Sunan Nata Alam: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
JThorneBOT (bicara | kontrib)
k clean up, replaced: <br /> → <br> (21) using AWB
Baris 4:
|name =[[Tuan Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan]] Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah I
|title =
1. Pangeran Nata Dilaga<br />
2. Pangeran Wira Nata<br />
3. Pangeran Nata Negara<br />
4. Panembahan Kaharuddin Halilullah (1761- 1801)<br />
5. Akamudddin Saidullah (1762)<br />
6. Amirulmu’minin Abdullah<br />
7. Amir Ail Mukminin Abdullah<br />
8. Susuhunan/Sunan Nata Alam (1772)<ref name="Bandjermasin"/><br />
9. Sunan Soleman Sa'idallah<ref name="Bandjermasin"/><br />
10. Sultan Sulaiman Saidullah (1787)<ref name="Bandjermasin"/><br />
11. Sultan Batu<ref name="J. Pijnappel Gzn"/><br />
12. Panembahan Batu (1797)<br />
13. Panembahan Ratu (1797)<br />
14. Panembahan Anum (1798 - 1801)<br />
15. Panembahan Batuah<br />
16. Pangeran/Sultan Tahmidillah<ref name="tutur candi"/><br />
|image =
|caption =
Baris 106:
# Sep. Articul het Tractaat van 13 Agustus 1787, 22 April 1789.
 
Perjanjian ini tertulis dalam dua bahasa yaitu [[bahasa Belanda]] dan [[bahasa Melayu]] [[huruf Arab]]. Dalam isi perjanjian itu tergambar situasi [[politik]] yang penting, yaitu saat serbuan orang-orang Bugis yang dipimpin oleh Pangeran Amir. Nama Pangeran Amir memang tidak ditemukan dalam serbuan yang menggoncangkan kerajaan tersebut tetapi serbuan [[orang Bugis]] tersebut adalah bantuan Pangeran Tarawe, paman dari Pangeran Amir. Kehadiran pasukan kompeni Belanda membantu Pangeran Nata, merupakan pasukan juru selamat terhadap kehancuran pemerintahan Pangeran Nata. Karena itulah dalam butir-butir isi perjanjian kedudukan Kompeni Belanda menunjukkan posisi dominan. Lebih tragis lagi adalah posisi Kesultanan Banjar hanya sebagai sebuah kerajaan pinjaman dari milik kompeni Belanda. Dalam Acte van Afstand tersebut, kedudukan Kesultanan Banjar sebagai kerajaan pinjaman, sebetulnya merupakan hasil dari permusyawaratan seluruh pembesar kerajaan disebutkan bahwa : <br />
''....akan menjadi paedah serta selamat bagi negeri beserta rakyat maka setelah aku bermusyawaratan timbang menimbang perkara-perkara itu bersama-sama dengan anandaku yang sudah terpilih akan ganti kedudukanku Sultan [[Sulaiman dari Banjar|Soleman]] dan cucundaku Sultan [[Adam dari Banjar|Adam]] dan Perdana Mantriku [[Ratu Anom Ismail]] beserta sekalian raja-raja dan orang-orang besar dari istana tahta kerajaan negeri Banjar maka kami sekalian kira-kira terbaiklah dan sudah dihitung pada hati kami menyerahkan diriku beserta sekalian rakyat tahta kerajaan negeri Banjar betul kepada perlindungan dan pernaungan kompeni maka dari karena sebab itu juga dengan surat yang terbuka ini aku mengaku dan mengatakan baik bagi diriku sendiri baik bagi zuriat-zuriatku yang akan mengganti kedudukanku dan bagi waris-warisku turun temurun aku menanggalkan sekalian pangkat-pangkat kerajaanku dengan sekalian tanah-tanah dan negeri-negeri beserta pulau-pulau dan teluk rantau dan sungai-sungai.''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Baris 115:
 
== Kemenangan Diplomasi Bagi Sunan Nata Alam ==
Kemenangan [[diplomasi]] yang diperoleh Pangeran Nata Alam adalah bahwa kompeni Belanda harus meminjamkan Kesultanan Banjar yang merupakan pinjaman abadi, tidak boleh dibatalkan kepada Pangeran Nata Alam dan keturunannya. .....<br />
''wakil Kompeni Kristopel Hopman menyerahkan kepada aku Sultan Soleman Sa’idullah dari pihak mana kompeni Wilanduwi seperti barang yang diberi pinjam yang baka tiada boleh mati agar aku dan aku ampunya zuriat yang mutachirin seperti anakndaku Pangeran Ratu Sultan Soleman dan cucundaku Sultan Adam duduk memerintahkan dan menyelenggarakan kerajaan beserta rakyat…''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Kemenangan diplomasi lainnya adalah bahwa Kesultanan Banjar sebagai kerajaan pinjaman yang kedudukannya setengah jajahan (daerah protektorat), tetapi persetujuan itu menghasilkan keputusan bahwa Kesultanan Banjar menempati kedudukan sebagai kerajaan yang kedudukannya setarap dengan [[Kompeni Belanda]], sebagai kerajaan merdeka. Kedudukan sebagaimana sebuah kerajaan merdeka itu dalam hal penghormatan terhadap wakil Kerajaan Banjar yang akan menghadap [[Gubernur Jenderal]] di [[Batavia]] dengan penghormatan sambutan tembakan meriam, sebagaimana sambutan terhadap negara lainnya. Begitu pula sambutan yang sama diberikan apabila wakil kompeni Belanda yang akan menghadap [[Sultan]] di [[Bumi Kencana]] Kerajaan Banjar. Persetujuan tentang persamaan kedudukan itu terhadap pada pasal 31 :<br />
''Pasal tiga puluh asa. Adapun sebagaimana akan dihormati dengan menembak kepada Paduka Seri Sultan ampunya surat-surat yang dibawa datang di Banjar kepada pitor besar atau di Batavia kepada Paduka Gurnadur Jenderal dan Raden van India maka begitu juga surat-surat yang datang dari Batavia oleh Paduka Gurnadur Jenderal dan Raden van India atau yang dibawa dari pitor besar yang dinegeri Banjar kepada Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan itu hendaklah diberi hormat begitu juga sebagaimana harus dan patut yakni surat-surat yang dari oleh Gurnadur Jenderal dan Raden van India serta dari oleh Yang Maha Mulia paduka Seri Sultan akan dihormati dengan tembak lima belas kali dan surat dari pitor besar dengan tembak tujuh kali adanya…''<ref name="Bandjermasin"/>
 
