kode pos = 52357
|luas = 728.590 Ha
|penduduk = 7.555 jiwa
 
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridis, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintah nasional dan berada di Kabupaten/Kota.
{{Watukumpul, Pemalang}}
 
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama Kepala Desa.
{{kelurahan-stub}}
 
Pembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup masyarakat yang telah lama berakar budaya di wilayah Indonesia.
 
Profil Desa adalah gambaran menyeluruh mengenai karakter desa yang meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, prasarana dan sarana, serta perkembangan kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa.
 
 
'''•Visi Desa Bongas'''
Visi adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan Visi Desa Bongas dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di desa seperti pemerintah desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga masyarakat desa dan masyarakat desa pada umumnya. Berdasarkan pertimbangan di atas maka Visi Desa Bongas adalah:
 
'''”MEMBANGUN DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DESA BERBASIS MASYARAKAT, MENUJU DESA YANG MANDIRI, BERMARTABAT, BERBUDAYA DAN MENJUNJUNG NILAI – NILAI KEAGAMAAN”'''
 
'''•Misi Desa Bongas'''
Sebagaimana penyusunan visi, misi pun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan partisipatif, pertimbangan potensi dan kebutuhan desa. Pernyataan visi dijabarkan kedalam misi agar dioperasionalkan/dikerjakan oleh desa untuk mencapai cita-cita desa sebagaimana tergambar dalam Visi Desa maka dirumuskan Misi Desa Bongas sebagai berikut:
 
1.Memperbaiki sarana/prasarana dengan bekerjasama melalui stakeholders yang ada.
2.Meningkatkan sarana/prasarana secara bertahap.
3.Memproritaskan pembangunan sarana/prasarana yang vital dan sangat mendesak kebutuhannya.
4.Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
5.Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6.Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan posyandu, TP.PKK Desa, Puskesmas, dan pihak- pihak terkait.
7.Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
8.Membuka seluas-luasnya kepada pelaku bisnis/investor, untuk membuka usaha dengan persaingan yang sehat.
9.Meningkatkan dan memberdayakan produksi pertanian, perikanan darat, dan peternakan.
10.Memberdayakan masyarakat melalui lembaga-lembaga yang ada di desa.
11.Melestarikan budaya, adat istiadat yang ada dan berkembang di desa.
12.Memajukan syiar agama untuk berkembang melalui kegiatan keagamaan.
13.Menjaga keutuhan wiayah, dan menjaga kerukunan umat beragama.
14.Mendukung program pemerintah, mengoptimalkan, tujuan dan manfaatnya.
 
'''•Kondisi Umum Geografis Desa Bongas'''
Desa Bongas berada pada 7o11’00’’LS dan 109o26’00” BT – 109o31’30” BT. Secara geografis Desa Bongas merupakan satu dari 15 desa di wilayah Kecamatan Watukumpul, yang terletak ± 15 km ke arah Tenggara dari kota kecamatan dan ± 60 km dari kota Kabupaten dengan ketinggian 500-750 meter jika diukur dari permukaan laut dan memiliki suhu udara 280 C, sehingga Desa Bongas memiliki udara yang sejuk dan pemandangan alam yang indah terlebih masyarakatnya yang ramah dan santun.
 
Desa Bongas memiliki luas wilayah 728.590 Ha. dengan batas-batas administrasi wilayah sebelah timur berbatasan dengan Desa Tundagan, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tundagan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cikadu, dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Tlagasana.
 
'''Desa Bongas membawahi 3 (Tiga) kadusan, yang terdiri dari 6 rw dan 28 rt, yaitu:'''
 
1.Kadusan 1 (Satu); Dusun Bongas meliputi Dukuh Mingkrik, Dukuh Jambean, Dukuh Sempu, Dukuh Larangan, Dukuh Karangsari, Dukuh Sriyem, Dukuh Saga, Dukuh Lumpur Barat, Dukuh Kali Pucung, dan Dukuh Siranti.
2.Kadusan 2 (Dua); Dusun Bantarsari meliputi, Dukuh Weden, Dukuh Kebon Kopen, Dukuh Embel, Dukuh Lumpur Timur, Dukuh Magangan, dan Dukuh Ompleh.
3.Kadusan 3 (Tiga); Dusun Megalamat meliputi Dukuh Bawang, Dukuh Brobahan, Dukuh Ratamanis dan Dukuh Karang Jengkol.
 
