Gombloh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Baris 14:
 
== Masa muda ==
Gombloh dilahirkan sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dalam keluarga Slamet dan Tatoekah. Slamet adalah seorang pedagang kecil yang hidup dari menjual [[ayam]] potong di pasar tradisional di kota mereka. Sebagai keluarga sederhana, Slamet sangat berharap agar anak-anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin hingga memiliki kehidupan yang lebih baik.
 
== Pendidikan ==
Gombloh menyelesaikan pendidikan sekolah di [[SMA Negeri 5 Surabaya]] dan sempat berkuliah di Jurusan Arsitektur [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember]], (ITS) Surabaya, namun tidak diselesaikannya dan memilih menuruti nalurinya untuk bermusik. Gombloh pada kenyataannya tidak pernah berniat kuliah di [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember|ITS]], ia melakukannya karena kasihan dengan orang tuanya. Ia sering membolos dari kampus teknik yang terkenal dengan disiplin terketat di Indonesia itu. Kelakuannya ini akhirnya diketahui ayahnya setelah Slamet mendapat surat dari [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember|ITS]] yang memberikan peringatan.
 
Gombloh bereaksi dengan menghilang ke [[Bali]] dan bertualang sebagai seniman. Jiwanya yang bebas tidak dapat dikekang oleh disiplin yang ketat dan kuliah yang teratur. Walau tidak memiliki gelar akademik dari [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember|ITS]], Gombloh dipandang sebagai sosok yang memberi jiwa kemanusiaan, kebangsaan, dan kemanusiaan oleh para mahasiswa alumnus [[Institut Teknologi Sepuluh Nopember|ITS]] Surabaya hingga kini.
Baris 24:
Gombloh adalah pencipta lagu balada sejati. Ia bergabung dengan grup beraliran ''art rock''/''orchestral rock'' bernama [[Lemon Tree's Anno '69]], yang musiknya mendapat pengaruh [[ELP]] dan [[Genesis]]. [[Leo Kristi]] dan [[Franky Sahilatua]] juga pernah menjadi anggota grup ini.
 
Kehidupan sehari-hari rakyat kecil banyak digambarkan dalam lagu-lagunya, seperti ''Doa Seorang Pelacur'', ''Kilang-Kilang'', ''Poligami Poligami'', ''Nyanyi Anak Seorang Pencuri'', ''Selamat Pagi Kotaku''. Lirik-liriknya puitis dan misterius. Sebagaimana penyanyi balada semasanya, seperti [[Iwan Fals]] dan [[Ebiet G. Ade]], Gombloh juga tergerak menulis lagu tentang (kerusakan) alam, salah satunya adalah ''Berita Cuaca'' (lebih populer dengan nama ''Lestari Alamku'' walaupun ini bukan judul yang sebenarnya). Lagu-lagu cintanya cenderung "nyeleneh", sama seperti karya Iwan Fals atau [[Doel Sumbang]], misalnya ''Lepen'' ("sungai kecil" dalam bahasa Jawa, tetapi di sini adalah singkatan dari "lelucon pendek").
 
Namun, ia memiliki tema khas yaitu [[nasionalisme]] di dalam lagu-lagunya, seperti ''Dewa Ruci'', ''[[Gugur Bunga]]'', ''Gaung Mojokerto-Surabaya'', ''Indonesia Kami'', ''Indonesiaku, Indonesiamu'', ''Pesan Buat Negeriku'', dan ''BK'', lagu yang bertutur tentang [[Bung Karno]], sang proklamator. Lagunya ''Kebyar Kebyar'' banyak dinyanyikan pada masa perjuangan menuntut [[Indonesia: Era Reformasi|Reformasi]].
 
Bersama Lemon Tree's ia pernah pula merilis album yang lagu-lagunya ber[[bahasa Jawa]] dengan berjudul "Sekar Mayang". ''Hong Wilaheng'', yang adalah versi ''reprise'' dari lagu ''Sekar Mayang'' dan masuk dalam album "Berita Cuaca", menggunakan lirik yang diambil dari [[Serat Wedhatama]].
 
Gombloh juga menulis lagu untuk penyanyi lain. Ia menulis ''Tangis Kerinduan'' bagi [[Djatu Parmawati]] dirilis (1988), juga ''Merah Putih'' (1986) untuk dinyanyikan bersama-sama.
 
Semenjak album Gila, Gombloh dinilai para kritisi mengendurkan idealismenya, dengan lebih mengedepankan album bergaya pop ringan dan dengan lirik-lirik sederhana dan jenaka. Namun dengan demikian ia menjadi lebih populer dan mendapat penghasilan yang besar. Ia tidak menjadi kaya dengan itu, karena lebih suka menghabiskan pendapatannya dengan makan-makan bersama kawan-kawannya<ref>Hurek L.L. [http://hurek.blogspot.com/2006/04/gombloh-kebyar-kebyar.html Gombloh Kebyar-Kebyar]. Artikel pada ''Blog Orang Kampung'', 22 April 2006.</ref>. Rasa kesetiakawanannya dan jiwa merdeka inilah yang secara tidak langsung membawanya pada penyakit yang kelak merenggut nyawanya.
Baris 69:
# Apel (1987)
# Apa Itu Tidak Edan (1987)
Di Angan Angan
Cinta Dan Roket