Gedung Agung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 7:
Karena adanya Perang [[Diponegoro]] atau [[Perang Jawa]] ([[1825]]-[[1830]]) pembangunan gedung itu tertunda. Pembangunan tersebut diteruskan setelah perang tersebut berakhir yang selesai pada [[1832]]. Pada [[10 Juni]] [[1867]], kediaman resmi residen Belanda itu ambruk karena gempa bumi. Bangunan baru pun didirikan dan selesai pada [[1869]]. Bangunan inilah yang menjadi gedung utama komplek Istana Kepresidenan Yogyakarta yang sekarang disebut juga '''Gedung Negara'''.
 
Pada [[19 Desember]] [[1927]], status administratif wilayah Yogyakarta sebagai karesidenan ditingkatkan menjadi provinsi dimanadi mana Gubernur menjadi penguasa tertinggi. Dengan demikian gedung utama menjadi kediaman para gubernur Belanda di Yogyakarta sampai masuknya [[Jepang]].
 
Pada [[6 Januari]] [[1946]], ''"Kota [[Gudeg]]"'' ini menjadi ibu kota baru [[Republik]] [[Indonesia]] yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan, tempat tinggal [[Presiden]] [[Soekarno]] beserta keluarganya, sedangkan [[Wakil Presiden]] [[Mohammad Hatta]] tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem 072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal [[Sudirman]] sebagai Panglima Besar TNI pada [[3 Juni]] [[1947]] dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang Republik Indonesia pada [[3 Juli]] [[1947]].