'''•Demografi Desa Bongas'''
Desa Bongas memiliki jumlah penduduk 7.555 jiwa (2.354 KK) dengan perincian laki-laki 3.657 jiwa dan perempuan 3.898 jiwa penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, peternak, pedagang dan ada beberapa yang bekerja sebagai Guru, Bidan, Mantri, Polisi, TNI (Tentara Nasional Indonesia), Polisi Hutan, Mandor, Tukang Kayu, Tukang Batu, Supir, Penjahit, Pengrajin, Ustadz dan lain sebagainya.
 
Meski berada di pegunungan atau lebih tepatnya lembah sungai polaga tetapi desa ini adalah tempat yang strategis untuk menggerakan ekonomi domestik karena digunakan sebagai jalur transit menuju Desa Tundagan dan Desa Tlagasana bahkan jika digarap lebih serius Desa Bongas dan Tundagan bisa dijadikan jalur alternatif antar kabupaten yakni akses menuju ke Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Pekalongan. Oleh karena itu, di desa ini didirikan pasar pada masa kolonialisme (Penjajahan Belanda/VOC) sebagai sarana transaksi jual-beli masyarakat Desa Bongas dan sekitarnya yang dilaksanakan setiap dua kali dalam satu minggu yakni hari Rabu dan hari Sabtu dan dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun-ketahun menjadikan kegiatan jual-beli di pasar Bongas semakin ramai dan semakin diminati para pedagang dari luar daerah karenanya pada tahun 1993 pasar Desa di Bongas mengalami pemekaran ke areal perhutani atas izin bapak Muksin selaku mantri kehutanan melalui seorang bawahannya yang bernama Kuntoro bin Soeradji yang kini sudah berprofesi sebagai Polisi Hutan memerintahkan agar melakukan pemanfaatan tanah milik Perum Perhutani KPH Pekalongan Timur untuk kegiatan jual-beli. Dahulunya pada era kerajaan areal perhutani tersebut dikenal dengan nama ”Pesanggrahan” namun pada waktu kolonialisme oleh VOC daerah tersebut diganti dengan nama ”Tangsi/Kongsi” (Sumber: Soeradji bin Sadam/Samaredja yang pada waktu beliau menjabat sebagai mandor juga ikut menghuni rumah dinas tersebut hingga anak perempuan pertamanya yang bernama Rukhaeni dilahirkan di Tangsi tersebut) dan pada masa sekarang ini disebut ”Kemantren” karena terdapat bangunan untuk rumah dinas bagi mantri kehutanan.
 
Hal lain yang menunjang perekonomian Desa Bongas adalah salah satu desa penghasil cengkeh, minyak cengkeh dan minyak nilam. Namun, karena pengolahanya masih terkesan tradisional jadi hasil produksinya pun masih minim bahkan sekitar tahun 2010 banyak petani/pekebun yang mengeluh sebab hampir semua pohon-pohon cengkeh yang ada di kawasan Desa Bongas mendadak kering dan mati sehingga para pengusaha penyulingan minyak cengkeh pun banyak yang gulung tikar. Hasil bumi petani/pekebun penduduk Desa Bongas selain sebagai penghasil cengkeh dan nilam juga penghasil kembang gelagah, serat aren (Duk) dan gula aren.
 
Dalam hal pendidikan, masyarakat Desa Bongas sangat antusias dan percaya bahwa pendidikan dapat merubah nasib seseorang sehingga pada tahun 1918 di Kecamatan Bongas–sekarang bukan lagi sebuah kecamatan melainkan desa di wilayah Kecamatan Watukumpul yakni Desa Bongas karena wilayah kecamatan dipindah ke Desa Grugag atau Desa/Kecamatan Watukumpul–dirikan Sekoah Rakyat Bongas sebab belum memiliki bangunan permanen maka pelaksanaan pengajaran Sekolah Rakyat selalu berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain dan sabak sebagai alat tulisnya kemudian Sekolah Rakyat (SR) beralih sebutan menjadi Sekolah Dasar (SD) yakni SD Negeri Bongas I (Sekarang: SD Negeri 01 Bongas).
 
Pada tahun 1998 di Desa Bongas mulai dirintis berdirinya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yakni, SLTP Negeri 3 Watukumpul yang kini ”SMP Negeri 3 Watukumpul”. Pada tahun tersebut peminatnya cukup banyak mencapai ±100 siswa yang dibagi menjadi 2 (Dua) kelas yakni Kelas 1.A dan Kelas 1.B meski belum ada fasilitas dari pemerintah pusat (Gedung Sekolah) dan kegiatan belajar-mengajar masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain (Bangunan SD) akan tetapi minat belajar kami sangat tinggi sehingga banyak relawan-relawan yang berjuang untuk menjadi tenaga pengajar diantaranya Djaeni bin Mungkar (Pensiunan Guru/Mantan Kepala Desa Bongas tahun 1986-1994), Kunaedi (Guru SD), Ibu Ruraningsih (Guru Wiyata Bhakti yang sekarang sudah menjadi PNS dan mengajar di SMP tersebut) dan beberapa guru dari Pemalang.
 