Baris 143:
Sejak perjanjian tahun [[1787]] sampai dengan [[1797]] merupakan sandiwara politik Kesultanan Banjar yang terbesar dengan Sultan Nata Alam sebagai pemeran utamanya. Segala rencana perdagangan VOC disabot, bajak laut diorganisir untuk merampok kapal-kapal Belanda, perdagangan bebas dengan bangsa berjalan dengan lebih ramai sehingga VOC tidak berhasil memperoleh monopoli sebagaimana yang disebutkan dalam kontrak [[1787]]. Siasat yang paling berhasil yang dilakukan Sultan Nata Alam ialah menghancurkan kebun [[lada]] sehingga populasi produksi lada berada dalam batas minimal.
 
Menjelang tahun [[1793]] perdagangan lada sangat merosot ditambah dengan [[bajak laut]] yang menutup muara [[sungai Barito]] sehingga melumpuhkan perdagangan VOC. Mengenai kegagalan perdagangan Belanda di Banjarmasin disebutkan sebagai berikut : <br />
''“Betul-betul licin orang-orang Banjar itu terhadap suatu “Grootmacht” seperti VOC yang telah berpengalaman dua abad lebih mengenai soal-soal Banjar, begitu lamanya mereka dengan diam-diam menyembunyikan sebab-sebab sebenarnya daripada kegagalan pengluasan kekuasaan VOC. Baru lama kemudian setelah perlawanan diam-diam ini tak perlu dirahasikan lagi, VOC mengerti bahwa dia telah bertahun-tahun ditipu”.''
 
Baris 157:
Pembicaraan dengan pembesar kerajaan itu menghasilkan kesimpulan bahwa Sultan dan seluruh pembesar kerajaan mengusulkan agar Sultanlah yang memegang seluruh wilayah [[kerajaan]] dan memerintah bukan atas dasar [[pinjaman]] dari [[Kompeni]]. Dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan perjanjian tahun [[1787]] mendatangkan kerugian bagi Kompeni Belanda, lagi pula banyak kesukarannya bagi Orang Kulit Putih mengawasi pelaksanaan [[monopoli]] perdagangan [[lada]] dan lainnya, kesulitan karena berbeda adat istiadat apalagi terhadap Orang [[Dayak]] yang suka memotong kepala, disamping perjalanan yang ditempuh sangat jauh, akhirnya Kompeni Belanda mengadakan perjanjian tahun [[1789]] yang sangat merugikan dan menunjukkan kekalahan diplomasinya. Perjanjian itu terdiri atas [[13]] pasal dan ditanda tangani di Bumi Kencana istana Sultan dan di Batavia. Para pembesar istana yang ikut membubuhkan tandatangan mereka terdiri dari : [[Sulaiman dari Banjar|Sultan Soleman]], [[Adam dari Banjar|Sultan Adam]], [[Panembahan Batu]], [[Ratu Anom Ismail]], Pangeran Ishak dan Pangeran Hasin. Dari pihak Kompeni Belanda adalah : Van Boekholtz sebagai Komisaris, A.W. Jorissen, Wm. Bloem, A.B. Dietz, S.H. Rose Seer dan [[Pieter Gerardus van Overstraten]].<ref name="Bandjermasin"/>
 
Pasal yang ketiga dari perjanjian itu menyebutkan bahwa Kompeni Belanda menetapkan [[Sulaiman dari Banjar|Sultan Suleman Sa’idallah]] yang berkuasa memerintah di atas sekalipun tanah Kompeni dan Sultan pulalah yang memelihara Kerajaan itu sebagai kepunyaan sendiri. Segala keuntungan dari hasil kerajaan termasuk segala jenis [[sarang burung]] dan semua komoditi perdagangan yang sebelumnya menjadi hak Kompeni Belanda, sekarang diserahkan kepada Sultan. <br />
''.... Maka dari itu sekarang Kompeni tetapkan Tuan Sultan Suleman Sa’idallah yang kuasa memerintah di atas sekaliannya tanah Kompeni serta Sultan Suleman pula yang kewakilan dari Kompeni menjaganya dan memeliharanya seperti Tuan Suleman punya sendiri. Tambahan lagi Tuan Suleman pula yang menerima hasil-hasil dari sekalian negeri dan desa-desa. ......Lagi pula Kompeni kasihkan kepada Tuan Suleman keuntungan dari barang yang dapat keluar dari jenis sarang burung….''<ref name="Bandjermasin"/>