Slamet Rijadi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
AdrianusFarrell (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 26:
[[Brigadir Jenderal]] [[TNI]] '''Ignatius Slamet Rijadi''' ([[EYD]]: '''Ignatius Slamet Riyadi'''; {{lahirmati|[[Surakarta]]|26|7|1927|[[Ambon]]|4|11|1950}}) adalah seorang tentara [[Indonesia]]. Rijadi lahir di Surakarta, [[Jawa Tengah]], putra dari seorang tentara dan penjual buah. "Dijual" pada pamannya dan sempat berganti nama saat masih balita untuk menyembuhkan penyakitnya, Rijadi tumbuh besar di rumah orangtuanya dan belajar di sekolah milik Belanda. Setelah [[Pendudukan Jepang di Indonesia|Jepang menduduki]] [[Hindia Belanda]], Rijadi menempuh pendidikan di sekolah pelaut yang dikelola oleh [[Jepang]] dan bekerja untuk mereka setelah lulus; ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir [[Perang Dunia II]] dan membantu mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.
 
Setelah [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|Indonesia merdeka]] pada tanggal 17 Agustus 1945, Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dimulai dengan kampanye [[gerilya]], pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di [[Ambarawa]] dan [[Semarang]], bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama [[Agresi Militer Belanda I|Agresi Militer I]], Belanda mengambil alih kota tetapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke [[Jawa Barat]]. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke [[Maluku]] untuk memerangi [[Republik Maluku Selatan]]. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi [[Pulau Ambon]], Rijadi tewas tertembak menjelang operasi berakhir.
 
Sejak kematiannya, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan [[fregat]] [[TNI AL]], [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']]. Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara [[anumerta]] pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]] pada tanggal 9 November 2007.
 
== Biografi ==
=== Kehidupan awal ===
Rijadi terlahir dengan nama Soekamto di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]], [[Hindia Belanda]], pada tanggal 26 Juli 1927; {{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} ia adalah putra kedua dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara kesultanan, dan Soetati, seorang penjual buah.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}{{sfn|Pour|2008|p=13}} Saat Soekamto berusia satu tahun, ibunya menjatuhkannya; ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya "menjualnya" dalam ritual tradisional [[suku Jawa]] kepada pamannya, Warnenhardjo; setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet. Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya.{{sfn|Pour|2008|pp=15–16}} Ia menganut [[Katolik Roma]],<ref>''[[#DepPen|20 Tahun Indonesia Merdeka]]'', [https://books.google.com/books?hl=id&id=QtsRAAAAMAAJ&dq=slamet+rijadi+katolik&focus=searchwithinvolume&q=kusuma+bangsa%3F hlmn. 431]</ref> serta dikatakan bahwa sejak kecil Slamet menyukai {{"'}}[[tirakat]]' berpuasa dan hal-hal '[[mistisisme|mistik]]{{'"}}.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}
 
Baris 38:
Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat [[Stasiun Gambir]], [[Jakarta Pusat]], sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.{{sfn|Pour|2008|p=21}} Pada 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam [[Perang Dunia II]], Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata; Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.{{sfn|Pour|2008|p=22}} Ia tidak ditangkap oleh [[Kempeitai|polisi militer Jepang]] atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan [[Proklamasi kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]] pada tanggal 17 Agustus 1945.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}}
 
=== Revolusi nasional ===
Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia; karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun [[Revolusi Nasional Indonesia|melawan balik]]. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.{{sfn|Ajisaka|Damayanti|2010|p=263}} Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama [[Agresi Militer Belanda I]], yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk [[Ambarawa]] dan [[Semarang]]; ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang [[Gunung Merapi]] dan [[Gunung Merbabu|Merbabu]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}}
 
Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan [[Agresi Militer Belanda II|serangan kedua]], kali ini menyasar kota [[Yogyakarta]], yang saat itu menjadi ibu kota negara. Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui [[Klaten]], tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan", Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1024}} Setelah itu, Rijadi dikirim ke [[Jawa Barat]] untuk melawan [[Angkatan Perang Ratu Adil]] bentukan [[Raymond Westerling]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
 
=== Setelah perang dan kematian ===
[[FileBerkas:Slamet Rijadi and troops into Ambon Harian Umum 1 December 1950 p1.jpg|thumb|left|Rijadi dan pasukannya memasuki Ambon, Desember 1950.]]
[[FileBerkas:Kawilarang and Rijadi Harian Umum 27 November 1950 p1.jpg|thumb|Rijadi (kanan) dan [[Alexander Evert Kawilarang]] sedang merundingkan strategi di [[Ambon]].]]
 
Tak lama setelah berakhirnya perang, [[Republik Maluku Selatan]] (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari [[Operasi Senopati]].{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Pour|2008|p=8}} Untuk merebut kembali [[Pulau Ambon]], Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan; mereka kemudian mendaratkan lebih banyak [[infanteri]] dan perlengkapan [[zirah]].{{sfn|Conboy|2003|p=9}}
Baris 53:
Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah [[tank]] menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru [[Senapan mesin|senjata mesin]] menembakinya. Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran. Para dokter lalu memberinya banyak [[morfin]] dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi tewas pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir di hari yang sama.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}{{sfn|Conboy|2003|p=10}} Rijadi dimakamkan di Ambon.{{sfn|Pringgodigdo|Shadily|1973|p=1025}}
 
== Peninggalan ==
[[FileBerkas:Statue Surakarta.JPG|thumb|Patung Slamet Rijadi di [[Surakarta]], [[Jawa Tengah]]]]
 
Sejumlah tempat, jalan, dan benda dinamai untuk menghormati Riyadi. Sebuah jalan utama sepanjang {{convert|5.8|km|mi|adj=on}} di Surakarta dinamakan sesuai nama sang brigadir jenderal.{{sfn|Ayuningtyas 2011, Surakarta offers car-free}} [[KRI Slamet Riyadi (352)|KRI ''Slamet Riyadi'']], sebuah [[fregat]] yang dikatakan sebagai salah satu kapal tercanggih yang dimiliki oleh [[TNI Angkatan Laut]], juga dinamai menurut namanya,{{sfn|Erviani and Lilley 2011, Bali maritime security}} begitu juga dengan [[Universitas Slamet Riyadi|sebuah universitas]] di Surakarta.{{sfn|Universitas Slamet Riyadi, Sejarah UNISRI}}
Baris 66:
;Daftar pustaka
{{refbegin|colwidth=30em}}
* {{cite book
|title=20 Tahun Indonesia Merdeka
|volume=VII
Baris 74:
|ref=DepPen
}}
* {{cite book
|year=2010
|last1=Ajisaka
Baris 88:
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Surakarta offers car-free night
|last=Ayuningtyas
Baris 100:
|archivedate=17 Maret 2011
}}
* {{cite book
|year=2003
|last1=Conboy
Baris 111:
|ref=harv
}}
* {{cite news
|title=Bali maritime security beefed up following bomb threats
|last1=Erviani
Baris 135:
|ref={{SfnRef|The Jakarta Post 2007, Four forgotten independence}}
}}
* {{cite book
|year=2008
|last1=Pour
Baris 156:
|ref={{SfnRef|Suara Merdeka 2007, Presiden Anugerahkan Gelar}}
}}
* {{cite encyclopedia
|last1 =Pringgodigdo
|first1 =Abdul Gaffar
Baris 170:
|ref =harv
}}
* {{cite web
|url= http://www.unisri.ac.id/konten-sejarah.html
|accessdate=12 Desember 2013