Penulis adalah angkatan pertama Alumni SMP Negeri 3 Watukumpul yang waktu itu dikepalai oleh Zubaedi namun menjelang Penulis lulus, masa jabatan Bapak Zubaedi sebagai Kepala SMP berakhir maka diganti dengan kepala yang baru yakni Drs. Dadi Suskiworo bahkan sewaktu Ujian Akhir Nasional pada tahun 2001, Penulis adalah seorang siswa yang ditunjuk untuk diwawancarai (Dimintai Kesan dan Pesan) oleh Ketua Yayasan PGRI Semarang (Pada waktu itu) yakni Bapak Sudarto beserta kru TVRI Jateng yang sedang meninjau pelaksanaan UAN dan beliau pun menuturkan agar kami bersabar karena sebentar lagi akan ada/dibangun/diresmikan gedung pendidikan permanen.
 
Pendidikan di desa ini selain SD dan SMP adalah Pondok Pesantren yang dikelola secara individu dan dalam perkembangannya di Desa Bongas mulai didirikan Madrasah Diniyah secara swadaya, PKBM sekitar tahun 2007, MI Darussalam pada tahun 2009 di Dukuh Siranti, KB/PAUD/TK.
 
Dalam hal keagamaan masyarakat Desa Bongas sangat religius, di desa ini 100% penduduknya beragama Islam sehingga banyak dijumpai disetiap komplek memiliki bangunan tempat ibadah seperti Masjid, Langgar/Musholla.
 
Persatuan dan kesatuan para pemuda Desa Bongas dalam membangun desanya agar menjadi desa yang rukun, aman dan damai dapat terwujud adalah dengan adanya sebuah organisasi kepemudaan yakni Karang Taruna Desa Bongas. Karang taruna merupakan sebuah organisasi kepemudaan yang mewadahi organsasi-organisasi yang ada di desa, khususnya Desa Bongas, seperti: ”Pemuda Ansor dan Banser-bansernya” (Orde Baru-sekarang), ”Areban Betrim” kini menjadi ”FOR ARE BAN”adalah organisasi pemuda Bantarsari, “ANTACAM’S” (Anak Taruna Kampung Sriyem), ”Bongas Kompas” (Bongas Komplek Pasar),”IKLAS” anggotanya para Pemuda dari dusun Siranti, Para Pemuda dari dusun Megalamat, dan lain-lain.
 
'''
•Sejarah Desa Bongas'''
Bongas adalah sebuah desa yang berada di lembah sungai polaga dan dalam lingkup wilayah Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Diriwayatkan oleh para sesepuh Desa Bongas antara lain: H. Mansur Sastrowaluyo bin Dahlan/Umar Sidik, Astini binti Dahlan/Umar Sidik yang notabenenya seorang dukun beranak termasyhur di Desa Bongas dan dikenal oleh masyarakat luas sebagai mbah Agen, Abdurrahman bin Dahlan/Umar Sidik (Ayah dari Ali Imron, Kepala Desa Bongas 2013-2018), Taat Marto Rahardjo bin Sadam/Samaredja, Slamet Riyadi yang dahulu sewaktu melakukan ”Ijab kobul” pernikahan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Bongas juga menyatakan Desa Bongas dahulunya adalah sebuah kecamatan di wilayah Kabupaten Pemalang yakni ”Kecamatan Bongas” bahkan bukti lain yang Penulis miliki tentang keberadaan Kecamatan Bongas yakni Surat Nikah milik almarhum H. Mansur Sastrowaluyo menyatakan bahwa dahulu Desa Bongas adalah Kecamatan Bongas namun sekitar tahun 1974-an Kecamatan Bongas digeser ke Desa Grugag (Desa/Kecamatan Watukumpul sekarang) “penulis belum menemukan jawaban atas pemindahan kecamatan dari Bongas ke Watukumpul”. Di Kecamatan Bongas (Waktu itu) sudah dibangun Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bongas dan letaknya berada di sebelah utara Masjid Kauman/Masjid Jami’ Baiturrahman yang berdiri di atas tanah wakaf yang sekarang difungsikan sebagai pasar. Pada masa kepemimpinan Wangsa Uler bin Singadiwirya sebagai Kepala Desa Bongas, Bau Martana (Kakek Ali Imron bin Abdurrahman, Kades Bongas mulai tahun 2013-2018) diangkat menjadi penghulu di KUA Kecamatan Bongas. KUA yang ada di Bongas pun secara perlahan digeser ke Desa Cikadu dan kemudian di pindahkan lagi ke Desa Grugag/Watukumpul.
 
Diriwayatkan juga dahulu di Kecamatan Bongas (Desa Bongas sekarang) baru ada satu masjid, yakni Masjid Kauman (Masjid Jami’ Baiturrahman) sehingga mereka–orang-orang Kali Tengah (Desa Jojogan)–rela menempuh jarak yang sangat jauh dengan berjalan kaki melewati Desa Cikadu sejauh ± 7 km untuk mendirikan sholat Jumat.
 
Desa Bongas pada masa kolonialisme (Kompeni) digunakan sebagai base-camp/markas dari serdadu/tentara VOC, bahkan pada waktu agresi militer II Desa Bongas dijatuhi bom oleh tentara kaum kolonialis. Usut punya usut, ternyata tentara kolonial yang sedang berpatroli menggunakan helikopter salah terka, panja para petani yang dipanggul dikira senapan laras panjang milik pribumi yang memberontak akhirnya datanglah pesawat bomber dan langsung menjatuhkan bom di Desa Bongas.
 
Nyai Ritem merupakan sosok perempuan yang cukup berjasa di Desa Bongas dalam perjuangannya membela tanah air pada waktu kolonialisme dan berkat jasa-jasannya, para serdadu Belanda tidak berdaya terkena ajian sirepnya, mereka tertidur pulas sehingga dengan mudahnya senjata-senjata mereka dirampas oleh nyai Ritem dan kawan-kawan kemudian senjata-senjata tersebut disembunyikan di lumbung padi Desa Bongas, yang dahulu berlokasi di Dukuh Jambean di depan pintu gerbang kuburan/makam Mas Sigit dari Mejagong atau lebih tepatnya sebelah barat SD Negeri 04 Bongas (Sekarang) namun siapa sangka dan duga setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam keadaan aman khususnya Desa Bongas, nyai Ritem si ahli sirep asal Desa Bongas yang mampu melebur diri dalam berkas cahaya ataupun hembusan angin menyalah-gunakan kesaktiannya untuk menjarah harta benda warga, banyak warga Bongas yang sering kehilangan harta benda. Konon berdasarkan riwayat, tlah berulang kali nyi Ritem ditangkap namun selalu bisa meloloskan diri/menghilang bak ditelan bumi meski dalam keadaan anggota badan terikat kuat dan dikurung dalam gulungan geribig (Tikar besar yang terbuat dari bambu). Warga yang sudah geram dengan perbuatan nyai Ritem kemudian menyusun strategi baru dan mencari titik lemahnya, akhirnya tamat sudah riwayat nyai Ritem akibat keserakahannya.
 
 
'''Sejarah 3 (Tiga) Kadusan di Desa Bongas Kecamatan Watukumpul:'''
 
'''•Kadusan 1 (Satu): Dusun Bongas Desa Bongas'''
Asal mula adanya Dusun Bongas/Desa Bongas berdasarkan cerita yang melegenda, konon sewaktu zaman kewalian di Desa Bongas ada ”Kebo Emas” yang pernah berkubang di bawah pohon teja sehingga tempat tersebut diyakini oleh masyarakat setempat sebagai sebuah candi yakni ”Candi Bomas” yang merupakan tempat berkubangnya si kebo emas. Untuk mengenang adanya kebo emas akhirnya muncul nama Bomas dari kata Kebo Emas dan kemudian menjadi Bongas. (meski penulis sendiri tidak percaya dan tidak pula meyakini adanya kebo emas di desa kelahiran penulis namun kepercayaan mereka tetap penulis hargai sebagai suatu cerita yang tlah turun-temurun dari nenek moyang).
 
Kebo yang dalam bahasa Indonesia berarti Kerbau sedangkan Emas adalah logam mulia yang harganya sangat mahal dan mewah. Penulis berkeyakinan; waktu itu harga kerbau lebih mahal daripada emas atau bahkan menurut gambaran masyarakat bahwa orang yang memiliki kerbau dianggap seperti orang yang memiliki emas atau orang tersebut adalah orang kaya di zamannya.
 
Bahkan untuk menunjukan pada dunia bahwa Indonesia adalah negara kaya, sebut saja bung Karno (Presiden RI pertama) membuat sebuah Monumen Nasional (Jakarta) yang puncaknya terbuat dari emas.
 
 
'''•Kadusan 2 (Dua): Dusun Bantarsari Desa Bongas'''
Asal mula adanya Dusun Bantarsari berdasarkan cerita yang pernah ada bahwa di Dusun Bantarsari ada beberapa riwayat, diantaranya adalah:
 
1.Candi Rantansari di depan Tajug (Masjid Jami’ Baiturrokhim) yang dahulu digunakan sebagai tempat disemayamkannya ebeg-ebeg (kuda yang terbuat dari bambu) yang hendak digunakan untuk ngebeg dengan dikebulin asap kemenyan dan dawegan kelapa hijau merupakan nama candi yang akhirnya memunculkan nama Bantarsari dan konon jika ada orang yang hendak bersejarah ke Bantar Bolang disarankan untuk mampir ke Candi Rantansari tersebut.
2.Pesareyan Gedong berada ± 20 meter di sebelah utara Langgar/Musholla Nurul Huda tempat syiar agama Islam oleh Kyai Dahlan Bajuri. Kata Pesareyan dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti tempat tidur sedangkan kata Gedong yang berarti gedung merupakan areal persawahan yang menurut ramalan di area tersebut akan dibangun rumah-rumah gedung (rumah dengan dinding permanen). Pesarean Gedong adalah sebuah makam yang diyakini oleh beberapa orang ahli makam bahwa makam tersebut adalah tempat disemayamkannya seorang ulama bernama Sech Bantarsari yang menyebarkan ajaran agama Islam di dusun tersebut sehingga nama beliau diabadikan menjadi nama dusun yakni Dusun Bantarsari.
 
'''•Kadusan 3 (Tiga): Dusun Megalamat Desa Bongas'''
Asal mula adanya Dusun Megalamat, berdasarkan riwayat dari Kyai Durasid/mbah Mursid menuturkan bahwa nama ”Megalamat” berasal dari kata Mega dan Alamat. Mega yang memiliki arti kata awan (di langit) yang berarak karena tertiup angin. Dusun Megalamat yang letaknya berada di atas Desa Bongas dan dapat dikatakan dari Megalamat seseorang dekat/dapat melihat awan ataupun seolah-olah berada di atas awan yaitu awan yang menyelimuti gunung, pedukuhan dan pedusunan lain di Desa Bongas di waktu pagi hari ataupun setelah hujan reda serta pada siang dan malam hari seseorang dari dusun tersebut dapat melihat awan yang menaungi ataupun berarak diatas Desa Bongas sebab dihalau angin sedangkan kata Alamat memiliki arti sebuah pertanda bahwa daerah tersebut akan menjadi satu dari beberapa dusun di Desa Bongas yang membawahi beberapa pedukuhan disekiarnya.
'''•Berikut adalah daftar orang-orang yang pernah menjabat sebagai kepala desa di Desa Bongas yang dapat Penulis telusur:'''
'''Singadi Wirya''' dari di Dukuh Sriyem dan Dukuh Jambean karena beliau beristri dua (Poligami) namun terjadi pemberontakan oleh anak kandungnya yang bernama Wangsa Uler dengan perkataannya ”masa anak lurah tidak menjadi lurah” Bau Martana saat mendengar perkataan tersebut sepontanitas menginjak ibu jari kakinya karena tidak terima dengan perlakuan Martana kemudian Wangsa Uler mengambil sebilah pedang demi cita-citanya menjadi seorang lurah (Sumber: Martono selaku perangkat Desa Bongas, H. Mansyur Sastro Wajudjo bin Dahlan/Umar sidik, Abdurrahman bin Dahlan/Umar sidik, Ahmad Yusuf Bin Dahlan/Umar Sidik); '''Wangsa Uler bin Singadi Wirya''' dari Dusun Bantarsari komplek lapangan Desa Bongas, '''Sardi''' mulai tahun 1949-1971 dari Dukuh Weden, Dusun Bantarsari; '''Sardan''' mulai tahun 1972-1985 dari Dusun Bongas; '''Djaeni bin Mungkar''' mulai tahun 1986-1994 dari Dusun Bongas; '''Akhmad Taofik''' mulai tahun 1995-2002 dari Dukuh Sriyem, Dusun Bongas; '''Riyanto''' mulai tahun 2002-2012 dari Dusun Bantarsari; '''Ali Imron bin Abdurohman bin Dahlan/Umar Sidik''' mulai tahun 2013-2018 dari Dukuh Sriyem, Dusun Bongas.